Menurut sumber dari kompasiana.com/merzagamal, ada empat argumen yang mendukung bahwa memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bisa dianggap egois:
Pertama, mengabaikan tujuan bisnis. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa fokus pada kesehatan mental di tempat kerja bisa mengalihkan perhatian dari tujuan bisnis utama.
Misalnya, waktu dan sumber daya yang dihabiskan untuk program kesehatan mental bisa digunakan untuk inisiatif lain yang secara langsung berkontribusi pada hasil akhir.
Kedua, pemborosan sumber daya. Ada pandangan bahwa investasi dalam kesehatan mental karyawan bisa dianggap pemborosan sumber daya. Ini terutama berlaku dalam organisasi dengan sumber daya terbatas, di mana setiap investasi harus memberikan pengembalian yang jelas.
Ketiga, membuat karyawan lebih lemah. Ada argumen bahwa fokus pada kesehatan mental bisa membuat karyawan menjadi lebih lemah, dalam arti mereka menjadi terlalu bergantung pada dukungan kesehatan mental dan kurang mampu mengatasi stres dan tantangan secara mandiri.
Keempat, meningkatkan absensi. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa memprioritaskan kesehatan mental bisa mendorong karyawan untuk mengambil cuti sakit lebih sering, yang pada akhirnya bisa berdampak negatif pada produktivitas.
Perlu digaris bawahi bahwa fokus pada kesehatan mental bukan berarti mengabaikan tanggung jawab dan pekerjaan. Justru dengan menjaga kesehatan mental, karyawan dapat bekerja lebih optimal dan mencapai hasil yang lebih baik.
Satu contoh studi kasus yang relevan tentang argumen bahwa memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja bisa dianggap egois yang bersumber dari medix-global.com, tentang Kasus di Industri Manufaktur. Di sebuah pabrik manufaktur di Jerman, manajemen memutuskan untuk memprioritaskan kesehatan mental karyawan dengan memberikan akses ke terapi dan konseling.Â
Namun, beberapa karyawan merasa bahwa inisiatif tersebut hanya membebani mereka dengan harapan dan tekanan tambahan untuk selalu bahagia dan produktif.Â
Dari studi kasus di atas, kita dapat melihat bahwa meskipun ada niat baik untuk memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja, namun implementasinya bisa saja menimbulkan tantangan dan masalah baru.
Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk memahami kebutuhan dan kondisi karyawan secara mendalam sebelum meluncurkan program kesehatan mental.