Siapa yang pernah ke Gorontalo? Ya, Provinsi yang dijuluki Negeri Serambi Madinah ini mungkin masih asing bagi kebanyakan orang. Namun, bagi Anda yang gemar traveling ke pelosok Nusantara, Gorontalo siap memikat hati melalui limpahan wisata religi.
Takjub! Keramik persegi empat ukuran besar berwarna putih keabu-abuan ini sungguh mengilap. Samar-samar Saya bisa melihat decak kekaguman sendiri dari pantulannya. Garis lurus tipis di antara sambungan keramik, berjajar rapi memenuhi ruangan yang luas. Menopang kokoh pilar berbentuk silinder yang menjulang hingga ke langit-langit yang melengkung indah, seraya menyambut Saya dan Istri di terminal kedatangan.
Bandara Djalaluddin ternyata sudah banyak berubah, pikir Saya.
Gorontalo berada di Kawasan Timur Indonesia, tepatnya di Pulau Sulawesi. Posisinya terapit di antara dua Provinsi yang sudah ada terlebih dahulu, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Jika diibaratkan manusia, Gorontalo terhitung masih remaja. Usianya belum genap 18 tahun. Sebelumnya, Gorontalo merupakan bagian dari Sulawesi Utara.
Layaknya seorang remaja yang punya banyak potensi, Gorontalo juga memiliki beragam objek wisata, mulai dari wisata bahari hingga religi. Perpaduan keduanya tentu saja sungguh memikat hati. Sesuai judul di atas, kali ini Saya akan mengulas wisata religi ketimbang pesona bahari. Tapi tenang saja, ulasan Saya mengenai salah satu objek wisata bahari di Gorontalo dapat Anda baca di sini.
Masjid Walima Emas
Masjid Walima Emas terletak di Desa Bongo, sebuah desa kecil yang berada di pesisir Teluk Tomini. Berjarak hanya sekitar 1,5 jam perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan roda empat dari bandara Djalaludin. Jika dari pusat kota Gorontalo, jaraknya menjadi lebih singkat, hanya setengah jam.
Dalam perjalanan menuju Masjid Walima Emas, Anda akan menyusuri Jl. Yos Sudarso yang terhampar memanjang di pesisir barat Sungai Bone. Jangan sampai tertidur! Karena di sini Anda akan melewati salah satu kampung unik di Gorontalo, yaitu kampung 'rebonding'. Ya, sesuai namanya, kampung ini dipenuhi puluhan usaha salon yang menawarkan jasa rebonding, alias meluruskan rambut ikal dan keriting.
Lelaki Gorontalo ternyata suka wanita berambut lurus, gumam Saya.
Melewati kampung rebonding, Anda akan menempuh jalan menanjak dan meliuk-liuk khas dataran Sulawesi. Ditemani segarnya warna hijau pepohonan dan aroma asin khas lautan biru. Teruslah menanjak menelusuri bukit hingga terlihat sebuah bangunan berkubah emas yang berdiri gagah tepat di bibir tebing.
Seperti namanya, masjid bertingkat dua yang dibangun pada tahun 2008 ini memiliki kubah yang dikelir dengan warna emas. Ketika Anda menyusuri tangga utama memasuki pelataran masjid, pada sisi kiri dan kanan Anda akan disambut dengan susunan blok berwarna hitam bertuliskan nama-nama bulan kalender Hijriyah.
Mungkinkah seperti ini ketika Tuhan melihat hamba-Nya? Tanya Saya dalam hati.
Seperti tempat ibadah pada umumnya, Anda tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun untuk masuk ke Masjid Walima Emas. Namun demikian, disediakan kotak sedekah tepat di depan tangga utama bagi Anda yang ingin berbagi rejeki. Tidak ada salahnya bukan? Hitung-hitung beramal.
Bisa ke Gorontalo, masa tidak bisa sedekah? Batin Saya.
Setelah puas menikmati keindahan Masjid Walima Emas, saatnya Anda melanjutkan perjalanan ke Desa Adat Bubohu. Jaraknya tidak jauh dari sana, hanya sekitar 5 menit, tepatnya di Kecamatan Batudaa Pantai.
Desa Adat Bubohu
Desa Adat Bubohu resmi ditetapkan sebagai Desa Wisata Religius oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Desa ini merupakan tempat para santri Gorontalo mempelajari agamanya. Sarat akan sejarah kerajaan Gorontalo kuno, Anda harus mencatatnya dalam agenda ketika mengunjungi Gorontalo.
Dikutip dari berbagai sumber, Desa Bubohu merupakan termpat perundingan bersejarah antara dua kerajaan kuno nusantara, yaitu Kerajaan Ternate dan Kerajaan Bubohu. Perundingan tersebut membahas pembagian wilayah di antara dua kerajaan tersebut. Sebagai penanda keberhasilan perundingan, konon Raja Bubohu membuat hamparan kebun kelapa yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakatnya.
Jangan malu bertanya arah pada warga sekitar, mengingat gerbang masuk Desa Adat Bubohu berukuran kecil. Lahan parkirnya pun tidak terlalu luas, hanya cukup untuk empat atau lima mobil. Untuk masuk ke Desa Adat Bubohu, Anda akan melewati jalan tanah berkerikil khas perkampungan nusantara.
"Seikhlasnya saja Pak," jelas sang penjaga selepas Saya menanyakan harga tiket masuknya. Diliputi rasa penasaran, Saya melirik kembali kotak amal tersebut. Ternyata, lembaran Rupiah berwarna merah dan biru terlihat dominan dari balik kotak kacanya.
Jika diberi tarif seikhlasnya, ternyata suatu objek wisata bisa lebih menguntungkan, gumam Saya.
Di dalam, Anda akan menemui empat gubuk adat khas Gorontalo yang berjajar rapi di depan kolam berwarna hijau lumut. Warga Gorontalo menyebutnya dengan nama Wambohe. Taman kecil di samping Wambohe yang dihiasi rumput hijau dan batu kali menambah keindahannya. Tunggu apa lagi, segera siapkan kamera Anda.
Setelah puas mengelilingi lingkungan desa, Anda dapat beristirahat di saung dekat pintu masuk. Ada menu makanan dan minuman ringan yang dapat Anda beli untuk mengisi tenaga. Selain itu, jangan lewatkan pula kesempatan untuk membeli kaos bertema Desa Adat Bubohu untuk oleh-oleh keluarga tercinta di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H