Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Budaya Saweran Masyarakat Desa Baru Ranji yang Otentik

11 September 2024   22:23 Diperbarui: 12 September 2024   11:58 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengamati budaya saweran yang terjadi di Masyarakat Baru Ranji, terasa ada yang berbeda, unik dan penuh filosofis. Desa Baru Ranji terletak di Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Indonesia.

Desa Baru Ranji merupakan sebuah desa yang terus mengembangkan diri dalam Pembangunan dan kemajuan di berbagai bidangnya. Di desa Baru Ranji yang telah berusia sekitar 103 tahun, banyak didominasi oleh masyarakatnya yang bersuku Sunda. Tak heran budaya saweran berasal dari suku ini pula.

Saweran sebenarnya merupakan bagian dari tata cara upacara pernikahan pada adat Sunda. Saweran biasanya dilakukan pada masyarakat yang melaksanakan tata cara pernikahan. Saweran yang dilakukan biasanya dengan cara menaburkan sejumlah benda-benda kecil yang berharga dan bermakna khusus.

Benda- benda kecil yang bermakna khusus tersebut tidak hanya berupa uang koin atau uang dengan berbagai pecahan nominal, tetapi bisa juga berupa permen, beras kuning, atau benda bermakna yang lainnya.

Namun saat ini masyarakat kebanyakan lebih menganggap koin atau uang sebagai sebuah hal yang simpel namun apresiatif yang dimasukkan untuk benda saweran yang ditaburkan (sawer).

Istilah saweran ini diambil dari kata penyaweran yang dalam Bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau genting bagian bawah. Dalam budaya Sunda, Saweran yang dilakukan saat kegiatan pernikahan memiliki makna yang mendalam bagi kedua calon mempelai.

Di kemudian hari, kedua mempelai diharapkan tetap mengingat untuk senantiasa berbagi kepada sesama dan bersedekah. Uang saweran sebagai penabur merupakan sebuah simbol dunia atau kekayaan.

Kedua pengantin yang melakukan kegiatan saweran diharapkan untuk memiliki semangat dalam mencari rezeki atau kekayaan dan sekaligus menyiapkan bekal akhirat dan bersedekah melalui kegiatan saweran.

Saweran dalam pandangan masyarakat umum identik dengan persepsi yang negatif yang bermakna memberikan uang kepada seorang penyanyi.

Yang unik dari Masyarakat Desa Baru Ranji, saweran dilakukan di hampir semua kegiatan sebagai bentuk rasa Syukur dalam setiap hal yang mereka lalui dalam kehidupan.

Masyarakat di Desa Baru Ranji melakukan kegiatan saweran mulai dari tata cara pernikahan, syukuran kelahiran bayi baru, saat bayi mulai mencapai perkembangan baru seperti merangkak, berjalan, tumbuh gigi dan lain sebagainya.

Saweran juga dilakukan saat anak memperoleh prestasi baik dalam bidang agama maupun pengetahuan umum seperti halaman Al-Quran, mendapat ranking disekolah, memenangkan lomba, dan masih banyak lagi lainnya.

Pada intinya Masyarakat di desa Baru Ranji ini memiliki rasa syukur yang luar biasa yang diejawantahkan dalam bentuk saweran sebagai tanda kebahagiaan.

Yang terunik yang saya alami dan amati adalah kegiatan saweran saat kami sebagai guru dan staf sekolah melaksanakan kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang baru saya ikuti pertama kalinya.

Kegiatan P5 merupakan bagian dari kurikulum Merdeka yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

P5 sendiri adalah kegiatan kokurikuler yang menerapkan pembelajaran berbasis proyek dengan tujuan mendorong tercapainya Profil Pelajar Pancasila yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan. Dalam kegiatan ini siswa diajak untuk belajar dari lingkungan sekitarnya.

Pada kegiatan ini, Sekolah SD N Baru Ranji kecamatan Merbau Mataram, membuat sebuah panggung gembira Dimana anak-anak dapat berkreasi dan olah kemampuan sesuai dengan minat, bakat dan kemauannya.

Ada berbagai macam tampilan mulai dari pameran kerajinan tangan, performa tarian dari berbagai daerah, pembacaan puisi, bernyanyi, pembacaan hafalan surat-surat pendek, dan lain sebagainya.

Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang orang tua siswa agar mereka juga dapat mengetahui perkembangan Pendidikan yang telah ditempuh oleh putra-putri mereka di SDN Baru Ranji.

Setiap siswa yang tampil dan melakukan unjuk kebolehan, maka setiap kali itu pula orang tua akan memberikan saweran ditengah-tengah kegiatan sebagai bentuk rasa Syukur, kebahagiaan, dan kebanggaan mereka.

Hal ini merupakan sesuatu yang unik dan menyenangkan bagi kami selaku pendidik atau penyelenggara Pendidikan di SD N Baru Ranji.

Mungkin terkesan sombong dan jemawa orang tua yang melakukan kegiatan saweran seperti ini. Namun beberapa dari mereka ketika hal ini saya sampaikan dan tanyakan, mereka menganggap saweran adalah sesuatu hal yang biasa.

Karena dalam setiap kegiatan mereka akan dengan senang hati untuk menyawer anak-anak mereka yang memiliki kemajuan dalam segala bidang. Termasuk saat ada kegiatan Maulid Nabi atau Isra Miraj saat anak-anak mereka juga harus tampil membawakan kegiatan.

Selain sebagai Masyarakat yang cukup religius di desa Baru Ranji ini, mereka juga menganggap saweran adalah bentuk kebiasaan sekaligus juga merupakan bentuk adat istiadat sebagai warisan dari nenek moyang.

Dengan melakukan kegiatan saweran in, mereka menganggap bahwa mereka juga sudah menghormati leluhur mereka. Bahwa sesuatu yang dilakukan oleh leluhur mereka, maka mereka juga akan melakukannya.

Sebaliknya sesuatu yang tidak dilakukan oleh leluhur mereka maka dianggap sebagai sesuatu hal yang tabu. Dan ini menjadi sebuah aturan tidak tertulis yang harus mereka jalani. Menarik bukan?

Semoga bermanfaat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun