Anak-anak desa pasti jarang atau bahkan belum pernah mengakses ponsel. Sehingga hiburannya masih bertumpu pada aktivitas tatap muka. Termasuk sahur keliling.
Dari cerita itu pula, aku bersyukur. Untung saja aku tumbuh remaja di era 90-an. Era ketika segala macam hiburan masih bergantung pada kegiatan tatap muka. Termasuk sahur keliling.
Sekarang, budaya sahur keliling sudah kian memudar. Tahun lalu, Pemkot Surabaya bahkan melarang warganya melakukan sahur keliling. Membangunkan sahur cukup dengan pengeras suara di masjid.
Memang, sih, alasan Pemkot Surabaya melarang sahur keliling adalah mencegah penyebaran Covid-19. Dapat dipahami, lantaran kala itu aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum dicabut. Tapi tetap saja, budaya sekaligus hiburan yang subur sejak dulu, kini tengah mengalami degradasi.
Hiburan yang dulu biasa dilakoni, kini jadi tak biasa lagi. Itulah sahur keliling. Ada lagi? [Adhi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H