Memberikan hukuman kepada ananda dapat memberikan dampak positif namun juga dapat memberikan dampak negatif tergantung jenis hukuman apa yang ayah-bunda dapat terapkan kepada ananda. Akan tetapi tidak semua cara menghukum anak dapat diterapkan pada ananda di segala usianya.Â
Berbeda usia, berbeda pula cara menghukumnya loh ayah-bunda, dan akan berbeda pula aktivitas serta dampaknya. Ayah-bunda harus berhati-hati dalam hal ini ketika ingin menghukum ananda saat ingin memberinya pelajaran.
Nah yang harus ayah-bunda perhatikan sebelumnya adalah ketika ayah-bunda ingin memberikan hukuman pada ananda, maka cobalah untuk mengikuti aturan dalam menerapkan hukuman pada ananda.Â
Apalagi jika hukuman itu berbentuk kekerasan fisik pada ananda. Wah ini harus benar-benar dihindari ya ayah- bunda. Karena hukuman kepada ananda berupa kekerasan fisik apa pun seperti mencubit, memukul apalagi menampar bisa menyebabkan keseimbangan emosi pada ananda dapat terganggu. Bahkan tak jarang akan menjadi perilaku yang semakin 'liar' yang akan dimunculkan oleh ananda sebagai bentuk protesnya. Tentu sebagai orang tua ayah-bunda tidak menginginkan hal ini terjadi bukan?
Memang benar sih, ayah-bunda memberikan hukuman kepada ananda hanya ketika ananda menunjukkan kenakalannya dan ayah-bunda memberikan hukuman sebagai cara untuk mendisiplinkan ananda.Â
Dan tujuan dari pemberian hukuman juga adalah untuk memberikan efek jera agar ananda tidak mengulangi kesalahan yang sama dan dampak lebih jauh adalah perubahan perilaku ananda setelah melakukan kesalahan dan diperingati. Namun apabila ayah-bunda memberikan hukuman dengan tidak tepat apalagi dengan melakukan kekerasan, hal ini bukanlah sebuah keputusan yang bijak dari ayah-bunda karena dapat memberikan dampak psikologis.Â
Alih-alih menerapkan hukuman kepada ananda, akan lebih baik jika ayah-bunda menerapkan banyak aturan di rumah yang jauh lebih efektif untuk ananda. Dengan menerapkan aturan di rumah, ananda akan lebih mampu untuk menunjukkan disiplin dan pembiasaan baik yang bermanfaat untuk membentuk karakter ananda ketimbang hanya sekedar melarang ananda melakukan ini  dan itu yang belum tentu memiliki keefektifan aturan di rumah.Â
Misalnya saja ayah -- bunda menerapkan untuk mandi sore yang harus dilakukan di jam 4 sore, jika ananda tidak melaksanakannya maka ananda tidak diperkenankan untuk menonton TV di sore hari sebagai konsekuensinya.Â
Atau ananda harus Shalat isya tepat waktu dan jika ananda melanggar maka ananda tidak dibacakan cerita sebelum tidur yang selalu ayah-bunda lakukan. Dan hukuman ini juga harus konsisten dilaksanakan ya ayah-bunda. Karena jika ayah-bunda juga melanggar atau tidak melaksanakannya maka ananda akan merasa bahwa hukuman itu sesuatu yang sangat mudah untuk dilanggar.Â
Pelanggaran-pelanggaran kecil seperti inilah yang kadang memicu ayah-bunda pada akhirnya harus berdebat dengan ananda dan memicu emosi ayah-bunda. Pada kondisi ini ayah-bunda harus tetap berpegang teguh pada keyakinan yang terbaik yang harus dilaksanakan dan jangan sampai malah memicu kemarahan memuncak yang akhirnya melakukan tindakan salah justru dari bentuk hukuman itu yang menyakiti ananda.
Nah ketika ayah-bunda mencoba menghukum ananda, dan kemudian ananda justru terlihat tenang, tahukah ayah-bunda  apa yang kita anggap tenang dan teratur, sebenarnya adalah respons dari rasa takut?.Â
Ayah-bunda dapat membayangkan pada kondisi ayah-bunda sendiri kan di saat-saat krusial dan terpojok?. Saat kita yakin ancamannya terlalu kuat untuk diatasi, justru kita berpura-pura mati atau membeku. Ini yang disebut punggung. Seperti penampakan sebuah gunung es yang terlihat pada puncaknya saja.Â
Kelihatannya tenang tapi sebenarnya respons membeku. Masalah dengan pembekuan ini adalah, kita bisa mengalami perma-frost istilahnya. Jadi tubuh dan pikiran kita membayar harga untuk mengaktifkan pembekuan secara teratur. Seluruh dunia terasa seperti ancaman yang tidak bisa kita atasi, jadi kita berpura-pura mati.
Pada kondisi ini yang dikhawatirkan adalah sebuah kondisi traumatis pada ananda yang kita sendiri sebagai orang tua tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi ke depan nya. So, jika ayah-bunda mengalami kondisi seperti ini, segera lah melakukan perbaikan hubungan dan penguatan kepada ananda kembali. Semoga bermanfaat yaa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H