“Kemarin saya lihat kamu sama cewek berboncengan, ke mana?”kata saya sekenanya
“Nggak mungkin Bu.”
“Ngaku wae. Tinimbang urusannya panjang, walimu saya suruh ke sekolah lo.”gaya saya kalau memaksa anak mengaku.
“Ke Tawangmangu (ada yang bilang di kebun the Kemuning, Sarangan, Candi Cetho, Candi Sukuh. Sondokoro), Bu. Tapi tidak sendiri, sama teman-teman.”
Akhirnya dengan suka rela dia akan cerita ke mana bolosnya, sama siapa dia bolosnya. Memang serba salah sebagai wali kelas. Kalau anak dimarahi nanti dianggap pelanggaran HAM. Kalau tidak dikerasi anak tidak tertib, tidak disiplin. Anak tidak menghargai sekolah sebagai tempat membentuk karakter. Ujung-ujungnya pihak sekolah disalahkan tidak bisa mendidik siswanya. Harusnya ada kerja sama antara sekolah dengan orang tua.
Berdiri: Adhi, Devon, Anjas, Nunggal, Gilang, Nandy, Mr X, Budi Agung, Ardi
Jongkok: Refo, Kriswanto, Ilham, Purnomo
(sumber : dok. Muhammad Anjas)
Kalau di sekolah anak tanggung jawab Bapak dan Ibu Guru. Kalau di rumah, tentu saja tanggung jawab orang tua/walinya.
Berbeda dengan anak-anak yang rajin. Anak-anak bisa membagi waktu dan mengatur waktu. Seolah mereka memiliki menejemen waktu. Kapan mereka sekolah, kapan mereka bermain dan kapan belajar di rumah. Kalau ada anak yang tiap hari harus membantu orang tua, maka tiap menit bagi mereka waktunya sangat berharga.