Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Thukmis (Lelaki Tua Genit)

28 Februari 2016   21:39 Diperbarui: 28 Februari 2016   22:28 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Oleh : Noer Ima Kaltsum

Ketika masih kecil hingga remaja, aku paling eneg bila melihat thukmis.  Setiap ada lelaki tua, baik jejaka, beristeri maupun duda dengan gaya genit bermuda kami menyebutnya thukmis alias bathuk klimis. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih laki-laki tua yang suka berdandan, rambutnya diberi minyak disisir hingga kelihatan rapi, klimis. Nah jidatnya ikutan klimis.

Selain penampilan rambutnya klimis, lelaki tua itu mengantongi sisir kecil di dalam saku celana bagian belakang. Jalannya bergaya, yang bikin eneg adalah bersiul-siul cari perhatian. Kalau ada lelaki tua macam gitu rasanya eneg aja. Biasanya genit, cari perhatian pada perempuan. Entah itu gadis, perempuan beristeri, janda, yang muda dan sudah tua.

Setelah sekarang berkeluarga dan bekerja, bila aku mendapati lelaki tua macam begitu rasanya mau muntah. Eneg. Ternyata lelaki tua macam itu alias thukmis sampai sekarang sering kutemukan.

Dulu waktu aku masih kecil ada tetangga yang thukmis. Tidak hanya satu orang, bahkan banyak orang. Kini satu per satu dari mereka sudah tiada. Akan tetapi mungkin sekarang muncul thukmis yang lain. Entahlah. Sekarang aku tinggal di luar kota kelahiran, jadi tak tahu keadaan orang-orang kampung.

00000

Di kantor ada seorang teman kantor yang cukup tua bahkan sudah memiliki beberapa cucu. Sejak awal mengenal temanku tadi, aku sedikit menjaga jarak. Maklumlah, sepertinya ini orang thukmis. Biarpun sudah berusia lima puluh tahun lebih tapi rambutnya hitam. Tiap bulan berganti, tidak saja rambutnya yang hitam tapi kulit kepalanya juga hitam. Haduhh.

Namanya juga bergaul di tempat kerja, jadi aku juga harus bersikap sewajarnya saja. Sepertinya beliau yang terhormat sering mendekatiku ngobrol apa-apa secara umum. Tapi lama-lama kok ngobrolnya tidak sewajarnya.

Teman-teman yang lain sudah mengingatkanku : hati-hati lo dengan simbah. Oke, aku menjauh pelan-pelan biar tidak menyinggung beliau, yang terhormat. Aku bersyukur bisa terlepas, merdeka dari beliau. Akhirnya beliau dekat dengan temanku yang lain yang usianya sebaya denganku. Temanku sepertinya menanggapi. Lama kelamaan hubungan itu semakin akrab. Bahkan temanku pernah bercerita bahwa beliau lelaki tua thukmis pernah bermimpi berkencan dengannya.

Aku benar-benar merinding dibuatnya. Selamat-selamat temanku, untung dalam mimpinya bukan aku yang diajak kencan. Pada suatu hari, di kantor ada acara santai. Ketika aku mau mengambil makan siang, beliau yang terhormat juga mau mengambil makanan. Beliau mendekatiku lalu berkata setengah berbisik,”Bu, kita jarang ngobrol ya.”

Aku tersenyum, senyum yang aku paksakan. He-eh.

“Bagaimana kalau kita maksi sambil ngobrol?” Beliau mengerling. Aku benar-benar merinding, mules rasanya.

“Terima kasih, saya bergabung dengan yang lain saja biar kompak,”jawabku.

Setelah selesai mengambil makanan, aku bergabung dengan teman yang lain. Temanku yang lain yang akrab denganku adalah trio kwek-kwek. Maksudku 3 teman laki-laki yang kuanggap sebagai kakakku.

“Halo, lauknya apa?”Tanya Pak Andika.

“Biasa, wader goreng.”

“Hai, tadi Pak Tua ngajak ngobrol ya?”Tanya Pak Jati penuh selidik

“Ho-oh, gile bener,”jawabku

“Memang kenapa?”

“Apa ndak tahu, Pak tua tadi main mata kedip-kedip pada adik kita,”Pak Aan menjelaskan.

“Sumpah, eneg beneran. Mengerlingkan mata segala, dasar thukmis.”

Thukmis?”Tanya mereka bertiga bareng.

“Laki-laki tua genit,”jawabku.

Mereka tertawa lepas bareng. Ih, malah meledek aku.

“Kosa kata baru yaitu thukmis, lelaki tua genit. Catat!”kata Pak Andika

00000

Karanganyar yang dingin, 28 Pebruari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun