“Iya, Pakde. Libur panjang.” Jawab isteri Hanafi.
Dua anakku dan sepupu-sepupu bermain dengan asyiknya. Isteri Drajat dan isteri Hanafi ngobrol.
“Om Drajat, di mana Bulik?”tanyaku.
“Di dalam kamar, Pakde.”
“Kalau Om Hanafi, kok tidak kelihatan?”
“Di kamar belakang, Pakde. Dari datang tadi, terus masuk kamar. Sampai sekarang tidak keluar.”
Aku ingin ngobrol dengan adik-adikku. Mumpung bertiga kami bertemu. Paling tidak membicarakan masalah Hanafi, apakah sudah selesai atau belum. Juga mumpung ada isterinya Hanafi. Biar dia tahu juga.
Aku mengetuk pintu kamar belakang. Pintu terbuka. Alangkah terkejutnya aku. Hanafi mengunci mulutnya dengan cara mengelem bibirnya. Hingga mulutnya tertutup rapat. Bagaimana mau diajak bicara, kalau begini? Atau ini memang modus, cara Hanafi agar isterinya tidak tahu tentangnya. Tentang masalahnya?
Aku kembali ke ruang tamu. Kuberitahukan keadaan Hanafi pada isterinya. Anehnya, isterinya tidak kaget!
“Itu biasa, Pakde. Di rumah juga sering begitu. Tiba-tiba mulutnya tertutup rapat. Dia tidak ngomong dengan saya. Kalau mengatakan sesuatu hanya lewat sms.”
“Lalu, cara membuka mulutnya bagaimana?”