Sistem pendidikan Finlandia sering kali disebut sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Prestasi akademik siswa Finlandia selalu tinggi dalam tes internasional seperti Programme for International Student Assessment (PISA). Hal ini memicu rasa ingin tahu banyak negara, termasuk Indonesia, yang bertanya-tanya apakah pendekatan pendidikan di Finlandia dapat diterapkan di sini untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Artikel ini akan membahas beberapa karakteristik utama sistem pendidikan Finlandia dan melihat sejauh mana hal ini relevan atau dapat diadopsi oleh Indonesia.
1. Fokus pada Kesejahteraan Siswa
Di Finlandia, kesejahteraan siswa adalah prioritas utama. Sistem pendidikan di sana menempatkan siswa sebagai individu yang perlu merasa aman, nyaman, dan diperhatikan secara emosional agar bisa belajar dengan baik. Sekolah di Finlandia sering kali lebih santai dan menyenangkan, serta mengutamakan lingkungan belajar yang tidak penuh tekanan. Hal ini berbeda dengan banyak sistem pendidikan di negara lain, termasuk Indonesia, yang cenderung menekankan pada pencapaian akademik dan nilai ujian.
Berbeda dengan Indonesia sendiri dimana mereka mengutamakan kesejahteraan siswa, di mana sistem pendidikan sering kali menekankan hasil akademik yang diukur melalui ujian. Penerapan konsep ini memerlukan perubahan paradigma dari sekadar mengejar nilai ke fokus pada kesehatan mental dan perkembangan emosional siswa. Menurut saya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia perlu berkolaborasi dengan tenaga pendidik dan psikolog untuk memberikan pelatihan mengenai pentingnya kesejahteraan siswa.
2. Sistem Tanpa Ujian Nasional
Finlandia tidak memiliki ujian nasional yang menentukan kelulusan siswa di setiap tingkat pendidikan. Ujian hanya dilakukan pada tingkat akhir pendidikan menengah atas, dan itupun tidak menjadi satu-satunya penentu masuk ke perguruan tinggi. Guru lebih diberi kebebasan untuk menilai perkembangan siswa melalui tugas dan proyek, serta menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan setiap siswa.
Di Indonesia, mereka memiliki ujian nasional yang dijadikan sebagai standar penilaian nasional. Meskipun baru-baru ini kebijakan Merdeka Belajar mengurangi ketergantungan pada ujian nasional, budaya ujian masih kuat dalam sistem pendidikan Indonesia. Untuk meniru Finlandia, Indonesia perlu menciptakan sistem evaluasi yang lebih fleksibel dan menekankan pada pengembangan keterampilan yang lebih holistik. Hal ini akan membutuhkan perubahan besar dalam peraturan dan pelatihan bagi para guru.
3. Kualitas dan Kesejahteraan Guru
Guru di Finlandia dianggap sebagai profesi yang sangat dihormati dan memiliki standar seleksi yang ketat. Untuk menjadi guru, seseorang harus menyelesaikan pendidikan setidaknya setingkat magister dan melalui pelatihan pedagogi yang intensif. Gaji guru di Finlandia juga cukup kompetitif, sehingga menarik orang-orang berkualitas tinggi untuk menekuni profesi ini. Selain itu, guru juga diberikan kebebasan yang cukup besar untuk mengembangkan materi dan metode pengajaran.
Di Indonesia, kualitas dan kesejahteraan guru masih menjadi isu yang perlu diperhatikan. Banyak guru yang menerima gaji di bawah standar dan belum memiliki pelatihan yang cukup dalam mengajar. Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, baik melalui peningkatan upah, pelatihan berkala, maupun beasiswa untuk studi lanjutan. Hanya dengan guru yang berkualitas, sistem pendidikan yang lebih baik dapat dibangun di Indonesia.
4. Durasi dan Fleksibilitas Waktu Belajar
Di Finlandia, jam belajar siswa relatif lebih pendek dibandingkan dengan banyak negara lainnya. Siswa di Finlandia memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat, bermain, dan mengeksplorasi minat mereka di luar akademik. Waktu belajar yang lebih singkat ini diimbangi dengan pengajaran yang efektif dan fokus. Kurikulum tidak padat, tetapi mendalam, sehingga siswa memiliki waktu untuk benar-benar memahami konsep-konsep yang diajarkan.
Sistem pendidikan Indonesia masih menerapkan jam belajar yang panjang dengan kurikulum yang cukup padat. Mengurangi waktu belajar mungkin terdengar menarik, namun ini memerlukan kurikulum yang lebih ramping dan efektif. Fokus harus diarahkan pada pengajaran yang mendalam alih-alih mencoba menjejalkan banyak materi dalam waktu singkat. Revisi kurikulum yang lebih sederhana dan fokus pada keterampilan berpikir kritis dapat menjadi langkah awal untuk mengadaptasi hal ini di Indonesia.
5. Pembelajaran Berbasis Praktik dan Eksperimen
Di Finlandia, pembelajaran tidak hanya berbasis teori, tetapi juga praktek. Misalnya, siswa diajak untuk belajar melalui eksperimen, proyek kolaboratif, dan kegiatan di luar kelas. Fokus ini membantu siswa untuk menghubungkan konsep teori dengan penerapannya dalam kehidupan nyata, sehingga mereka tidak hanya belajar untuk menghafal.
Pendidikan di Indonesia masih banyak mengandalkan hafalan, terutama dalam ujian. Mengubah metode belajar ke arah yang lebih praktikal dan berbasis eksperimen akan membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur pendidikan, seperti laboratorium dan bahan ajar yang mendukung pembelajaran aktif. Guru juga perlu dilatih untuk menggunakan metode pembelajaran yang lebih interaktif.
Setelah melihat secara keseluruhan, sistem pendidikan di Finlandia memberikan inspirasi yang berharga bagi Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, perubahan sistem ini tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama berbagai pihak agar sistem pendidikan yang ramah, holistik, dan berkualitas dapat terwujud di Indonesia. Dengan penerapan yang hati-hati dan berkesinambungan, cita-cita pendidikan yang memanusiakan siswa bisa dicapai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H