Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Namun sebaiknya seorang ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
5. Selalu jaga kebersihan lingkungan
Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Situasi beberapa indikator penting faktor resiko terjadinya stunting di Indonesia
1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 10.2% kemudian menurun menjadi sebesar 6.2% pada tahun 2018 dan hal ini meningkatkan resiko stunting pasca lahir.
2. Panjang Badan Lahir Pendek
Panjang Badan Lahir Pendek (PBLP) mengalami kenaikan sebesar 2,5% dari Riskesdas 2013 (20,2%) ke Riskesdas 2018 (22,6%), dan hal ini juga dapat menyebabkan risiko stunting pasca lahir. Selain itu pada hasil Riskesdas 2013 diketahui 4,3% bayi memiliki berat lahir rendah dan panjang badan lahir pendek kemudian menurun sedikit menjadi 4,0% pada hasil Riskesdas 2018.
3. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap