Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Catatan Kue Lebaran: Dari Lidah Kucing Hingga Brownies Keju

21 April 2023   22:38 Diperbarui: 21 April 2023   22:49 4399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biskuit Khong Guan begitu mendarah daging bagi keluarga Indonesia. (sumber: khongguan.co.id)

Ada dua alasan mengapa kue Lebaran selalu terasa spesial. Pertama, karena disajikan secara khusus untuk merayakan Hari Kemenangan. Yang kedua, lantaran disantap bersama keluarga tercinta.

***

Dari sisi ekonomi, pelaku usaha kerap memanfaatkan dua alasan sarat emosional itu untuk menjual kue Lebaran. Tak heran, bisnis kue Lebaran terbilang begitu menggiurkan.

Anang, salah satu pemilik toko kue di Tangerang Selatan, seperti dilansir Kompas.com, memprediksi omzetnya bakal naik hingga lima puluh persen. Selain karena faktor kenaikan harga, lonjakan permintaan selama Ramadan dan jelang Idulfitri juga turut melatarbelakangi prediksinya.

Di tingkat konsumen, menyuguhkan kue Lebaran saat Idulfitri telah menjadi nilai kultural. Rasanya belum afdal kalau tidak ada nastar, kastangel, kue salju, atau kue sagu di meja tamu. Rasanya kurang pas kalau belum mengirim bingkisan kue Lebaran kepada rekan bisnis atau sejawat jelang Hari Kemenangan.

Berbagi kue Lebaran sudah membudaya di Indonesia. (sumber: dokumentasi pribadi)
Berbagi kue Lebaran sudah membudaya di Indonesia. (sumber: dokumentasi pribadi)

Bisa dikatakan, budaya suguh-menyuguhi kue Lebaran bernilai positif. Pasalnya, Nabi mengajarkan kita untuk saling berbagi kudapan. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi berpesan, jika memasak makanan berkuah, perbanyaklah kuahnya, dan bagikan kepada tetangga.

Selain faktor anjuran Nabi, budaya halalbihalal, mudik, dan saling berkunjung ke handai taulan turut menaikkan derajat kue Lebaran. Untuk menghargai tamu dan saudara yang datang ke rumah, sajian kue Lebaran adalah solusi jitu yang dipilih rumah tangga mana pun di negeri kita.

Untung saja, khazanah kuliner Nusantara begitu melimpah. Fakta itu turut memberi warna dan memperkaya pilihan sajian kue Lebaran di negeri kita. Mulai dari lidah kucing, kue semprit, kue kacang tanah, kue putri salju, nastar, kue sagu, kue satu, kembang goyang, biji ketapang, hingga yang paling klasik: biskuit Khong Guan.

Biskuit Khong Guan begitu mendarah daging bagi keluarga Indonesia. (sumber: khongguan.co.id)
Biskuit Khong Guan begitu mendarah daging bagi keluarga Indonesia. (sumber: khongguan.co.id)

Tenang. Artikel ini tidak sedang disponsori oleh biskuit Khong Guan, kok. Saya sebut demikian karena guyonan dan meme biskuit Khong Guan begitu mendarah daging. Mulai dari pertanyaan ke mana perginya Sang Bapak, hingga prank kaleng Khong Guan yang tidak lagi berisi biskuit.

Apa pun itu, kita patut bersyukur. Kekayaan kuliner membuat Indonesia menjadi negara dengan alternatif sajian kue Lebaran nomor satu di dunia. Dengan kata lain, tidak ada negara lain di belahan bumi mana pun yang sanggup menandingi ragam sajian kue Lebaran Nusantara.

Sehingga, kita punya banyak pilihan sajian kue Lebaran saat merayakan Hari Kemenangan. Di antara banyaknya pilihan sajian kue Lebaran, layaknya klub sepakbola, tentu kita punya pilihan favorit. Bisa serupa, bisa juga berbeda. Sah-sah saja.

Dengan demikian, sampailah kita pada inti artikel. Apa sajian kue Lebaran favorit saya? Well, sejujurnya banyak. Tapi saya pilih tiga saja supaya Anda tidak bosan. Setuju?

Pertama: Lidah Kucing

Di antara banyaknya pilihan sajian kue Lebaran, lidah kucing menjadi favorit saya dan istri. Sejujurnya, kami tidak pernah menyantap lidah kucing saat Lebaran. Karena begitu membeli atau mendapat lidah kucing, saat itu juga langsung kami habiskan.

Faktor rasa yang membuat kami suka banget dengan lidah kucing. Rasa manis beraroma mentega memang pas di lidah kami. Sekali makan, rasanya tidak pernah bisa berhenti. Sampai-sampai tidak sabar, ternyata langsung ludes.

Lidah kucing. (sumber: Shutterstock/Rizvisual)
Lidah kucing. (sumber: Shutterstock/Rizvisual)

Di mata kami, kudapan berbentuk pipih ini memang begitu menarik. Bahan-bahannya sederhana, tapi rasanya juara. Terbuat dari tepung terigu, gula halus, telur, mentega, vanili, dan pewarna makanan.

Jika menilik bentang sejarah, lidah kucing ternyata bukan kue asli Indonesia. Para meneer Belanda yang membawa kue bernama asli Kattetong ini ke Bumi Nusantara. Pada era kolonial, lidah kucing banyak disajikan oleh keluarga bangsawan dan elite kolonial dalam acara-acara resmi.

Oleh orang kita, derajat lidah kucing diturunkan. Dibuat merakyat, istilah kerennya. Tidak rela hanya tersedia di meja para penjajah, lidah kucing pun turut disajikan setahun sekali saat Lebaran.

Kedua: Nastar

Rasa-rasanya kue nastar adalah kue sejuta umat. Apalagi ketika Lebaran. Kue nastar banyak disajikan di keluarga mana pun di Indonesia. Saya pun memilih nastar sebagai kue favorit nomor dua. Rasanya manis dan legit, dengan aroma mentega yang kuat.

Sama seperti lidah kucing, ternyata kue nastar bukan berasal dari Indonesia. Adalah penjajah Belanda era kolonial yang membawa kue ini ke Tanah Air.

Dalam bahasa belanda, nastar terdiri dari dua kata. Pertama, ananas, yang artinya buah nanas. Yang kedua, taartjes, yang berarti kue. Jika mau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, nastar berarti kue nanas.

Kue nastar. (sumber: dokumentasi pribadi)
Kue nastar. (sumber: dokumentasi pribadi)

Sejarah mengatakan, nastar tercipta secara kebetulan. Ketika meneer Belanda ingin membuat kue pie, mereka kesulitan menemukan selai blueberry, stroberi, atau apel di Indonesia.

Tidak habis akal, mereka kemudian mencari buah tropis di Nusantara. Singkat cerita, ketemulah buah nanas. Rasanya asam, manis, dan segar; sehingga cocok untuk menggantikan peran buah blueberry, stroberi, maupun apel.

Orang kita kemudian memodifikasi bentuk nastar. Dari semula berukuran besar, layaknya pie, orang kita menggantinya dengan ukuran yang lebih kecil. Supaya ketika disajikan, lebih banyak orang yang bisa mencicipi.

Sama seperti lidah kucing, dalam perkembangannya, nastar kian merakyat. Tidak terbatas disajikan di acara-acara besar saja, nastar umum tersedia di meja tamu keluarga mana pun di Indonesia.

Ketiga: Brownies Keju

Kue favorit saya yang ketiga terbilang jarang kita jumpai saat Lebaran. Lebih banyak dibeli orang sebagai buah tangan. Tapi bagi yang suka, seperti saya, ini adalah salah satu kue wajib yang mesti tersedia.

Sama seperti lidah kucing dan nastar, brownies juga bukan kue asli Indonesia. Brownies berasal dari Negeri Paman Sam. Kue panggang ini umum disajikan di bar-bar Amerika Serikat sebagai camilan.

Brownies keju. (sumber: Shutterstock/Darinol)
Brownies keju. (sumber: Shutterstock/Darinol)

Awalnya, brownies hanya tersedia dalam satu varian saja. Yakni brownies panggang berbahan dasar cokelat. Dalam perkembangannya, kita banyak menemukan varian brownies lainnya.

Cara pembuatannya pun dimodifikasi. Selain panggang, brownies kukus banyak kita jumpai di berbagai daerah di Indonesia. Sebut saja Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kendati punya beragam jenis, yang saya suka adalah brownies keju. Karena saya memang pecinta keju. Apalagi kalau dikombinasikan dengan brownies cokelat. Rasanya kian mantap.

Epilog

Ada satu yang tidak boleh terlewat ketika menyantap sajian kue Lebaran. Apalagi kalau bukan keluarga dan handai taulan? Sebab esensi berbagi sajian akan terasa makin klop jika dilakukan bersama keluarga.

Setelah tiga tahun terakhir tidak bisa pulang kampung karena pandemi Covid-19, akhirnya tahun ini saya pulang. Saya bersyukur kepada Tuhan karena masih diberikan kesempatan menyantap sajian kue Lebaran bersama keluarga tercinta.

Alhamdulillah. [Adhi]

Menyambut lebaran bersama keluarga. Tanpa mereka, sajian kue Lebaran tak berarti apa-apa. (sumber: dokumentasi pribadi)
Menyambut lebaran bersama keluarga. Tanpa mereka, sajian kue Lebaran tak berarti apa-apa. (sumber: dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun