Mohon tunggu...
Humaniora

GENJIK di Kawasan Prostitusi #1

20 Juni 2016   17:23 Diperbarui: 20 Juni 2016   17:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ada dipikiran pembaca yang budiman jika menemukan kata GENJIK dalam judul suatu karya tulis miilik Mahasiswa?

“judul kok neko-neko?”

atau

mahasiswa macam apa”

Atau malah

“D.O saja!”

Atau komentar positif seperti ini,

“kita baca dulu isinya, siapa tau ada maksud lain”

Pembaca pastinya memiliki beragam komentar, begitu pula penulis yang pastinya memiliki alasan.

“Apa nggak ada kosakata lain?”

Baik, mari kita luruskan. Penulis yang notabene-nya masih belum hafal semua kosakata yang ada di Indonesia, memilih GENJIK sebagai singkatan dari Gerakan Jurnalis Cilik. Kenapa GENJIK? Jangan ditanya, penulis hanya memilih kata yang pas dilidah namun ternyata panas di telinga. Mana kami tau bahwa GENJIK adalah bahasa kasar dari anak babi.

Bodohnya, kami mengetahui kenyataan itu setelah judul tersebut disahkan.

Beruntungnya, dewan juri tidak lantas ilfil setelah membaca judul kami dan membuangnya entah kemana. Dewan juri meloloskan proposal kami! Senang? Tentu saja. Lega? Sangat.

Lalu apa isi proposal kami?

Kami beri bocoran judul lengkapnya.

GENJIK (GERAKAN JURNALIS CILIK) SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN SIKAP KRITIS ANAK – ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KAWASAN PROSTITUSI PANTAI PARANGKUSUMO YOGYAKARTA

Setelah judul diterima, apa yang kami lakukan? Action.

Dengan diterimanya proposal kami, maka kami harus mempertanggungjawabkannya dunia akhirat.

Hal pertama yang kami lakukan setelah menerima pengumuman tersebut tentu saja kami bersorak riuh ber-hip-hip-hura. kemudian kami menyadari bahwa kedepannya langkah kami akan menjadi lebih berat. Namun itu tidak menyurutkan langkah kami, walaupun perlahan, kami yakin akan mencapai tujuan dengan hasil yang maksimal.

Kami melakukan survey lapangan untuk mematangkan persiapan. Kami mulai dari Garduaction yang menjadi mitra utama kami. Koordinasi dengan pengelola Garduaction tidak begitu rumit karena pemikiran kami yang mudah sinkron. Sebagai informasi, Garduaction atau Garbage Care and Education adalah pengelola bank sampah di Pantai Parangkusumo yang dijalankan oleh pemuda sekitar. 

Kesadaran mereka akan kondisi lingkungan serta kegigih dalam mencapai tujuan mereka, yaitu menjadikan sampah sebagai sahabat sangat menginspasi kami. Jangan dibayangkan tempatnya seperti bank sampah pada umumnya. Bank sampah satu ini begitu berbeda, karya seni dari sampah dipadukan dengan pemandangan gumuk pasir dan suara ombak menghadirkan suguhan yang berbeda, indah. Jika pembaca sedang di Jogja tiada salahnya singgah menikmati sunset sambil ngopi. Tidak akan rugi!

Selanjutnya kami menghubungi kepala desa untuk melakukan tindak lanjut perijinan. Tidak pula memakan waktu lama karena sebelumnya kami telah melakukan komunikasi.

Hari berikutnya kami melakukan koordinasi dengan Redaktur Kaca SKH Kedauatan Rakyat, Mas Agung. Kami membicarakan strategi pemberian materi jurnalistik kepada anak-anak agar mereka tidak merasa bosan. Dipilihlah permainan yang akan dikombinasikan dengan materi kejurnalistikan. Diskusi berlanjut sampai kami mendengar Adzan Maghrib, melakukan kewajiban kami dan melanjutkan diskusi kami di Joglo KR. Bayangkan betapa bau-nya kami saat itu. Lalat pun enggan mendekat.

Sebelum benar-benar terjun, kami rutin berkomunikasi dengan dosen pembimbing kami, Bapak Agung Hastomo. Semakin sering menerima masukan, semakin kami merasa persiapan kami masih kurang.

Tim kami yang terdiri dari 5 orang membagi tugas sesuai kemampuan masing-masing. Dua anggota tim kami melakukan persiapan alat dan bahan. Sedangkan sisanya melakukan koordinasi dengan mitra, mengumpulkan data anak-anak kelas 4-5 SD bukan perkara mudah apalagi sebagian besar tidak terdata di desa manapun. Sehingga kami harus bekerja ekstra mengumpulkan data anak dari rumah ke rumah.

“Lho, kan itu daerah prostitusi, mbak”

Memang awalnya kami takut dengan respon yang akan kami dapat. Bermodal nekat, kami memasuki hampir semua rumah yang digunakan sebagai tempat karaokean dan penginapan nakal. Kurang lebih ada 15 rumah yang kami datangi untuk mendata dan memberikan undangan kepada anak-anak agar mengikuti kegiatan ini.

Jangan tanya apa saja yang kami lihat disana

Ada hal menarik yang kami temui, saat kami masuk dalam rumah bercat putih. Pemilik rumah dengan ramah menanyakan tujuan kedatangan kami, setelah itu beliau memaksa anaknya untuk ikut. Tidak sampai disitu, kami juga ditawari memakan bakso bersama penghuni rumah yang rata-rata adalah PSK. Kami tersentuh, bahkan masih ada lentera cahaya dalam hidup yang gelap. Sayangnya kami tidak bisa bersantai menikmati bakso, masih ada lebih dari 10 rumah yang harus kami datangi.

Keramahan demi keramahan kami temui, walaupun ada beberapa yang menatap kami dengan ketus.

Hari itu berjalan lancar dengan diwarnai tragedi dikejar 2 anjing penjaga rumah. Its ok, we are strong!

H-5 sebelum pertemuan pertama, kami mencoba membat rundown dengan sesempurna mungkin. Setelah semua perjuangan itu, mana mungkin kami membirkannya berjalan setengah-setengah.

Semua peralatan disiapkan. Kami selalu berkomunkasi demi kelancaran kegiatan. Doa kepada Sang Pencipta tidak lupa kami panjatkan, usaha tanpa doa, jadi apa?

Dan sampailah pada hari H…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun