Apa yang dirasakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosis Autisme? Saat masih mengajar di sebuah sekolah Inklusi yang menerima siswa Autisme, sering kali beberapa diantara orang tua dengan anak Autisme kemudian curhat bagaimana mereka berjuang untuk menerima anak mereka yang telah didiagnosis Autisme dan bagaimana hancurnya perasaan mereka saat mendapat diagnose ini. Berikut adalah tahapan bagaimana mereka melewati untuk menerima taqdir ini semua.
DUKA
Ini adalah hal yang sulit yang tidak dipersiapkan oleh siapa pun ketika mendapat diagnosa ini. Ayah dan Bunda mungkin akan melalui tahap merasa kehilangan anak yang Ayah dan Bunda pikir akan menjadi ananda terbaik bagi Ayah dan Bunda. Sebenarnya ini adalah hal yang normal, dan tidak apa-apa untuk memilik perasaan ini. Jangan merasa buruk karena memiliki perasaan ini. Sebagian besar orang tua dengan anak autisme merasakan hal ini. Pada suatu periode ketika menerima kenyataan tentang hal ini.  Padahal kita yang melihat dan mengetahui cukup memahami tentang hal ini. Namun kami hanya tidak membicarakannya saja. Bersama Ananda yang didiagnosis autis, buanglah perasaan itu,dan  jangan mendorongnya. Perasaan duka seperti ini tidak akan berlangsung seperti ini selamanya. Â
MERASA BERSALAH
Pada fase ini, Ayah dan Bunda akan mengingat kembali semua hal yang akan Ayah dan Bunda lakukan secara berbeda jika Ayah dan Bunda tahu bahwa mereka autis. Mengapa sebagai orang tua, jangan terus memarahi mereka karena bangun dari tempat tidur ketika mereka tidak bisa tidur? Memaksa mereka makan makanan yang mereka benci. Mengapa Ayah dan Bunda tidak melihat lebih cepat? Hentikanlah hal ini. Ayah dan Bunda tentu tidak bisa tahu apa yang tidak Ayah dan Bunda ketahui.
KEBENCIAN
Yang satu ini tidak mudah untuk dibicarakan, tetapi memiliki anak SEN (Special Educational Needs) dapat memengaruhi hubungan Ayah dan Bunda. Bahkan yang tersedih, justru mereka berpisah karena tidak bisa menerima. Beberapa orang tua menceritakan hal Itu kepada saya bahwa ketika memperoleh diagnose autis pada Ananda, mempengaruhi hubungan antara ayah dan ibu. Jadi orang yang pertama harus diterapi saat mendapti fakta bahwa anaknya didiagnosis sebagai special justru adalah kedua orang tua dari anak autis. Mengapa Ayah dan Bunda yang mendorong untuk didiagnosis? Mengapa hanya Ayah dan Bunda yang berjuang untuk mendapatkan dukungan? Mengapa hanya Ayah dan Bunda yang melakukan semua untuk membaca, mengalami  kehancuran dan hari-hari buruk yang tampaknya berlangsung selamanya? Mengapa hanya Ayah-bunda? Tentu ayah dan bunda harus saling menguatkan dan berbicara atau berdiskusi untuk mengatasinya Bersama. Bicaralah dengan pasangan Ayah dan Bunda. Komunikasikan perasaan Ayah dan Bunda. Jangan biarkan hal itu membusuk dan merusak hubungan antara ayah dan bunda.
TERLALU BANYAK
Beberapa hari Ayah dan Bunda merasa seperti tenggelam dalam informasi untuk mempelajari diagnosis ini. Laporan-laporan tersebut menghabiskan seluruh energi emosional Ayah dan Bunda untuk dibaca dan diproses. Pertemuan-pertemuan menjadi kabur saat Ayah dan Bunda berusaha keras untuk mengingat apa yang dikatakan dan siapa yang mengatakan apa, dan profesional mana yang mengatakannya? Dan apakah harus Ayah dan Bunda mengajukan permohonan EHCP (Easy Hosting Control Panel)? Dan bagaimana dengan sekolah? Masa depan mereka? Bagaimana dengan saat mereka dewasa, bagaimana mereka akan mengatasinya? Apakah mereka akan hidup mandiri dan memiliki pekerjaan? Apakah mereka akan memiliki pasangan? Anak-anak? Hal inilah yang rata-rata orang tua alami saat menerima diagnosa bahwa ananda autis. Ambil napas dalam-dalam. Selangkah demi selangkah akhirnya semua terlewati. Satu hari pada suatu waktu, orang tua dengan Ananda yang didiagnosa autis akan berusaha mengatasi perasaan ini.
BANTUAN