Yang paling standar adalah telur, bakso, dan sosis. Kalau mau sedikit mewah, bisa ditambahkan ati-ampela dan daging ayam. Di beberapa restoran malah lebih gila lagi. Keju mozarella didapuk jadi topping pada menu nasi gila.
Sejarah nasi gila juga terbilang bernuansa sederhana. Konon kabarnya, di Negeri Panda kuno, seorang koki tidak tega membuang makanan bekas hidangan raja. Masih tertinggal seperempat pirin nasi dan beberapa makanan sisa.
Koki itu kemudian berpikir kreatif. Dia mencoba membuat kreasi makanan dengan bahan-bahan sisa tadi. Makanan sisa tadi dicampur jadi satu dan digoreng kembali dengan tambahan kecap asin.
Tidak disangka, ternyata rasanya enak. Raja pun menyukainya. Kebiasaan itu terus berlanjut dan lama-kelamaan menjadi budaya.
Pada akhir 1990-an, tanpa sengaja resep koki Tiongkok tadi diadopsi oleh pedagang kuliner kaki lima di bilangan ibukota Jakarta. Dinamakan nasi gila karena tidak ada pakem khusus dalam membuatnya. Bahan-bahan apa saja bisa dicampur. Gila.
Sejarah panjang tadi akhirnya sampai kepada saya yang kala itu tengah duduk di bangku kuliah. Berbekal tekad berhemat dan bermodal sok tahu, akhirnya terciptalah nasi gila ala anak kos.
Cara membuatnya mudah. Pertama-tama panaskan minyak, buat telur orak-arik, kemudian sisihkan. Ronde kedua, tumis bawang bombai, bawang putih, dan cabai hingga layu.
Selanjutnya, masukkan bahan-bahan makanan apa saja yang kamu suka. Favorit saya bakso dan sosis instan. Alasannya, tentu saja bisa mudah dibeli di warung sebelah dengan harga murah. Jangan lupa tambahkan saus tiram, kecap asin, dan saus sambal secukupnya. Aduk hingga kecoklatan.
Berikutnya tambahkan bumbu-bumbuan. Garam, gula pasir, dan merica. Terakhir, masukkan telur orak-arik yang tadi sudah disisihkan. Aduk-aduk hingga semua bumbu menyatu, kemudian sajikan dengan nasi hangat yang dimasak pakai penanak nasi.
Gampang, kan?