Kompasianival 2014 telah usai digelar lengkap dengan kepuasan dan kelelahan dari seluruh panitia dan tentunya para Kompasianer yang datang jauh dari luar kota, termasuk saya. Puas tentunya, acara yang sudah lama dinanti-nanti akhirnya terlaksana juga. Bahkan panitia rela berlembur-lembur ria demi suksesnya acara, salut untuk semua panitia. Capek dan lelah rupanya juga menjadi hal yang lumrah dialami oleh semua orang yang punya gawe besar. Baik tuan rumah ataupun tamu yang datang. Akan tetapi rasa capek dan lelah bisa tersamarkan dengan munculnya rasa puas yang mungkin lebih dominan. Setidaknya demikian yang saya rasakan sebagai peserta Kompasianival yang datang dari ujung Timur Jawa Tengah, Blora tepatnya.
Walau ada beberapa yang berkomentar "kurang", rasanya hal ini tidak akan mempengaruhiku untuk meniatkan datang lagi di Kompasianival di tahun mendatang. Yang mungkin jauh lebih heboh dan lebih narsis lagi. Saya sendiri kurang mengetahui pasti di mana letak "kurang"nya. Mungkin karena saya baru pertama kali mengikuti acara tersebut, sehingga saya tidak bisa membandingkan dengan acara yang digelar sebelumnya. Karena segala sesuatu akan nampak perbedaannya jika memiliki atau ada pembandingnya, atau mungkin lebih tepatnya tandingan. Saya lebih suka kata yang terakhir, sebab akhir-akhir ini di negara kita khan lagi musim "tandingan".
Eh, kembali dulu ke kata "kurang"...
Pada dasarnya semua manusia itu mempunyai sifat yang selalu mengeluh. Selalu merasa kurang. Yang kurus seperti saya, selalu mengeluh kurang gemuk. Demikian juga sebaliknya, yang (mungkin) gemuk selalu merasa kurang langsing. Yang sudah kaya masih merasa kurang kaya, bagaimana lagi dengan yang miskin...? Akan tetapi bagi koruptor yang sudah ketangkep dan diberikan kukuman 10 tahun misalnya, kira-kira masih merasa kurang lama gak ya..?
Sebenarnya tidak ada kata "kurang" jika seandainya saja kita bisa mensyukuri apa yang telah kita punya. Terkadang kita merasa sedih dan bersusah hati karena gaji kita merasa lebih kecil dibandingkan teman yang lain sesama kantor. Atau mungkin kita juga merasa kurang cantik dengan anugerah yang telah diberikan olehNya. Coba kita amati diri kita sendiri, kita akan menemukan berbagai kebahagiaan dari diri kita sendiri.
Setiap hari kita bernafas dengan normal, gratis pula..! Bukankan bernafas dengan gratis setiap hari itu sudah merupakan rezeki yang tak ternilai..? Detak jantung kita berdenyut setiap detik, setiap waktu tanpa harus menggunakan baterry ataupun harus di charge terlebih dulu. Apakah kita bisa membayangkan, seandainya paru-paru kita bisa kembang-kempis hanya jika ditopang alat saja..? Bagaimana jika seandainya alatnya rusak? Berapa rupiah yang harus kita keluarkan untuk sekedar "membeli" oksigen yang seharusnya bisa kita hirup secara gratis dan tanpa alat..?
Semua organ di tubuh kita bekerja sesuai fungsi masing-masing tanpa harus kita minta. Apakah ini bukan suatu bentuk kebahagiaan yang perlu kita syukuri setiap hari..? Manusia di bumi ini, memang aneh ya..diberi bentuk tubuh yang paling sempurna diantara makhluk yang lain. Diberikan akal, bahkan volume otak kitapun sepertinya yang paling besar kapasitasnya. Akan tetapi kenapa kita selalu merasa kurang..? Itulah manusia...makhluk yang paling suka protes.
Lha terus apa hubungannya dengan Kompasianival 2014..? iya ya...kok jadi ngelantur...
Begini..., kalau menurut saya Kompasianival kemarin tidak ada yang kurang. Justru saya mendapatkan lebih. Tidak hanya sekedar koper saya yang muatannya jadi berlebih, karena banyak oleh-oleh yang saya bawa pulang dari berbagai booth yang saya kunjungi. Ada yang lebih dari sekedar "lebih".
Banyak kenal dengan orang-orang sukses
Di Kompasianivallah saya bisa bertemu orang-orang pinter dan cerdas yang siap memimpin negara ini. Dari mulai Ahok, Ridwan Kamil, Ignasius Jonan dan Ganjar Pranowo. Bahkan sayapun rela berdempet-dempet dan tergencet dalam kerumunan Kompasianer atau bahkan nglesot hanya sekedar untuk bersalaman atau mengambil foto beliau-beliau. Siapa tahu berawal dari jabat tangan beliau, kesuksesan bisa mengalir lewat tangan ini...hi..hi..mimpi..!
Tak ketinggalan pula saja juga bertemu dan sedikit ngobrol dengan pendiri Kompasiana bapak Pepih Nugraha. Wuaah...! ada rasa yang gimanaaa gitu bisa bertemu dengan beliau. Saya bisa bertemu dengan beliau atas jasa baik bapak Dian Kelana yang sejak awal saya datang, beliau terepotkan oleh diri ini. Bagaimana tidak beliau yang menjemput saya, mengantar sampai tempat mbak Seneng Utami dan juga membeikan tumpangan gratis dari mulai berangkat sampai pulang dari TMII tempat Kompasianival digelar. Terimakasih bapak.., mbak Seneng, terimakasih hotel gratisnya.
Iya..hampir lupa, ketemu juga dengan Kang Isjet. Ketemu sudah malam, karena beliau super sibuk. Belum lagi ketemu para admin yang cantik-cantik, aduuuh..makin girang diriku..Apalagi bisa bertemu Bapak Tjiptadinata Effendi serta Ibu Roselina, masih ditambah dapat tanda tangan di buku beliau, wuuiiih...jadi makin semangat belajar untuk menghargai hidup..!
Meskipun kita hanya saling kenal lewattulisanternyata kopdar tersebut lebih mendekatkan tali persaudaraan. Begitu kita bertemu wajah, kita bisa langsung akrab layaknya teman lama. Dan yang saya rasakan, lebih dari sekedar teman. Melebihi saudara malah...!
Mengail ilmu, menuai hikmah
Banyak sekali ilmu yang kudapat di sana. Baik ilmu yang sifatnya teoritis maupun ilmu kehidupan . Ilmu yang bersifat teori saya lebih suka menyebut ilmu dunia, itu kudapat dari beberapa buku yang disediakan masing-masing booth. Meski tidak semuanya saya kunjungi.
[caption id="attachment_380529" align="aligncenter" width="600" caption="Salah satu buku yang memberi saya tambah ilmu (dok. pri)"][/caption]
Yang lebih menarik lagi adalah ilmu kehidupan. Dengan mengenal beberapa Kompasianer lebih dekat, ternyata banyak memberikanku ilmu hidup, dan ini lebih bermakna. Karena ilmu ini tidak mungkin di dapat dari kampus manapun. Dan rupanya do'aku dikabulkan Dia Yang Di Atas. Setiap akan pergi kemanapun, dalam hati selalu saya mohon agar selama dalam perjalanan ataupun sampai kembali pulang, saya diberikan perubahan yang bisa membuat saya menjadi lebih baik, sekecil apapun perubahan itu. Dan ternyata betul, banyak hikmah yang bisa kuambil dari Kompasianival.
Yang masih terngiang dalam ingatanku adalah ungkapan manis dari Bapak Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan kita yang baru. Beliau menyampaikan bahwa seandainya kita selalu berusaha untuk melakukan satu kebaikan saja dalam satu hari, maka Indonesia kita akan menjadi hebat. Tidak usah muluk-muluk, dimulai dari hal-hal kecil saja. Memungut sampah di jalan misalnya. Okelah Pak Jonan, saya akan belajar ilmu barumu..walau mungkin sulit dipraktekkan, tetapi sepertinya wajib kita coba. Satu hari, satu kebaikan.
Masih ada satu lagi, setiap malam sekitar jam satu atau dua dini hari saya selalu terima sms tentang ajakan sholat tahajud, sesuatu banget ini bagi saya...Lha wong sholat wajib saja saya sering molor-molor waktunya, apalagi tengah malam. Terimakasih sekali lagi atas ilmu akhiratnya..
Kalau sms terjawab berarti saya bisa terbangun dan sholat, jika tidak, berlaku sebaliknya. Namanya juga masih belajar hidup..Dan yang lebih bermanfaat bagi saya adalah bahwa mata saya yang sepertinya agak sipit ini menjadi lebih lebar dalam menatap kehidupan ini. Ternyata banyak sekali arti hidup, yang sebelumnya mungkin belum pernah tercatat dalam agenda kehidupan saya selama ini.
Inilah yang saya sebut sebagai syndroma. Kalau menurut istilah medis syndrome berarti sekumpulan gejala yang muncul pada diri seseorang. Bisa berupa pusing, mual, nyeri kepala, dada berdebar-debar dan lain sebagainya. Itu syndrome yang berkaitan dengan penyakit. Tetapi di Kompasianival 2014 saya lebih bisa merasakan adanya syndrome kebaikan. Kumpulan kebaikan hidup yang bisa diambil hikmahnya. Semoga syndrome ini akan terusmenjangkiti hidup saya, amiin..Terimakasih Kompasianival...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H