Toleransi ini saya rasakan dan lihat dengan mata kepala sendiri. Masjid dan gereja dengan lokasi berdekatan menjadi pemandangan umum di Manado. Mereka tidak saling mengganggu saat beribadah atau menggunakan pengeras suara.
Hari raya dua agama juga berjalan dengan penuh kehangatan. Saat Idulfitri, pemuda gereja seringkali mengamankan lokasi ibadah salat Ied dengan penuh tanggung jawab.
Begitu juga sebaliknya. Saat Natal tiba, pemuda muslim bergantian menjaga keamanan di sekitaran gereja agar umat Kristen bisa beribadah dengan tenang dan nyaman.
Saat Lebaran tiba, tidak jarang umat Kristen menyiapkan kue di rumahnya untuk menghormati warga beragama Islam yang kebetulan datang bertandang. Ucapan selamat hari raya datang dari mereka yang tidak memiliki keyakinan yang sama.
Selama lebih dari tiga tahun bertugas di Manado, saya tidak pernah terdengar berita konfilik antarumat beragama. Semuanya hidup damai dan rukun tanpa memandang status agama. Kita bisa berkawan dan bersaudara dengan siapa saja.
Menurut saya, itulah esensi kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang ideal. Berbagai suku dan budaya tidak semestinya membuat kita terpecah belah. Justru sebaliknya, perbedaan itu perlu disyukuri dan menjadi perekat di antara warganya.
Kalau kamu bagaimana? Pernah ke Manado juga? Tulis pengalamannya di kolom komentar, ya! [Adhi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H