Mohon tunggu...
Noeni Indah Sulistiyani
Noeni Indah Sulistiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Eksplorasi dunia literasi adalah hal yang paling menyenangkan dan ingin saya lakukan sepanjang waktu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukankah Tujuan Kita Berbeda?

24 Oktober 2024   17:14 Diperbarui: 24 Oktober 2024   17:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Manusia adalah makhluk paling kompleks yang pernah kutemui, mereka berpikir dan tumbuh sesuai dengan lingkungan yang mereka jelajahi. Kadang, aku berpikir sejauh mana batas dari makna kepuasan yang selalu manusia kejar-kejar sepanjang hidupnya. Pada akhirnya, aku menyimpulkan bahwa kepuasan itu sendiri tidak ada batasnya, jika manusia selalu menjadikan pencapaian orang lain sebagai tolok ukurnya. Kemudian aku menyadari sesuatu, bahwa aku juga termasuk salah satu dari jenis manusia itu.

Sore itu aku memilih untuk menghabiskan waktu dengan menggambar sembari duduk di bangku peron stasiun. Menunggu datangnya kereta api terakhir, seraya mencoba mengurai perasaanku yang sedang kacau. Hingga beberapa saat kemudian, seorang gadis asing duduk mengisi ruang kosong di sebelahku, ia menatap gambarku cukup lama seolah sedang menelisik sesuatu.

"Aku Celline," ia mengulurkan tangan.

Melihat aku tidak segera merespon perkenalannya, gadis bernama Celline itu kembali mengulurkan tangannya, kali ini lebih dekat dengan wajahku.

"Gue, Cello," pada akhirnya aku membalas uluran tangan itu.

Hening beberapa saat hingga gadis bernama Celline itu kembali duduk dengan normal, masih dengan senyumnya yang manis.

"Kamu lagi sedih, kah?" Tiba-tiba Celline bertanya.

Aku semakin panik mendengarnya, takut kalau gadis ini sebenarnya adalah seorang cenayang.

"Itu gambar kamu... ko dia menunduk dan sedih gitu..."

Mendadak seluruh energiku lenyap, fokus yang coba ku pertahankan sejak tadi hilang begitu saja. Aku ikut memandangi kertas yang ada di pangkuanku, tersenyum kecil tanpa sadar, karena gadis ini baru saja mengatakan sebuah fakta yang bersusah payah aku tolak keberadaannya.

"Dia kenapa sedih?" Celline kembali bertanya.

"Orang ini," Aku menunjuk seseorang yang ada dalam gambarku, menoleh ke arah Celline yang butuh penjelasan.

"Sedih, soalnya dia merasa tertinggal dari orang lain. Dia sedih karena meski banyak usaha yang sudah dilakukan, dia tidak bisa meraih apa yang orang lain dapatkan dengan mudah. Dia sedih karena merasa semua temannya sudah berjalan jauh di depannya, sementara ia masih di anak tangga yang sama dalam waktu yang lama."

Kulihat senyum itu luntur, Celline terlihat meneguk ludah beberapa kali sebelum meluruskan pandangannya ke depan, menatap kosong kereta yang datang dan pergi dengan cepat.

"Kamu lihat gak, di sana," Celline bersuara, ia menunjuk orang-orang yang tengah berdiri di peron, menunggu kedatangan kereta selanjutnya atau baru saja turun dari kereta yang berhenti dan bersiap melanjutkan perjalanan karena tujuan mereka sudah sampai.

Aku  tetap diam, menunggu gadis itu melanjutkan kalimatnya, jika ada.

"Beberapa orang memulai perjalannya dari stasiun ini, beberapa orang sudah berada di dalam kereta sebelum sampai di sini, berarti mereka memulai perjalanan dari stasiun yang berbeda. Kemudian, apakah mereka akan turun di stasiun yang sama? ga tuh, buktinya beberapa orang memilih turun di stasiun ini karena tujuan mereka ada di sini, bukan di akhir rute keretanya. Begitupun sisanya, mereka memiliki tujuan yang pasti beragam. Bahkan, ada yang harus berganti rute hingga transportasi karena tujuan yang ingin mereka datangi tidak bisa dicapai dengan kereta yang ini."

Aku termangu, hanya diam mendengarkan Celline yang terus berbicara.

"Maksudku, garis start setiap orang tidak pernah sama, begitupun tujuan mereka. Jadi, apa yang harus mereka lalui untuk mencapai tujuan itu juga pasti berbeda-beda. Sebagian orang dengan mudah mencapai tujuannya yang begitu jauh karena privilege yang mereka miliki, sebagian yang lain harus bersusah payah meskipun tujuannya dekat. Kamu, ga selalu bisa membandingkan dirimu dengan orang lain, yang waktu mulai, kemampuan, hingga tujuannya berbeda. Karena kamu pun mungkin ga tahu apa yang mereka lalui, berapa kali mereka harus ganti rute, berapa kali mereka salah jalan dulu untuk bisa sampai di tujuannya. Kita cuma menonton saat mereka mencapai garis finishnya aja."  

Napasku tercekat, kalimat panjangnya barusan terasa memukulku telak, entah menyadarkanku atau meloloskan perasaan denial yang selama ini menggerogoti hatiku.

"Lagian, apa sih sebenarnya yang kamu cari di hidup ini? Menurutku, setiap orang pasti memiliki definisi finish dan sukses yang berbeda dalam hidupnya. Mungkin ketika kita lihat dia sudah mencapai sesuatu, menurutnya itu baru tangga pertama yang berhasil ia capai, atau bahkan ga ada lima persen dari kesuksesan yang ia damba. Kemudian, saat kita merasa diri kita belum mencapai apa-apa, belum beranjak juga dari titik yang sama. Ternyata, kalau kita belajar mensyukuri dan  menikmatinya, belajar tidak selalu mematok tujuan yang sama dengan orang lain. Kita akan sadar kalau kita pun sudah melalui dan meraih banyak hal hebat di dalam hidup ini. Bisa tetap hidup dengan waras aja udah pencapaian, kan?"

Celline menoleh, raut wajahnya terlihat menelisik ekspresiku yang kini sulit digambarkan. Aku sendiri hanya terdiam, mencerna kata demi kata yang diucapkan gadis asing ini.

"Berhenti bandingin diri kamu sama orang lain, berhenti mengabaikan pencapaian-pencapaian kecil yang berhasil kamu raih. Kenapa harus orang lain yang jadi patokan, kenapa kita ga berusaha untuk jadi lebih baik dari diri kita yang kemarin aja?"

Celline mengucapkan salam perpisahan setelah mengajukan pertanyaan terakhirnya. Lantas ia meninggalkanku begitu saja, tanpa sempat mendengar terima kasih dariku atas banyak hal baik yang telah disampaikannya. Satu yang kuharap, aku dapat kembali bertemu dengannya, di suatu tempat yang menyenangkan nantinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun