Saya percaya, kalau memang rezeki, pasti rumah dan mobil akan terbeli. Yang penting, ikhtiar menjaga kebiasaan menabung dan menahan pengeluaran tetap dilakoni. Dengan sendirinya, apa pun keinginan kita pasti bakal terwujud.
Namun di atas itu semua, perubahan paling mendasar yang saya rasakan ketika menjalani hidup bebas utang adalah menghilangkan kebiasaan bermudah-mudah dalam berutang. Utang memang tidak dilarang, tetapi menganggap enteng utang bisa berakibat fatal.
Sekarang saya tanya, apa pendapat kalian tentang pengemplang utang? Bermulut manis saat meminta pinjaman, pura-pura tidak kenal saat ditagih membayar. Sebel, kan?
Nah, daripada saya tergelincir jadi pengemplang utang, lebih baik saya menghindari utang. Sekalipun berniat baik membayar utang, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sebab dengan berutang, kita menggadaikan penghasilan masa depan yang jumlahnya belum pasti, dengan angsuran saat ini yang jumlahnya sudah pasti.
Lebih baik syukuri saja apa yang ada. Jangan lagi terjerat utang hanya karena menuruti keinginan, yang sebenarnya, jauh melebihi kemampuan. Bukankah manusia itu makhluk yang tidak mengenal kata puas? Sudah punya satu gunung emas, pasti mencari gunung emas berikutnya.
Meninggalkan utang membuat hasrat untuk memiliki segalanya tandas tak berbekas. Dengan begitu, kita bisa lebih mensyukuri rezeki yang Tuhan berikan. Dan yang terpenting, kita terbebas dari utang dunia saat menghadap-Nya kelak. Sudah siap? [Adhi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H