Belum hilang sore di pelupuk mata, pesan itu... seakan merengut bahagianya.
Ia berjalan menyusuri jalan setapak yang berbeton, memaki setiap kesialan yang singgah sore itu.
Mulutnya tak kunjung reda berkomat-kamit melafalkan seluruh isi kebun binatang.
"Ah rasanya sial sekali" ucapnya berulang kali.Â
Dari ufuk timur gelap mulai menyelimuti bumi, malu-malu sang senja yang cantik namun penuh makian itu mulai menghilang.
Langkah kakinya kian cepat kian tak menentu.Â
Kadang tersandung, namun seimbang kembali.Â
Hatinya kian membengkak merasakan kesal hanya karena mendapat pesan yang memintanya untuk kembali.Â
Tidak.. itu lebih seperti perintah.Â
Karena bila di tentang akan berubah menjadi makian.Â
Oh.. Â kasian sekali nasibnya, Â setelah di dorong jauh, berjalan jauh, berlari, bahkan terjatuh-berdarah.Â
Harus di tarik kembali seperti semula.Â
Mereka bilang jalannya salah.Â
Hah? Â Bagaimana bisa setelah sejauh ini baru di beri tahu bahwa kaki manis yang bertanda ini salah melangkah.
Bagaimana bisa caranya ia merubah langkah, sedangkan hidupnya kemarin sudah di tata ulang sedemikian rupa.
Bagaimana bisa mereka berteriak menyalahkan langkahnya, sedangkan serpihan hancur kemarin saja masih tersisa.
Wah bagaimana bisa???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H