Puasa ibarat selotip nastar. Hawa nafsu dalam diri ditutup dan dibentengi dengan ibadah puasa. Supaya kemurnian hati terjaga. Supaya kita jadi makhluk yang pandai mengendalikan hawa nafsu.
Semakin rekat balutan selotipnya, semakin terjaga pula isi nastarnya. Semakin sempurna kita menjalankan ibadah puasa, semakin terpelihara pula hawa nafsu dan kesucian diri di dalam jiwa.
Sehingga ketika benteng bernama puasa itu dibuka saat Lebaran tiba, kita sudah berubah menjadi manusia yang pandai mengendalikan hawa nafsu. Pola pikir kita telah berganti dari semula mementingkan diri sendiri, menjadi bermanfaat bagi orang banyak.
Orang yang benar-benar menjalan ibadah puasa Ramadan selama sebulan penuh, tentu pandai mengendalikan hawa nafsu. Tidak lagi diumbar, melainkan disalurkan pada perilaku yang bernilai positif. Pada tindakan yang punya manfaat bagi orang banyak.
Maka pertanyaan terbesarnya, sudahkah kita memaknai amsal selotip nastar dengan benar?
Saya pribadi berdoa, semoga setiap orang yang membaca artikel ini termasuk ke dalam barisan orang-orang yang disucikan kembali. Dan semoga kita panjang umur dan dipertemukan kembali dengan Ramadan berikutnya.
Selamat ber-Lebaran. Mohon maaf lahir dan batin. [Adhi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H