Salah satu faktor yang membuat Siswa khusus (ABK) AUTIS, kesulitan dalam proses belajar dan memiliki fokus perhatian didalam kelas adalah kesulitan mereka dalam mengendalikan emosi. Siswa dengan kebutuhan khusus (ABK) seperti Autis contohnya, sulit untuk bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan terhadap sesuatu yang mengganggu hatinya. Mereka akan bereaksi dengan cara yang tidak terduga seperti sedih dan mengoceh, menangis tersedu-sedu atau bahkan meledak-ledak secara tiba-tiba dan yang lebih ekstrem berteriak dan mengamuk melompat-lompat serta melempar barang.
Pengalaman menangani anak dengan autism spektrum disorder pertama kali sempat merasa aneh dan bingung dengan apa yang terjadi karena mendapati mereka menangis dengan tersedu-sedu dan teramat sangat sedih seperti sedang mengalami kedukaan panjang. Meski telah dibujuk namun sikap emosional pada mereka belum juga perlahan-lahan hilang. Perlu kesabaran ekstra dalam membujuk mereka sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama sementara ada banyak kegiatan lain yang juga membutuhkan penanganan selain menangani mereka saat itu.Â
Malah kadang kala bisa sepanjang pembelajaran mereka akan menangis sedih, meratap, dan nelangsa tanpa sebab pasti meski mereka telah memberikan alasannya. Apa yang disampaikan oleh mereka sebagai penyebab kesedihan dan amukan kadangkala hanyalah sebuah permasalahan sepele yang bagi sebagian anak akan dengan segera sembuh dan membaik seperti sarapan yang terlambat, sarapan dengan menu yang tidak sesuai, atau telat mandi karena menonton televisi.
Mengendalikan emosi Siswa dengan kebutuhan khusus (ABK) terutama autis yang meledak-ledak, memang membutuhkan ekstra kesabaran yang lebih dalam menanganinya. Tak jarang Siswa dengan kebutuhan khusus (ABK) autis teramplifikasi ketika ada hal-hal yang agak berubah dari rencana atau rutinitas yang dilakoninya sehari-hari seperti ketika lupa membawa buku PR atau perlengkapan sekolah lainnya yang akan menyebabkan mereka bisa meraung-raung di sekolah.Â
Hal ini karena Siswa dengan kebutuhan khusus (ABK) autis sering mengalami kesulitan mengendalikan emosi atau memiliki respons berlebih ketika sebuah peristiwa terjadi tidak sesuai dengan rencana. Hal inilah yang memicu mereka menjadi emosional bahkan tantrum.
Anak dengan autis sebenarnya mampu berjuang untuk mengatasi emosi mereka tetapi juga sekaligus dapat dengan mudah mengalami kehancuran atau kesedihan mendalam saat mereka sedang merasakan sesuatu namun kesulitan untuk mengungkapkannya atau berdamai dengan apa yang dialaminya. Bahkan  dalam situasi yang kita anggap tidak terlalu atau sedikit rumit hal ini tidak berlaku bagi mereka. Sebagai Guru disekolah tentu saja tidak mudah untuk menenangkan mereka ketika mereka sedang dalam kondisi seperti ini.
Lalu apa yang sebenarnya menjadi penyebab anak dengan autis kesulitan dalam mengendalikan emosi mereka? Ada beberapa alasan mengapa anak dengan autis mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi mereka. Salah satu diantaranya adalah kemungkinan bahwa hal ini disebabkan karena adanya kelebihan sensorik atau mengekspresikan kemarahan, kecemasan atau frustasi. Anak dengan autis kurang mampu mengendalikan emosinya dibandingkan anak lain dan hal ini dapat menjadi penyebab ledakan emosinya.Â
Namun ada beberapa tehnik yang bisa disampaikan disini yang mungkin dapat membantu guru ataupun orang tua yang menangani anak-anak dengan autis merasa lebih dapat mengendalikan perasaan mereka.
1. Tetap tenang
Untuk membantu Siswa dengan kebutuhan khusus (ABK) autis, tentu saja kita harus bersikap tenang. Cobalah untuk menghindari supaya sikap emosional bisa muncul dengan melakukan banyak cara seperti membujuk atau mengalihkan perhatiannya meski hal ini tidak akan berlangsung lama. Semakin banyak kita menemukan tentang pemicu emosional yang mereka rasakan, maka akan semakin baik dalam melengkapi diri kita terhadap perubahan emosional yang anak autis rasakan secara tidak terduga. Kita dapat membantu mereka mengendalikan diri mereka sendiri dengan banyak memberikan mereka mainan yang ramah sensori seperti bola karet untuk diremas-remas, cerita-cerita lucu yang menyenangkan sambil terus membujuknya, lalu jika mereka tetap merasakan sensorik yang berlebihan, letakkan bantalan beban di pundak mereka agar mereka dapat teralihkan fokusnya dan mengenali sekitarnya.Â