Ngomongin soal isu saya sih oke-oke saja jika "Asya Story" mengangkat isu pelecehan seksual. Namun sejak awal hingga akhir menonton, entah kenapa saya merasat tidak terkesan sama sekali dengan serialnya. Ceritanya biasa-biasa saja dan menurut saya tidak ada yang istimewa sama sekali.Â
Menurut saya ada dua kunci sebuah karya cerita bisa dikatakan bagus. Pertama, sebuah cerita bisa dikatakan bagus jika memuat tema yang out of the box atau jarang sekali dibahas. Kedua, sebuah karya juga bisa dikatakan bagus jika mengangkat tema yang sudah umum atau banyak dibahas tapi mengemasnya dengan cara atau sudut pandang berbeda. Intinya, saat kita menikmatinya, ada suatu pembedanya sehingga ceritanya akan tampak istimewa. Sayangnya, "Asya Story" tidak mencakup salah satu dari dua kriteria cerita bagus ini. "Asya Story" tidak ada istimewa-istimewanya sama sekali.
Benar, saya belum membaca "Asya Story" versi novelnya. Tapi dengan menyaksikannya dalam bentuk visualisasi film sudah membuat saya mengernyitkan dahi. Lupakan sejenak soal kualitas akting atau kualitas sinematografinya! Yang jelas, tokoh-tokoh utamanya ngeselin karena alur cerita ditampilkan banyak yang enggak masuk akal dengan realita di kehidupan nyata!
Saking banyaknya adegan yang enggak logis, ada banyak uneg-uneg yang mengganjal di benak saya terkait cerita di serial ini. Misalnya, kenapa Asya nunjuk Fano sebagai pelakunya padahal Alex yang menodainya? Tadinya sih saya kasihan sama Asya. Tapi gara-gara tindakan ini, bukannya Asya seperti orang jahat ya karena telah memfitnah dan mengorbankan orang lain yang tidak bersalah?
Selain itu, kok Fano rela dituduh sebagai pelaku pemerkosa? Kan bukan dia pelakunya. Saat Asya menunjuk dirinya, Fano sama sekali enggak mengelak atau melakukan pembelaan dong padahal banyak siswa yang menyaksikannya lewat jendela. Emang Fano enggak punya malu apa?Â
Kalau saya jadi Fano sih saya bakal membantah karena itu merusak nama baik diri sendiri dan nama baik keluarga. Buat apa kita mengakui tindakan kejahatan yang sebenarnya tidak kita lakukan? Apalagi, terkait pelecehan seksual. Â
Saat kejadian pemerkosaan, Fano sebenarnya mengetahui bahwa Alex sedang melakukan pelecehan seksual kepada Asya di studio musik. Kalau Fano gentle dan ia adalah sahabatnya Alex, kenapa ia tidak langsung melabrak tindakan Alex? Yang terjadi adalah ia malah cuman ngintipin doang dari pintu. Lupakan soal urusan persahabatan antara ia dengan Alex, tapi masa Fano diem aja sih saat melihat ada adegan perkosaan di depan matanya sendiri?
Itu hanyalah beberapa kejanggalan cerita yang saya temukan saat menyaksikan "Asya Story". Selebihnya, tentu ada lagi namun tidak bisa saya ceritakan semua karena khawatir dapat mengubah mood pembaca tulisan ini.Â
Saya memang belum menonton semua serial original Genflix. Tapi yang jelas, "Asya Story" bikin saya geleng-geleng kepala. Banyaknya adegan yang tidak logis membuat saya tidak puas dengan ceritanya.Â
Padahal dengan target penonton remaja, "Asya Story" sebenarnya bisa jadi media edukasi yang positif untuk menyampaikan pesan agar remaja semakin melek dengan isu pelecehan seksual. Tapi ceritanya yang dangkal dan sebenarnya mudah ditebak, membuat serial ini gagal memenuhi fungsinya sebagai media edukasi.