Keluarga adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak serta merupakan elemen masyarakat yang memiliki jiwa saling ketergantungan antara satu dan yang lain. Mereka hidup dalam satu atap untuk saling menyayangi, saling mengasihi dan saling memotivasi. Keluarga yang Bahagia adalah yang mampu berada disisi kita dalam keadaan suka maupun duka.
Banyak sekali yang menginginkan untuk mendapatkan keluarga yang utuh. Keluarga yang penuh kasih sayang dan selalu ada dalam keadaan apapun. Tetapi, seiring berjalannya waktu makna dari keluargapun mulai goyah. Kasih saying pun kadang tidak bisa dirasakan didalamnya.
Disaat usia pernikahan memasuki 1 tahun, seorang suami masih sangat perhatian kepada istrinya meskipun sang istri belum dikruniai seorang anak. Mereka hidup berdua dengan tentram. Meski terkadang ada sebuah cekcok didalamnya, tetapi mereka masih mampu untuk menyeleseikan permasalahan tersebut secara baik-baik.
Ditahun ke 2, sang istri telah dikaruniai sebuah anak. Anak laki-laki yang selalu diidam-idamkan oleh sepasang suami istri. Disaat suami kerja, dia akan terburu-buru pulang demi bisa melihat sang anak. Betapa sangat Bahagia keluarga mereka saat itu.
Ditahun ke 4 sang anak sudah berusia 2 tahun, sang suami terlihat jarang sekali mengajaknya bermain. Padahal, disaat itu adalah masa anak memiliki Golden Age yang mana dia harus lebih sering bermain dan belajar. Tetapi sang suami merasa bahwa sang anak sangatlah nakal, hanya bisa berlari kesana kemari, bahkan tidak bisa diperingati sama sekali. Sang istri pun merasa sedih, karena semua ini berbalik dari saat sang anak masih bayi kala itu.
Semakin hari sang suami semakin tidak pernah mengajak anak untuk bermain, bahkan sekedar senyum pun enggan dia lakukan. Setiap pulang kerja sang suami kini tidak langsung pulang kerumah, dia lebih memilih untuk bermain ker tempat teman-temannya terlebih dahulu. Sang istri dirumahpun mulai panik dan kecewa dengan perlakuan sang suami.
“lihat kamu sekarang, seperti orang tua, Bau badanmu tidak pernah harum, bahkan saat suami pulang kerja parasmu sangat jelek, beda dengaan saat pertama kali kita ketemu” bentak suami saat sang istri mulai berani menyampaikan pendapatnya. Bagaikan tersambar petir, sang istri mulai menangis dengan keras. Dia mulai memikirkan jika suatu saat tiba-tiba sang suami meninggalkannya. Sang istripun mulai belajar untuk mencari rizki dengan berjualan secara online di social media dan situs marketing lainnya.
Sang anak kini sudah memasuki usia 5 tahun, sudah saatnya untuk dia masuk di sekolah TK. Jabatan sang ayah kini sudah naik menjadi manager diperusahaanya, sang ibupun kini sudah memiliki toko offline sendiri dirumahnya. Tampak dari luar keluarga mereka sangat Bahagia, bahkan perekonomian meriki sangat baik.
Hari ini adalah hari pertama sang anak masuk sekolah, orangtuanya telah memilih sekolah elit untuk tempat belajar sang anak. Tetapi, dihari pertama sekolah sang anak justru hanya diantarkan oleh seorang sopir rumah mereka. Awalnya sang anak menolak untuk diantarkan oleh sopir, tetapi karena sang ayah ada meeting dan ibu ada acara Bersama teman-temannya dengan berat hati sang anak tetap berangkat sekolah.
Saat memasuki gerbang sekolah sang anak tiba-tiba menangis sejadinya. Bagaimana tidak, semua teman-teman yang bahkan dia belum kenal sama sekali hari pertama masuk sekolah masih bermanja kepada kedua orang tuanya. Bahkan, ada yang kedua orangtuanya ikut masuk ke kelas dihari pertama ini. Sang guru pun sangat khawatir dengan keadaan anak ini. Mereka pun langsung menelfon kedua orang tuanya tetapi, NIHIL. Tidak ada yang merespon, hingga akhirnya sang sopir mencoba untuk menelpon mereka, tetapi mereka bilang sebentar. 1 jam, 2 jam, 3 jam hingga pukul 13.00 WIB sang ayah dan ibu dari anak ini baru datang. Sang guru sangat kecewa dengan perlakuan kedua orang tua ini.
Sang ibu menceritakan semua yang terjadi pada anak mereka. Bagaimana setiap harinya sang anak harus rela bermain sendirian. Bermain di tetangga pun dilarang oleh kedua orangtuanya dengan alasan kotor, tetapi dirumah tidak ada satupun orang yang mau memperdulikan dia. Bagaimana sang orangtua selalu mengabaikan dia dan lebih mementingkan bermain dengan HP nya masing-masing.
Sang guru menceritakan semua yang diceritakan oleh sang anak hingga dia tertidur. Bahkan ketika orangtuanya datang, sang anak belum juga bangun. Sang ayah berinisiatif untuk mengendong sang anak tetapi dia terbangun sendiri.
“terimakasih bunda sudah mau ngedongengin aku” ucapnya waktu itu sambal memeluk sang guru. “ayo pulang nak” ajak orangtuanya. Tetapi dia menolak ajakan orangtuanya untuk pulang. Dia lebih suka berada disekolah. Bermain dengan teman-teman, bercanda tawa, bercerita kepada guru-gurunya. Hal-hal yang selama ini tidak pernah dia lakukan selama dirumah kini telah dia dapatklan selama di sekolah.
Sang ibu sangat menangis histeris. Diapun merasa menjadi ibu yang gagal dalam melindungi anaknya. Bagaimana tidak, dalam kesehariannya dia hanya memikirkan untuk mendapatkan untung, dan keuntungan tersebut untuk anaknya. Tetapi dia salah. Anak tidak membutuhkan materinya, tetapi yang anak butuhkan adalah kasih sayangnya.
Sang ayahpun sangat menyesal dengan perlakuannya kepada anak selama ini. Menurutnya sang anak adalah sosok yang sangat mengganggu kehidupannya. Hanya karena sang anak selalu mengajaknya bermain saat dia harus mengerjakan tugas kantor selama dirumah. Ternyata sang anak hanya inging kasih sayang dan perhatiannya, bukan mengganggunya.
Dari sebuah keluarga tersebut kini kita tahu, bahwa anak adalah anugrah terindah yang diberikan oleh Allah SWT untuk melengkapi kehidupan kita. Bagaimanapun juga mari lindungi anak kita dengan kasih saying yang cukup, bukan dengan materi yang berlebihan tetapi kita mengabaikannya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H