Mohon tunggu...
Yuni Astuti
Yuni Astuti Mohon Tunggu... Perawat - Perawat, sedang belajar merawat hati anak dan keluarga

sedang belajar menulis, ibu dari 4 orang anak, perawat, yun.astuti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Ibu, Saya Lahir Lewat Mana..? (Pentingnya Pendidikan Seks bagi Anak)

11 November 2014   20:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ibu, adik itu lahirnya lewat mana sih..?" kira-kira demikian pertanyaan saya kepada ibu, ketika saya masih duduk di bangku SD,  saya sudah lupa kelas berapa kala itu.

Apa  jawaban ibu waktu itu..? Ya benar, ibu saya tidak menjawab dengan yang sebenarnya terjadi. Ibu saya tidak menjawab dengan jujur, lewat jalan mana saya dilahirkan. Yang masih kuingat ketika itu, ibu menjawab bahwa saya lahir melalui ketiak. Ketiak..? masa sih..,mana mungkin bisa..? ketiak itu khan buntu, tidak ada lubangnya..? demikian pertanyaan lanjutan saya. Lagi-lagi jawabannya, iya memang kamu lahir lewat ketiak. Ketika saya mau bertanya lagi, segera dipotong oleh ibu " sudah..., kamu segera mandi sana..!"

Di ketika lain, kuulang lagi pertanyaanku kepada simbah (nenek) saya. Jawabannya hampir sama, sama tidak masuk akal. Anak lahir melalui udel ( bhs. Jawa : pusar ). Nah khan.., tidak masuk akal bukan..? udel itu khan buntu juga. Bagaimana mungkin sesuatu keluar tanpa melalui lubang apapun..?

Kusimpan semua rasa heranku, sampai  akhirnya saya tahu dengan sendirinya jawaban yang tepat atas pertanyaanku. Jawaban itu terjawab ketika saya sudah memahami betul tentang proses pembuahan, melalui pelajaran Biologi.

Sekarang saya bisa memahami kenapa dahulu ibu tidak menjawab dengan yang sebenarnya. Saya bisa merasakannya sekarang,  betapa berat menjelaskan sesuatu yang kita rasa sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan. Demikian juga saya, ketika sudah menjadi ibu.

Saya mendapatkan pertanyaan yang sama persis dengan apa yang saya tanyakan dulu. Anak tengahku, perempuan kelas 4 SD menanyakan darimana dia bisa keluar dari dalam perut. Saat itupun saya agak gelagepan juga untuk menjawabnya. Untungnya, saya sedikit-sedikit sudah mempunyai bekal untuk menjawab pertanyaan "sulit" tersebut.  Dari hasil membaca dan beberapa pengalaman dari para pakar. Saya jelaskan saja bahwa kita lahir melalui alat kelamin wanita, ketika itu saya memberikan istilah "nunuk" untuk menyebut kemaluan wanita.

Waktu itu anak saya langsung tertawa terpingkal-pingkal sambil memperlihatkan ekspresi herannya. "Masa sih bu...? lewat nunuk...? lho berarti bau dong..!" demikian komentarnya. Karena yang dia pahami alat kelamin wanita hanyalah sebagai alat untuk mengeluarkan air kencing.

Sebenarnya salah juga memperkenalkan alat kelamin kepada anak dengan nama-nama yang aneh-aneh. Misalnya untuk laki-laki, biasanya kita menyebut alat kelaminnya sebagai "burung" atau mungkin "thithit" . Karena anak masih memiliki pola fikir yang konkrit, nyata dan apa adanya. Anak belum bisa berfikir secara abstrak. Anak akan bingung antara "burung" yang beneran dan "burung" yang ada pada tubuhnya.

Walaupun masih dengan istilah yang salah, saya sudah berusaha menjelaskan dengan yang sebenarnya terjadi. Dan ternyata, respon anak tidak seserem yang kita bayangkan. Terkadang kita sudah merasa "ngeres" dulu pikiran kita. Sehingga kita menganggap semuanya tabu untuk dibicarakan, jika topiknya sudah mengarah ke hal-hal yang berkaitan dengan alat kelamin.

Demikian juga saya, ketika anak saya mulai penasaran dan bertanya  tentang proses pembuahan, saya mulai gelagepan lagi untuk menjawab. Saya juga masih merasa ada ganjelan jika saya harus menjelaskan yang sesungguhnya. Takut  jika informasi yang saya sampaikan tidak sesuai. Atau dengan kata lain saya yang salah dalam menyampaikannya . Khawatir jika apa yang saya sampaikan belum sesuai dengan tumbuh kembangnya dan justru akan meyeret mereka ke dalam  perilaku yang negatif.

Suatu saat anak melihat ayam bertelur. Kemudian dia  bertanya " Ibu, apakah ibu juga punya telur?"

" Iya nak, ibu juga punya telur, tetapi telurnya ada di dalam perut"

"Kalau telur ayam bisa menetas karena ada ayam jago yang menikahinya (maksud dia mengawini). Ayam jago juga punya telur juga khan bu..?. Kemudian telur ayam jago dan ayam betina bertemu, dan telur menetas jadi anak ayam"  Anak saya kelas 5 SD, dia sudah sedikit mengerti tentang proses pembuahan pada binatang. Kemudian dia bertanya lagi, ini pertanyaan yang sulit saya jawab.

" Ibu khan punya telor, bapak juga punya telur. Terus, cara mempertemukannya bagaimana?" Wuaduh...! gimana ya...? karena saya bingung maka saya jawab saja begini " dengan cara disuntikkan, nak"

"Masa sih bu...? lha kapan menyuntikkannya, saya kok gak pernah lihat..?" ya iya lah...kamu memang gak boleh lihat , pikir saya dalam hati. " Suntiknya ketika ibu datang ke ibu bidan, jadi mbak Andin gak lihat'. itu jawaban saya, karena sudah mentok.

[caption id="attachment_374215" align="aligncenter" width="300" caption="acara yang manfaat banget (foto:yuni)"][/caption]

Menurut pakar tentang psikologi anak Ibu Adelina Anastasia A, S.Si., S.PSi. yang berkecimpung dalam bidang   jasa  pelayanan psikologi keluarga dan perlindungan anak, ternyata jawaban saya yang seperti itu salah. Karena semakin membuat anak penasaran dan tidak menemukan jawaban pasti. Ya..karena saya belum punya ilmu untuk menjawab.

[caption id="attachment_374230" align="aligncenter" width="300" caption="narsis dulu bareng Ibu Adel dan Ibu Kepala Sekolah (foto : yuni)"]

14156867411773294416
14156867411773294416
[/caption]

Ibu Adel hadir sebagai pembicara dalam sebuah acara Parenting Education di sekolah SD Islam Baitunnur Blora, tempat anak saya sekolah, dengan tema "Siap & Bijak Mendampingi Anak Menuju Remaja/Pubertas".  Saya termotivasi  hadir dalam acara tersebut karena saya harus belajar untuk bisa memberikan  jawaban yang tepat, kalau-kalau mendapat pertanyaan yang lebih sulit lagi dari anak saya, nantinya.

Akan lebih bijak jika kita menjelaskan dengan gambar atau mungkin tayangan video anak yang menjelaskan tentang proses pembuahan dan tanpa ada unsur pornografi. Dan ketika kita memberikan penjelasan, ekspresi wajah kita jangan sambil "cengengesan" atau sambil senyam-senyum, jelasnya. Ekspresi wajah kita biasa sajalah, kita gak usah heboh dan panik jika mendapatkan pertanyaan-pertanyaan sejenis. Hal ini akan membuat anak akan lebih bertanya-tanya lagi, ada apa...? Anak semakin penasaran.

Dan ternyata rasa penasaran anak tidak akan habis, jika belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Akan lebih bahaya lagi jika anak mencari jawaban lewat media yang hanya berupa gambar dan film tanpa ada penjelasan apapun. Anak bahkan mungkin akan meniru begitu saja sesuai  apa yang dilihatnya. Karena anak tidak pernah mendapat informasi mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.

Bunda, mungkin sudah saatnya kita untuk terbuka dan belajar tentang pentingnya pendidikan seks pada anak. Pendidikan seks bukan berarti kita ngajari mereka untuk melakukan aktifitas seksual. Jangan anggap tabu sex education, justru dengan bekal inilaj anak kita akan lebih aman.

Bisa memulai memberikan pendidikan seks ketika mereka masih usia balita. Kita kenalkan tentang bagian-bagian tubuh mereka masing-masing. Kenalkan juga tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Apa tanda dasar jika mereka sebagai laki-laki, demikian juga jika mereka perempuan. Kenalkan juga bagian tubuh mana yang wajib kita jaga. Setidaknya mereka tahu bahwa daerah payudara, pantat, alat kelamin  dan dubur adalah bagian tubuh kita yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang . Meskipun orang dewasa, guru ataupun orang terdekat sekalipun, kecuali orang tua kita. Itupun hanya untuk kepentingan yang sifatnya untuk membantu kebutuhan mereka. Misalnya ketika anak belum bisa (maaf) cebok setelah dari kamar kecil, maka orang tua boleh menyetuhnya.

Anak-anak korban sodomi, pelecehan seksual oleh guru, munculnya video porno  anak-anak SMP akhir-akhir ini sering kita dengar. Hal ini merupakan salah satu akibat kurangnya kita memberikan sex education pada anak. Sementara anak sudah terbiasa terpapar tayangan-tayangan yang berbau porno  baik sengaja ataupun tidak. Sehingga anak mudah terjatuh dalam perilaku asusila tanpa mereka sadari bahwa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang terlarang.

Salam belajar,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun