Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Sekolah

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Senioritas dan Keengganan Berdiskusi: Sebuah Fenomena Budaya di Indonesia

12 Juli 2024   09:25 Diperbarui: 12 Juli 2024   21:56 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senioritas. (Sumber Gambar: pexels.com/Keira Burton)

Pernah merasakan ketika sedang berbicara dengan orang yang lebih tua itu membuat kita segan untuk berkata jujur atau terbuka? 

Nah, ini sebenarnya bukan hanya perasaan kita saja, tapi memang ada fenomena budaya yang namanya "senioritas" yang cukup kuat di Indonesia. 

Di Indonesia, budaya senioritas itu lumayan kental. Dari kecil, kita diajarkan untuk selalu hormat dengan yang lebih tua. Misalnya, harus pakai kata-kata sopan, mengikuti saran mereka, dan tidak boleh melawan. Kalau berani membantah atau mengoreksi, nanti dibilang durhaka, dosa, kualat dan lain-lain. Walaupun saran orang yang lebih tua terkadang salah (namanya juga manusia). 

Akibatnya, banyak dari kita yang jadi ragu untuk ngomong atau berdiskusi yang serius kalau ada yang lebih senior di sekitar. Padahal, diskusi yang berbobot bisa membuat kita lebih kritis dan kreatif.

Apa Itu Budaya Senioritas?

Budaya senioritas adalah kebiasaan atau tradisi di mana orang yang lebih tua atau lebih berpengalaman dianggap punya posisi yang lebih tinggi dan harus dihormati. Bukan hanya soal usia, tapi juga soal pengalaman atau jabatan. Jadi, kalau kita lagi ngobrol atau diskusi, kita cenderung lebih mendengarkan dan mengikuti apa kata mereka yang lebih tua atau senior.

Bagaimana Budaya Ini Terbentuk dan Mengakar di Masyarakat Indonesia?

Budaya ini terbentuk dari ajaran yang kita terima sejak kecil, baik di rumah maupun di sekolah. Orangtua kita selalu menekankan pentingnya menghormati yang lebih tua. Selain itu, di sekolah kita diajarkan untuk selalu sopan dan mengikuti perintah guru, yang juga lebih tua dan lebih berpengalaman.

Budaya senioritas juga diperkuat oleh nilai-nilai tradisional dan agama yang menekankan pentingnya menghormati orang yang lebih tua. Misalnya, dalam banyak budaya di Indonesia, ada adat-istiadat yang mengharuskan kita tunduk pada keputusan orang yang lebih tua, baik dalam keluarga maupun komunitas.

Seiring waktu, kebiasaan ini jadi mengakar dan diterima sebagai norma sosial. Akibatnya, kita jadi cenderung menghindari konfrontasi atau diskusi yang terlalu mendalam kalau ada orang yang lebih tua atau senior. Ini bisa jadi penghalang untuk diskusi yang lebih terbuka dan jujur, padahal diskusi seperti itu penting untuk perkembangan pemikiran dan kreativitas kita.

Bagaimana Budaya Senioritas Mempengaruhi Cara Orang Berkomunikasi?

Budaya senioritas membuat kita jadi lebih hati-hati ketika berbicara, terutama dengan orang yang lebih tua atau punya jabatan lebih tinggi. Kita cenderung menghindari bicara blak-blakan atau memberikan kritik langsung karena takut dianggap tidak sopan atau malah jadi masalah. Akibatnya, kita jadi sering tidak berani mengungkapkan pendapat atau ide kita yang sebenarnya.

Empat Situasi di Mana Budaya Ini Terlihat Jelas:

1. Di Tempat Kerja

Bayangkan kalau ada rapat di kantor, biasanya yang berbicara banyak itu yang punya jabatan lebih tinggi atau yang lebih tua. Orang yang lebih muda atau posisi junior seringkali hanya mendengarkan saja, meskipun mungkin mereka punya ide bagus.

2. Di Keluarga

Kalau ada acara keluarga besar dan kita lagi ngobrol, biasanya yang lebih muda cenderung lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Apalagi kalau topiknya agak serius, pasti kita mikir dua kali sebelum berbicara yang bisa dianggap bertentangan dengan pendapat orang tua.

3. Di Sekolah

Saat di kelas, siswa sering ragu untuk bertanya atau mengungkapkan pendapat yang berbeda dari guru. Mereka lebih memilih diam atau ikut saja apa kata guru agar tidak dianggap kurang ajar.

4. Dalam Komunitas atau Organisasi

Di komunitas atau organisasi, keputusan sering diambil oleh yang lebih senior. Orang yang lebih muda atau baru biasanya lebih memilih ngikut aja daripada debat atau memberikan saran yang berbeda.

Budaya senioritas ini sebenarnya membuat komunikasi jadi kurang efektif karena banyak ide atau pendapat yang akhirnya tidak diungkapkan. Padahal, kalau bisa lebih terbuka, pasti banyak ide kreatif dan solusi baru yang bisa muncul.

Banyak orang Indonesia enggan berdiskusi tentang topik yang mendalam atau kontroversial karena takut menyinggung perasaan orang lain atau membuat suasana jadi tidak enak. Diskusi yang mendalam sering kali melibatkan opini yang kuat dan bisa menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam. Karena kita cenderung menjaga keharmonisan dan menghindari konflik, diskusi yang berpotensi menimbulkan konfrontasi jadi dihindari.

Hubungan dengan Budaya Senioritas dan Keinginan Menghindari Konfrontasi

Budaya senioritas di Indonesia memperkuat keengganan ini. Kita diajarkan untuk selalu menghormati dan tidak menentang pendapat orang yang lebih tua atau senior. Jadi, kalau ada topik yang kontroversial atau mendalam, kita cenderung tidak mau mengungkapkan pendapat yang berbeda, terutama kalau itu bisa dianggap menentang orang yang lebih tua.

Misalnya, kalau lagi ada diskusi soal politik atau agama, banyak yang memilih untuk diam atau ikut aja apa kata orang yang lebih tua atau senior. Takutnya, kalau kita berbicara yang berbeda, kita bisa dianggap tidak sopan atau malah membuat mereka tersinggung.

Hal yang sama juga terjadi di tempat kerja, di mana junior atau karyawan yang lebih muda lebih memilih setuju saja dengan atasan daripada memberikan pandangan yang berbeda, supaya tidak dianggap kurang ajar atau tidak menghormati.

Keinginan untuk menghindari konfrontasi juga membuat kita lebih memilih topik-topik aman yang tidak akan menimbulkan perdebatan. Akibatnya, banyak diskusi jadi dangkal dan tidak berkembang, karena semua orang berusaha menjaga suasana tetap harmonis dan nyaman. Padahal, diskusi yang mendalam dan penuh perbedaan pendapat sebenarnya bisa memperkaya wawasan dan menghasilkan solusi yang lebih baik.

Keengganan untuk berdiskusi yang berbobot sebenarnya punya dampak besar terhadap perkembangan pemikiran dan kualitas diskusi publik. Kalau kita terus-terusan menghindari diskusi mendalam atau topik kontroversial, pemikiran kita jadi tidak berkembang. 

Kita jadi kurang kritis dan tidak terbiasa melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Akibatnya, ide-ide inovatif dan solusi kreatif jadi jarang muncul.

1. Pengaruh terhadap Pendidikan

Di bidang pendidikan, keengganan berdiskusi ini bisa membuat siswa jadi pasif. Mereka cenderung menerima informasi apa adanya tanpa berani mempertanyakan atau mengeksplorasi lebih dalam. Padahal, kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih kompleks. Guru juga jadi kurang tertantang untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih interaktif dan mendorong siswa berpikir kritis.

2. Pengaruh terhadap Politik

Dalam politik, keengganan berdiskusi yang berbobot bisa menghambat proses demokrasi yang sehat. Warga yang enggan mengungkapkan pendapat atau terlibat dalam diskusi politik cenderung menerima saja apa yang diputuskan oleh pemimpin. Ini bisa mengurangi partisipasi aktif dalam proses politik dan membuat kebijakan yang dihasilkan kurang mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat. 

Selain itu, kurangnya diskusi yang mendalam juga bisa membuat isu-isu penting kurang dibahas secara komprehensif, sehingga solusi yang diambil mungkin tidak optimal.

3. Pengaruh terhadap Kehidupan Sosial

Dalam kehidupan sosial, kurangnya diskusi mendalam bisa membuat hubungan antarmanusia jadi kurang erat. Diskusi yang mendalam sering kali melibatkan berbagi pandangan dan pengalaman yang bisa memperkaya pemahaman kita tentang orang lain. Kalau kita terus-terusan menghindari topik yang mendalam, hubungan kita jadi dangkal dan kurang bermakna.

Secara keseluruhan, keengganan berdiskusi yang berbobot memliki dampak negatif yang cukup signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan. Untuk bisa maju dan berkembang, kita perlu lebih terbuka dan berani berdiskusi tentang topik-topik yang penting dan mendalam, meskipun itu berarti harus menghadapi perbedaan pendapat.

Budaya senioritas dan keengganan berdiskusi yang berbobot merupakan fenomena yang saling terkait di Indonesia. Untuk mendorong diskusi yang lebih terbuka dan mendalam, diperlukan perubahan budaya yang menghargai perbedaan pendapat dan mendorong komunikasi yang sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun