Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Wisata Religi di Negeri Serambi Madinah

13 Mei 2018   01:37 Diperbarui: 13 Mei 2018   01:47 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Istri di pelataran Masjid Walima Emas. Blok berwarna hitam di samping tangga pelataran bertuliskan nama bulan dalam kalender Hijriyah. | Dokumentasi Pribadi.

Siapa yang pernah ke Gorontalo? Ya, Provinsi yang dijuluki Negeri Serambi Madinah ini mungkin masih asing bagi kebanyakan orang. Namun, bagi Anda yang gemar traveling ke pelosok Nusantara, Gorontalo siap memikat hati melalui limpahan wisata religi.

Takjub! Keramik persegi empat ukuran besar berwarna putih keabu-abuan ini sungguh mengilap. Samar-samar Saya bisa melihat decak kekaguman sendiri dari pantulannya. Garis lurus tipis di antara sambungan keramik, berjajar rapi memenuhi ruangan yang luas. Menopang kokoh pilar berbentuk silinder yang menjulang hingga ke langit-langit yang melengkung indah, seraya menyambut Saya dan Istri di terminal kedatangan.

Bandara Djalaluddin ternyata sudah banyak berubah, pikir Saya.

Bandara Djalaluddin di Gorontalo. Bangunan terminal baru bandara kebanggaan masyarakat Gorontalo yang diresmikan pada tahun 2016 ini benar-benar mengubah citranya. Dari semula sesak dan sumpek, menjadi lega, bersih, lagi modern. | Sumber : RRI
Bandara Djalaluddin di Gorontalo. Bangunan terminal baru bandara kebanggaan masyarakat Gorontalo yang diresmikan pada tahun 2016 ini benar-benar mengubah citranya. Dari semula sesak dan sumpek, menjadi lega, bersih, lagi modern. | Sumber : RRI
Bangunan terminal baru bandara kebanggaan masyarakat Gorontalo yang diresmikan pada tahun 2016 ini benar-benar mengubah citranya. Dari semula sesak dan sumpek, menjadi lega, bersih, lagi modern. Sontak membangkitkan kembali gairah traveling setelah lelah menempuh perjalanan dengan pesawat udara. Tentu saja, bukan kemegahan bandara yang kami cari kali ini, melainkan pesona objek wisata.

Gorontalo berada di Kawasan Timur Indonesia, tepatnya di Pulau Sulawesi. Posisinya terapit di antara dua Provinsi yang sudah ada terlebih dahulu, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Jika diibaratkan manusia, Gorontalo terhitung masih remaja. Usianya belum genap 18 tahun. Sebelumnya, Gorontalo merupakan bagian dari Sulawesi Utara.

Layaknya seorang remaja yang punya banyak potensi, Gorontalo juga memiliki beragam objek wisata, mulai dari wisata bahari hingga religi. Perpaduan keduanya tentu saja sungguh memikat hati. Sesuai judul di atas, kali ini Saya akan mengulas wisata religi ketimbang pesona bahari. Tapi tenang saja, ulasan Saya mengenai salah satu objek wisata bahari di Gorontalo dapat Anda baca di sini.

Masjid Walima Emas

Masjid Walima Emas terletak di Desa Bongo, sebuah desa kecil yang berada di pesisir Teluk Tomini. Berjarak hanya sekitar 1,5 jam perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan roda empat dari bandara Djalaludin. Jika dari pusat kota Gorontalo, jaraknya menjadi lebih singkat, hanya setengah jam.

Dalam perjalanan menuju Masjid Walima Emas, Anda akan menyusuri Jl. Yos Sudarso yang terhampar memanjang di pesisir barat Sungai Bone. Jangan sampai tertidur! Karena di sini Anda akan melewati salah satu kampung unik di Gorontalo, yaitu kampung 'rebonding'. Ya, sesuai namanya, kampung ini dipenuhi puluhan usaha salon yang menawarkan jasa rebonding, alias meluruskan rambut ikal dan keriting.

Salah satu salon di Kampung Rebonding di Jl. Yos Sudarso, Gorontalo. | Sumber : DeGorontalo.co / Syam Terrajana
Salah satu salon di Kampung Rebonding di Jl. Yos Sudarso, Gorontalo. | Sumber : DeGorontalo.co / Syam Terrajana
Menurut supir lokal yang juga merangkap sebagai pemandu wisata kami kali ini, kampung rebonding merupakan refleksi geliat ekonomi masyarakat setempat seiring dengan maraknya tren rambut lurus pada awal tahun 2005. Sejak alat catokan menembus pasar elektronik Gorontalo, warga, khususnya wanita, berbondong-bondong ingin memiliki rambut lurus. Ini yang menyebabkan warga kreatif di sepanjang Jl. Yos Sudarso membuka usaha salon rebonding. Saat menjelang lebaran, sudah pasti salon-salon ini akan terisi penuh.

Lelaki Gorontalo ternyata suka wanita berambut lurus, gumam Saya.

Melewati kampung rebonding, Anda akan menempuh jalan menanjak dan meliuk-liuk khas dataran Sulawesi. Ditemani segarnya warna hijau pepohonan dan aroma asin khas lautan biru. Teruslah menanjak menelusuri bukit hingga terlihat sebuah bangunan berkubah emas yang berdiri gagah tepat di bibir tebing.

Seperti namanya, masjid bertingkat dua yang dibangun pada tahun 2008 ini memiliki kubah yang dikelir dengan warna emas. Ketika Anda menyusuri tangga utama memasuki pelataran masjid, pada sisi kiri dan kanan Anda akan disambut dengan susunan blok berwarna hitam bertuliskan nama-nama bulan kalender Hijriyah.

Pemandangan Teluk Tomini dari Masjid Walima Emas di Gorontalo. Letak Masjid Walima Emas berada di atas bukit, memungkinkan Anda untuk melihat laut lepas. | Dokumentasi Pribadi
Pemandangan Teluk Tomini dari Masjid Walima Emas di Gorontalo. Letak Masjid Walima Emas berada di atas bukit, memungkinkan Anda untuk melihat laut lepas. | Dokumentasi Pribadi
Selama di pelataran utama, jangan lewatkan pula pemandangan laut lepas yang memikat. Karena letaknya di atas bukit dengan ketinggian sekitar 250 meter di atas permukaan laut, Anda bisa melihat semenanjung Teluk Tomini dengan baik. Menggambarkan dengan jelas kehidupan masyarakat pesisir nan bersahaja dalam suatu perspektif tinggi, yang kali ini tampak sangat mungil dan tidak berdaya. Seraya bersusah payah menahan gempuran ombak dari lautan luas yang seakan tidak bertepi.

Mungkinkah seperti ini ketika Tuhan melihat hamba-Nya? Tanya Saya dalam hati.

Penulis bersama Istri di pelataran Masjid Walima Emas. Blok berwarna hitam di samping tangga pelataran bertuliskan nama bulan dalam kalender Hijriyah. | Dokumentasi Pribadi.
Penulis bersama Istri di pelataran Masjid Walima Emas. Blok berwarna hitam di samping tangga pelataran bertuliskan nama bulan dalam kalender Hijriyah. | Dokumentasi Pribadi.
Setelah puas memandang lautan luas, segera naik ke lantai dua. Disini Anda bisa mengambil gambar kubah masjid berwarna hitam dengan garis berbentuk tonjolan kecil berwarna emas. Sebanyak empat kubah kokoh di setiap sudutnya, seraya menjaga 1 kubah utama di pusat. Menurut berbagai sumber, bentuk kubah masjid ini memang didesain menyerupai kolombengi, kue khas Gorontalo.

Istri penulis di depan Kubah Masjid Walima Emas. Kubah masjid didesain dengan bentuk menyerupai Kolombengi, kue khas Gorontalo. | Dokumentasi Pribadi.
Istri penulis di depan Kubah Masjid Walima Emas. Kubah masjid didesain dengan bentuk menyerupai Kolombengi, kue khas Gorontalo. | Dokumentasi Pribadi.
Ada ritual unik yang dilakukan oleh warga Bongo. Setiap tahun, warga menyelenggarakan festival walima dalam rangka memperingati Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW. Warga membawa iring-iringan kue kolombengi ke masjid dan membagikannya kepada warga yang datang.

Seperti tempat ibadah pada umumnya, Anda tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk masuk ke Masjid Walima Emas. Namun demikian, disediakan kotak sedekah tepat di depan tangga utama bagi Anda yang ingin berbagi rejeki. Tidak ada salahnya bukan? Hitung-hitung beramal.

Bisa ke Gorontalo, masa tidak bisa sedekah? Batin Saya.

Setelah puas menikmati keindahan Masjid Walima Emas, saatnya Anda melanjutkan perjalanan ke Desa Adat Bubohu. Jaraknya tidak jauh dari sana, hanya sekitar 5 menit, tepatnya di Kecamatan Batudaa Pantai.

Desa Adat Bubohu

Desa Adat Bubohu resmi ditetapkan sebagai Desa Wisata Religius oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Desa ini merupakan tempat para santri Gorontalo mempelajari agamanya. Sarat akan sejarah kerajaan Gorontalo kuno, Anda harus mencatatnya dalam agenda ketika mengunjungi Gorontalo.

Desa Adat Bubohu, desa yang telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Religius oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. | Dokumentasi Pribadi.
Desa Adat Bubohu, desa yang telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Religius oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. | Dokumentasi Pribadi.

Dikutip dari berbagai sumber, Desa Bubohu merupakan termpat perundingan bersejarah antara dua kerajaan kuno nusantara, yaitu Kerajaan Ternate dan Kerajaan Bubohu. Perundingan tersebut membahas pembagian wilayah di antara dua kerajaan tersebut. Sebagai penanda keberhasilan perundingan, konon Raja Bubohu membuat hamparan kebun kelapa yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakatnya.

Jangan malu bertanya arah pada warga sekitar, mengingat gerbang masuk Desa Adat Bubohu berukuran kecil. Lahan parkirnya pun tidak terlalu luas, hanya cukup untuk empat atau lima mobil. Untuk masuk ke Desa Adat Bubohu, Anda akan melewati jalan tanah berkerikil khas perkampungan nusantara.

Istri penulis di dalam Wambohe. | Dokumentasi Pribadi.
Istri penulis di dalam Wambohe. | Dokumentasi Pribadi.
Tepat di ujung jalan, Anda akan menemui penjaga pintu masuk yang akan menyapa dengan senyuman ramah. Di sampingnya, kotak amal berbahan kaca yang berlubang di bagian atasnya menjadi penanda bahwa sebentar lagi Anda akan memasuki Desa Adat Bubohu.

"Seikhlasnya saja Pak," jelas sang penjaga selepas Saya menanyakan harga tiket masuknya. Diliputi rasa penasaran, Saya melirik kembali kotak amal tersebut. Ternyata, lembaran Rupiah berwarna merah dan biru terlihat dominan dari balik kotak kacanya.

Jika diberi tarif seikhlasnya, ternyata suatu objek wisata bisa lebih menguntungkan, gumam Saya.

Di dalam, Anda akan menemui empat gubuk adat khas Gorontalo yang berjajar rapi di depan kolam berwarna hijau lumut. Warga Gorontalo menyebutnya dengan nama Wambohe. Taman kecil di samping Wambohe yang dihiasi rumput hijau dan batu kali menambah keindahannya. Tunggu apa lagi, segera siapkan kamera Anda.

Istri penulis di pelataran Wambohe. Ratusan burung merpati berkeliaran bebas di Desa Adat Bubohu. | Dokumentasi Pribadi.
Istri penulis di pelataran Wambohe. Ratusan burung merpati berkeliaran bebas di Desa Adat Bubohu. | Dokumentasi Pribadi.
Ada satu hal lagi yang unik di sini. Anda bisa bermain dengan ratusan burung merpati yang berkeliaran bebas di pelataran Wambohe. Layaknya sudah terlatih, burung tersebut nampaknya hampir tidak takut dengan keberadaan manusia. Paruhnya sibuk mematuk tanah mencari makan, seraya meminta Anda untuk memberinya makan barang secuil.

Setelah puas mengelilingi lingkungan desa, Anda dapat beristirahat di saung dekat pintu masuk. Ada menu makanan dan minuman ringan yang dapat Anda beli untuk mengisi tenaga. Selain itu, jangan lewatkan pula kesempatan untuk membeli kaos bertema Desa Adat Bubohu untuk oleh-oleh keluarga tercinta di rumah.

Penulis di depan deretan Wambohe. Desa Adat Bubohu juga menyediakan makanan dan minuman ringan serta kaos untuk oleh-oleh. | Dokumentasi Pribadi.
Penulis di depan deretan Wambohe. Desa Adat Bubohu juga menyediakan makanan dan minuman ringan serta kaos untuk oleh-oleh. | Dokumentasi Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun