Umat muslim meyakini bahwa kehidupan yang sesungguhnya, yang abadi dan tak lekang dimakan kala, adalah kehidupan di akhirat nanti. Satu-satunya cara untuk memperoleh kehidupan bahagia di akhirat nanti ialah memperoleh pertolongan dan ampunan-Nya.
Nah, pertolongan dan ampunan Tuhan akan datang ketika kita tunduk dan patuh. Salah satu bentuk ketundukan kita sebagai hamba adalah menjalankan perintahnya, termasuk dalam urusan ibadah.
Keberadaan dunia yang hanya sesaat ini kemudian dilukiskan Bimbo dalam bait kedua. Bunyinya, "Hamba tunduk dan sujud, di atas sajadah yang panjang ini, diselengi sekedar interupsi."
Saya menduga, frasa "sekedar interupsi" tadi menggambarkan kehidupan dunia. Dunia diibaratkan interupsi sesaat yang keberadaannya tidak boleh membuat kita meninggalkan sajadah panjang.
Seenak-enaknya nikmat dunia, jangan sampai merusak amal ibadah yang kita kumpulkan untuk bekal akhirat. Secinta-cintanya kita pada dunia, jangan sampai melalaikan kita dari kewajiban menghamba kepada-Nya.
Dalam konteks itu pula, lagi-lagi, bulan Ramadan menjadi momentum yang amat baik untuk kembali mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia itu bersifat fana. Ada kehidupan akhirat yang menanti dan saldonya perlu dipertebal dengan amal ibadah.
Menyentuh Hati
Kelebihan lain dari "Sajadah Panjang" adalah nuansa lirih yang ditawarkannya. Denting gitar Atjil dan Guntur dalam lagu "Sajadah Panjang" dijamin membuat hati siapa pun yang mendengar tersentuh.
Saya menduga banyak orang bertobat gara-gara mendengar "Sajadah Panjang".
Yang berlumur dosa segera mengambil wudu, lantas salat dan bersujud mengakui segala maksiat yang pernah dilakukannya. Seraya berjanji tidak akan pernah mengulanginya kembali hingga ajal datang menjemput.