Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Sekolah

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mental Health di Tempat Kerja: Realistis atau Egois?

1 Maret 2024   15:09 Diperbarui: 2 Maret 2024   16:57 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang sedang di tempat kerja. (Sumber Gambar: pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di era modern, kesehatan mental menjadi topik yang semakin penting, tak terkecuali di dunia kerja. Tekanan pekerjaan yang tinggi, tuntutan target yang ketat, dan budaya kerja yang kompetitif dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental karyawan.

Belakangan ini, muncul perdebatan mengenai peran mental health dalam dunia kerja. Di satu sisi, ada yang beranggapan bahwa fokus utama di tempat kerja adalah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, dan isu mental health sering dianggap sebagai "alasan" untuk menghindari pekerjaan. 

Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, dan mengabaikannya dapat membawa dampak yang lebih besar bagi individu dan perusahaan.

Mengapa topik ini penting untuk dibahas?

Topik ini penting untuk dibahas karena kesehatan mental di tempat kerja bukan hanya tentang kesejahteraan individu, tetapi juga tentang kesejahteraan organisasi secara keseluruhan.

Dengan memahami dan menghargai pentingnya kesehatan mental, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan inklusif.

Definisi dan penjelasan tentang kesehatan mental

Menurut sumber dari detik.com, satupersen.net, promkes.kemkes.go.id, dan id.wikepedia.org, Kesehatan mental adalah keadaan kesejahteraan di mana seseorang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Kesehatan mental ini tidak kalah penting dengan kesehatan fisik.

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.

Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.

Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk.

Gangguan pada kesehatan mental memang bisa menjadi masalah yang besar. Kesehatan mental dan kesehatan fisik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kalau salah satunya bermasalah pasti akan mempengaruhi yang lainnya.

Kesehatan mental atau kesehatan jiwa adalah keadaan individu sejahtera menyadari potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup normal, bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi lingkungannya.

Mengapa kesehatan mental penting di tempat kerja?

Menurut sumber dari blog.skilacademy.com dan asnor.co.id, Kesehatan mental sangat penting di tempat kerja karena lima alasan ini :

Pertama, produktivitas yang meningkat. Kesehatan mental yang baik berkontribusi pada peningkatan produktivitas. Ketika pekerja merasa baik secara mental, mereka cenderung lebih fokus, kreatif, dan dapat berkinerja lebih baik dalam pekerjaan mereka.

Kedua, keseimbangan kehidupan kerja. Perhatian terhadap kesehatan mental membantu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Ini memungkinkan para pekerja untuk menjaga keseimbangan yang sehat antara tuntutan pekerjaan dan kebutuhan pribadi mereka.

Ketiga, kepuasan kerja yang meningkat. Dukungan terhadap kesehatan mental dapat meningkatkan kepuasan kerja. Ketika perusahaan peduli terhadap kesejahteraan mental karyawan, hal ini dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat antara perusahaan dan karyawan, meningkatkan loyalitas, dan mengurangi tingkat stres.

Keempat, pengurangan stres dan risiko kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental dapat membantu mengurangi tingkat stres yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental. Ini juga dapat mengurangi risiko penyakit terkait stres dan kesehatan mental yang buruk.

Kelima, menurunkan tingkat absensi dan kehilangan produktivitas. Kesehatan mental yang baik dapat mengurangi tingkat absensi dan kehilangan produktivitas karena masalah kesehatan mental.

Dengan memberikan perhatian yang tepat terhadap kesehatan mental, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif pada produktivitas akibat absensi yang disebabkan oleh masalah kesehatan mental.

Dengan mendukung kesehatan mental karyawannya, perusahaan dapat meningkatkan keuntungan, meningkatkan moral dan semangat kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif dan produktif.

Jadi bagaimana menurut teman-teman kesehatan mental di tempat kerja realistis kah?

Ini adalah salah satu contoh study kasus yang di lansir dari theconversation.com, tentang Studi Kasus Global. Dalam 23 studi kasus korporat global, bermunculan strategi-strategi umum untuk menangani kesehatan mental di tempat kerja. Kerja yang fleksibel membuahkan hasil, seperti yang dilakukan kebijakan mengizinkan pegawai menukar gaji dengan cuti. Konseling, Terapi Perilaku Kognitif (CBT) dan layanan penuh perhatian juga berhasil. 

Di atas tadi penulis sudah menjelaskan sedikit tentang kesehatan di tempat kerja itu adalah hal yang realistis. Nah sekarang kita lihat dari sisi egois tentang kesehatan mental di tempat kerja. Apakah kesehatan di tempat kerja bisa di katakan egois?

Menurut sumber dari kompasiana.com/merzagamal, ada empat argumen yang mendukung bahwa memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bisa dianggap egois:

Pertama, mengabaikan tujuan bisnis. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa fokus pada kesehatan mental di tempat kerja bisa mengalihkan perhatian dari tujuan bisnis utama.

Misalnya, waktu dan sumber daya yang dihabiskan untuk program kesehatan mental bisa digunakan untuk inisiatif lain yang secara langsung berkontribusi pada hasil akhir.

Kedua, pemborosan sumber daya. Ada pandangan bahwa investasi dalam kesehatan mental karyawan bisa dianggap pemborosan sumber daya. Ini terutama berlaku dalam organisasi dengan sumber daya terbatas, di mana setiap investasi harus memberikan pengembalian yang jelas.

Ketiga, membuat karyawan lebih lemah. Ada argumen bahwa fokus pada kesehatan mental bisa membuat karyawan menjadi lebih lemah, dalam arti mereka menjadi terlalu bergantung pada dukungan kesehatan mental dan kurang mampu mengatasi stres dan tantangan secara mandiri.

Keempat, meningkatkan absensi. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa memprioritaskan kesehatan mental bisa mendorong karyawan untuk mengambil cuti sakit lebih sering, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif pada produktivitas.

Perlu digaris bawahi bahwa fokus pada kesehatan mental bukan berarti mengabaikan tanggung jawab dan pekerjaan. Justru dengan menjaga kesehatan mental, karyawan dapat bekerja lebih optimal dan mencapai hasil yang lebih baik.

Satu contoh studi kasus yang relevan tentang argumen bahwa memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bisa dianggap egois yang bersumber dari medix-global.com, tentang Kasus di Industri Manufaktur. Di sebuah pabrik manufaktur di Jerman, manajemen memutuskan untuk memprioritaskan kesehatan mental karyawan dengan memberikan akses ke terapi dan konseling. 

Namun, beberapa karyawan merasa bahwa inisiatif tersebut hanya membebani mereka dengan harapan dan tekanan tambahan untuk selalu bahagia dan produktif. 

Dari studi kasus di atas, kita dapat melihat bahwa meskipun ada niat baik untuk memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja, namun implementasinya bisa saja menimbulkan tantangan dan masalah baru.

Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk memahami kebutuhan dan kondisi karyawan secara mendalam sebelum meluncurkan program kesehatan mental.

Kesehatan mental di tempat kerja adalah topik yang sangat penting dan relevan di era modern ini. Tekanan pekerjaan yang tinggi, tuntutan target yang ketat, dan budaya kerja yang kompetitif dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental karyawan.

Maka dari itu, memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bukan hanya tentang kesejahteraan individu, tetapi juga tentang kesejahteraan organisasi secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, ada dua pandangan yang berbeda. Di satu sisi, ada yang beranggapan bahwa fokus utama di tempat kerja adalah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, dan isu kesehatan mental sering dianggap sebagai “alasan” untuk menghindari pekerjaan.

Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, dan mengabaikannya dapat membawa dampak yang lebih besar bagi individu dan perusahaan.

Dari sudut pandang penulis, memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bukanlah tindakan yang egois, tetapi sebaliknya, ini adalah investasi jangka panjang yang dapat menghasilkan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan inklusif.

Dengan memahami dan menghargai pentingnya kesehatan mental, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan inklusif. Semoga bermanfaat. 

Bagaimana menurut sudut pandang Anda tentang mental health di tempat kerja, realistis atau egois?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun