Mohon tunggu...
Noerma Eliza
Noerma Eliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa semester akhir

mahasiswa semester akhir yang berasal dari sebuah pulau yang kecil nan indah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyuluhan Stunting Bersama KKN UAD 88 Unit VII.C.1 di Posyandu Flamboyan Gading Lumbung

27 Februari 2022   14:10 Diperbarui: 27 Februari 2022   14:14 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyuluhan Stunting di Posyandu Flamboyan (Dokumentasi Penulis)

Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak ke 4 di Dunia. Indonesia terdiri dari ujung barat Sabang sampai ujung timur Merauke, terbentang luas dengan ribuan pulau di dalamnya sehingga Indonesia menjadi negara yang padat penduduk. Sehingga banyak kasus mengenai gizi yang mengancam warga Indonesia terutama balita dan ibu hamil.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan double burden atau masalah gizi ganda, yang ditandai dengan tingginya prevalensi stunting dan anemia pada ibu hamil. Dimana stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

Berdasarkan data stunting JME, UNICEF World Bank tahun 2020, prevalensi stunting Indonesia berada pada posisi ke 115 dari 151 negara di dunia. Sebagai dampak dari pandemi COVID-19, tanpa adanya tindakan yang cukup dan tepat waktu, jumlah anak kekurangan gizi akut (wasting) diprediksi akan meningkat sebesar 15% (7 juta anak) di seluruh dunia pada setahun pertama pandemi ini.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 angka prevalensi stunting di Indonesia yaitu 36,8%, tahun 2010 yaitu 35,6%, dan pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 37,2%, terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Berdasarkan batasan WHO Indonesia berada pada kategori masalah stunting yang tinggi.

Balita ataupun Balita (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan (TN2PK, 2017).

Beberapa langkah mengenai pencegahan stunting yang dapat dilakukan :

1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.

2. Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Namun sebaiknya seorang ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi.

3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun