Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pencitraan Isteri Calon Kepala Sekolah

3 Juli 2015   20:32 Diperbarui: 3 Juli 2015   20:32 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

PENCITRAAN ISTERI CALON KEPALA SEKOLAH

Aku orangnya simpel, apa adanya. Tidak suka dengan sesuatu yang direkayasa. Penampilanku biasa saja, sederhana dan tidak suka berlebihan. Cara bergaulku dengan teman-teman kantor akrab apa adanya. Tak pernah punya maksud tertentu dengan keakraban itu. Tidak ada udang di balik rempeyek. Yang ada hanyalah ada uang di balik tas hitam. Wajar saja kalau aku lebih familier dibanding temanku yang lain.

Cara bicaraku ceplas-ceplos. Aku tak suka bicara dibuat-buat. Dengan seperti itu teman-teman jadi tahu, aku adalah orang apa adanya. Aku bukan tipe penjilat. Kalau memang A maka aku katakan A. Kata orang aku terlalu jujur. Jujur ajur. Aku tak peduli.

Aku tak tahu apa kesalahanku pada seorang teman. Kurasa aku tak pernah menyakitinya. Atau mungkin karena ideku yang selalu cemerlang. Temanku teramat gengsi untuk mengakuinya. Ah, barangkali orang mengatakan masa bodoh. Tak usah digubris.

Dahulu aku selalu cuek dengan apa yang dikatakan temanku, Pak Jaka. Tapi kali ini aku harus peduli dengan kata-kata Pak Jaka. Masalahnya Pak Jaka bukan bicara langsung padaku, face to face. Pak Jaka menyampaikan sesuatu tentang aku ke temanku yang lain. Wah, memang dia takut padaku. Padahal aku kan tidak perlu ditakuti. Aku perempuan. Banyak sekali sisi kelemahanku.

Mengapa aku jadi membicarakan Pak Jaka? Ya, karena Pak Jaka calon kepala sekolah pada tahun ajaran yang akan datang. Sekolah tempatku mengajar adalah sekolah swasta. Kepala sekolah ditunjuk berdasarkan musyawarah. Bisa pilihan langsung, mengambil suara terbanyak. Atau bisa jadi kepala sekolah ditunjuk oleh yayasan langsung.Bagiku itu tak berpengaruh apa-apa terhadap masa depanku. Mau kepala sekolah ditunjuk langsung oleh yayasan atau pilihan langsung, rasanya sama saja.

Bukannya aku takut dengan apa yang diucapkan Pak Jaka. Apa yang kelak diputuskan Pak Jaka, bila merugikan aku pasti akan kutuntut.

00000

Kepala sekolah yang lama sudah mengundurkan diri dengan alasan kesehatannya, beliau ingin menjadi guru biasa. Sementara tidak ada yang mau menjadi calon kepala sekolah. Satu-satunya calon yang kuat yang akan ditunjuk oleh yayasan adalah Pak Jaka. Pak Jaka masih ada hubungan kekerabatan dengan pemilik sekolah.

Isteri Pak Jaka juga mengajar di sekolah ini, namanya Bu Tatik. Sekarang Pak Jaka belum menjadi kepala sekolah. Sebutannya yang baru adalah calon kepala sekolah. Maka isterinya juga disebut isteri calon kepala sekolah.

Belum menjadi kepala sekolah, Pak Jaka sudah sok berkuasa. Huft, apalagi nanti kalau sudah duduk di kursi empuk. Apa jadinya? Pak Jaka akan semakin semena-mena terhadapku. Ah, semoga dugaanku tidak benar.

Ya, namanya juga calon kepala sekolah dan isteri calon kepala sekolah, maka adatnya juga berbeda. Kalau dulu Pak Jaka tidak pernah bersalaman pada pagi hari bila bertemu dengan banyak guru. Hanya guru tertentu yang disalami. Sekarang dengan semua guru bersalaman. Ehem, awal yang baik, batinku.

Demikian pula dengan Bu Tatik. Sekarang, setiap pagi Bu Tatik menyalami semua guru dan karyawan sekolah. Dulu, Bu Tatik bila liburan seperti ini jarang hadir pada jadwal piketnya. Sekarang setiap hari hadir. Aku membatin, awal yang baik. Semoga hal itu berlanjut terus. Tidak musiman. Bukan karena menjadi isteri calon kepala sekolah.

Aku kadang muak dengan sikap Bu Tatik yang berlebihan. Maka tak salah bila aku menyebutnya pencitraan isteri calon kepala sekolah. Bah!

Apa yang dilakukan Bu Tatik, menurut teman-teman adalah berlebihan. Dengan sinis mereka bilang pencitraan. Aku hanya menyebut dalam hati, dasar penjilat!

Memangnya kalau sok perhatian pada sekolah, teman-teman akan percaya? Suatu pagi Bu Tatik menyalami teman-teman guru dan menyapa,”Selamat pagi.”

Dasar temanku juga usil, dia menjawab,”Pagi kok diselamati. Mbok assalamualaikum.” Aku tersenyum.

Rasain lu, tidak pernah menyapa sekali menyapa kok ya tidak benar. Bu Tatik tersenyum. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberi tahu pada Bu Tatik tentang banyak hal, bermacam-macam. Biarlah waktu berlalu. Apakah kebiasaan baru ini terus berlanjut atau akan berhenti sampai di sini?

Kalau terus berlanjut berarti ada peningkatan. Tapi kalau berjalan beberapa hari lalu berhenti, itu namanya pencitraan. Walah, kok aku jadi ikut-ikutan perkataan orang ketika kampanye dulu. Ah, biarlah.

Pagi ini adalah rapat pembagian tugas mengajar. Ternyata jam mengajarku dipangkas. Kemudian jabatanku sebagai Kepala Laboratorium juga hilang. Aku hanya sebagai guru biasa dengan jam mengajar pas 24 jam.

Bagiku ini merupakan anugerah yang luar biasa. Dan aku harus masuk sekolah full, tidak diberi libur kelas sama sekali. Ketika aku bertanya pada wakil kepala sekolah bidang kurikulum, mengapa aku tidak diberi libur kelas barang sehari? Temanku bilang,”Tanya langsung ke Bapak Kepala Sekolah.”

Aku tak mau berdebat. Aku masih bisa bersyukur, Allah masih percaya padaku untuk mengamalkan ilmu. Lantas ke manakah jam mengajarku yang lain? Ternyata ada guru baru, masih familinya Pak Jaka yang mengajar beberapa jam dari jam mengajarku sebelumnya.

Aku bukan orang serakah! Kalau aku hanya diberi jam mengajar 24 jam, maka itulah rezekiku. Benar juga dugaanku, Pak Jaka bersikap semena-mena terhadapku.

Hari pertama masuk sekolah, seperti biasa teman-teman mengadakan acara makan-makan di luar.

“Ikut tidak?”Tanya temanku.

“Tidak. Masih ada yang aku kerjakan.”

“Hari gini kerjaan menumpuk? Capek deh.”

Aku diam. Dalam hati aku tertawa, menertawakan diriku sendiri.

00000

 Hari ini Bu Tatik tidak masuk. Katanya sedang tidak enak badan setelah beberapa hari kehujanan. Akan tetapi setelah sehat dan masuk kerja, sebelum jam 12 Bu Tatik meninggalkan sekolah dengan alasan anaknya sakit. Rupanya pencitraanmu sudah di ambang titik bosan.

Aku adalah orang yang bersikap apa adanya. Aku tak dipengaruhi oleh siapapun. Baik buruknya tingkah lakuku tidak didasari rasa ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Persetan dengan pencitraan.

00000

Karanganyar 3 Juli 2015

Kisah ini hanyalah fiktif belaka. Bila ada persamaan cerita, nama dan tempat kejadian, itu hanya kebetulan saja. Tidak ada unsur menyudutkan siapapun. Kalaupun itu terjadi sungguhan, itu terjadi pada saya hehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun