Akan tetapi, kuning bukan sembarang kuning. Warna kuning dari baju Lebaran saya punya motif khusus. Penjualnya bilang, itu motif tenun khas Medan, menyerupai motif yang ada di kain Ulos.
Dengan kata lain, ada nilai-nilai budaya Nusantara pada baju yang akan saya kenakan saat Lebaran. Sebagai warga negara yang baik, tentu saya bangga bisa memperkenalkan dan mempromosikan wastra busana lewat sepotong baju yang saya kenakan di Hari Lebaran.
Atasan sudah. Sekarang, mari kita beralih ke bawahan.
Bawahan yang saya pakai adalah celana panjang jenis chino. Sedang tren digunakan oleh penggemar K-Pop. Warnanya beige, atau krem muda. Warna ini kerap diasosiakan dengan penghormatan dan kerendahan hati.
Warna beige juga melambangkan fleksibilitas, dapat diandalkan, dan memancarkan rasa tenang. Orang yang memandangi warna krem tidak akan merasa terintimadasi atau terganggu. Sebab warna krem akan terasa lembut di mata.
Bagi saya, warna krem cocok dengan suasana Lebaran. Ketika ibadah Ramadan tuntas ditunaikan, maka seorang manusia kembali suci dari dosa. Sikap rendah hati kian terpupuk setelah terbiasa menahan hawa nafsu selama sebulan penuh.
Namun demikian, menurut saya, satu hal yang paling pokok saat berpakaian adalah rasa nyaman. Buat apa pakai baju bagus kalau kepanasan? Untuk apa gaya-gayaan kalau ternyata tidak nyaman dikenakan? Setuju, kan?
Oleh sebab itu, pakaian yang saya kenakan bersifat nyaman. Nyaman digunakan untuk menunaikan salat Idulfitri. Nyaman pula dipakai saat bersilaturahmi. Bahannya tidak panas dan menyerap keringat.
Apalagi kita adalah barisan manusia yang tinggal di garis khatulistiwa. Rasa nyaman dalam berpakaian adalah hal yang mesti diprioritaskan. Salah-salah memilih pakaian, bisa berakibat kepanasan. Jikalau sudah seperti itu, Lebaran pun bakal kurang nyaman.
Luruskan Niat