Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Komitmen Palyja demi Air Jakarta

18 November 2016   23:59 Diperbarui: 19 November 2016   00:46 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Turbidimeter, untuk mengecek PH dan jumlah klorin (dok. pribadi)

Bayangkan jika di dunia ini tidak ada gadget. Bisakah kita bertahan hidup?

Sekarang bayangkan jika di dunia ini tidak ada air. Bisakah kita bertahan hidup?

Tanpa gadget atau gawai manusia bisa bertahan hidup. Sehari, seminggu atau bahkan setahun. Buktinya, orang-orang zaman dulu tidak punya gadget. Namun mereka bisa bertahan hidup sehingga dapat melahirkan generasi-generasi seperti sekarang. Begitu pun dengan orang-orang yang tinggal di pelosok atau orang dengan taraf ekonomi rendah yang tak memiliki gadget.

Namun tidak dengan air. Seminggu tanpa gadget, manusia manapun bisa bertahan hidup. Namun beberapa hari saja tanpa air, jangankan manusia, hewan dan tumbuhan pun tidak ada yang bisa bertahan hidup. Air adalah elemen penting dalam kehidupan. Tanpanya, kematian adalah ancaman utama.

Mengingat pentingnya air untuk kehidupan, PALYJA (PT PAM Lyonnaise Jaya) sebagai salah satu perusahaan air milik negara tidak hanya berkontribusi dalam penyediaan pasokan air saja. Akan tetapi juga berkontribusi dalam penyebaran informasi tentang apa yang terjadi pada pasokan air di Jakarta kepada masyarakat. Salah satunya melalui kompasiana nangkring bersama palyja season 2. Sebanyak 25 kompasianer dari berbagai daerah di Jakarta dan sekitarnya dilibatkan di sini.Mengambil tema "Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta", PALYJA dan kompasiana  mengajak para kompasianer untuk berpetualang ke dunia air lewat dua Instalasi Pengolahan Air milik PALYJA pada Kamis, 3 November 2016.

Pertama adalah IPA (Instalasi Pengolahan Air) Pejompongan 1 dan kedua adalah IPA Taman Kota. Bedanya, jika di IPA Pejompongan para kompasianer akan diajak berpetualang ke dunia air lewat pemaparan materi tentang kondisi pasokan air di Jakarta, di IPA Taman Kota para kompasianer diajak berpetualang dengan melihat secara langsung bagaimana PALYJA memroses air dari awal hingga bisa sampai di rumah kita. 

Jakarta Defisit Air?

Sebagai konsumen, kita mungkin beranggapan bahwa kebutuhan air di Jakarta sudah tercukupi berkat layanan dari PALYJA. Hal itu seakan-akan membuat ibukota nihil masalah air. Benarkah kenyataannya demikian?

Mulanya saya tidak percaya. Masa sih ibukota sebesar Jakarta kekurangan air? Beruntung kompasiana nangkring bersama PALYJA membuka pikiran saya. Dari Ibu Emma Nedi selaku Manajer Produksi IPA Pejompongan dan Ibu Meyritha Maryanie selaku Kepala Divisi Corporate Communication and Social Responsibility, didapatkan fakta bahwa ternyata Jakarta kekurangan pasokan air dan bahkan presentase ketahanan airnya hanya berjumlah 3%. Bagaimana bisa?

Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head Palyja saat memberikan penjelasan. (Dok. pribadi)
Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head Palyja saat memberikan penjelasan. (Dok. pribadi)
Sesi tanya jawab (dok. pribadi)
Sesi tanya jawab (dok. pribadi)
Untuk mengenalinya lebih lanjut, mari kita kenali dulu berapa jumlah penduduk Jakarta. Hingga saat ini, penduduk Jakarta berjumlah kurang lebih sekitar 10 juta jiwa. Jumlah itu setara dengan kebutuhan air yang berjumlah 100 liter air/hari/orang. Jika dirinci lebih lanjut, kebutuhan pasokan air di Jakarta sama saja dengan 26.100 liter/detik.

Di Jakarta ada dua operator air, yakni Palyja dan Aetra. Palyja bertanggung jawab pada pelayanan air di bagian barat Jakarta (bulan Jakarta Barat) sedangkan Aetra bertanggung jawab pada pelayanan air di bagian Timur Jakarta (bukan Jakarta Timur).

Sayangnya, baik Palyja maupun Aetra baru dapat memproduksi air bersih di Jakarta sebanyak 17.000 liter per detik. Nah, jumlah kebutuhan yang lebih tinggi daripada total produksi air bersih yang dihasilkan mengakibatkan Jakarta defisit air sebanyak 9.100 liter per detik.

Foto saya bersama pemateri
Foto saya bersama pemateri
Kondisi ini diperparah dengan keadaan sungai di Jakarta. Jakarta boleh berbangga memiliki 13 aliran sungai. Namun apalah artinya punya belasan sungai jika hanya dua sungai saja yang dapat dimanfaatkan sebagai air baku, yakni Kali Krukut dan Sungai Cengkareng Drain.

Dari total keseluruhan kebutuhan air baku di Jakarta, kedua sungai itu hanya bisa menyumbang 5,7%. Ditambah, kualitas kedua sungai itu kian lama kian buruk. Sisanya, 96% kebutuhan air baku justru didapatkan dari luar kota. 62,5%nya berasal dari Waduk Jatiluhur sedangkan sisanya, 31,8% dibeli dari PDAM Tangerang sebelum didistribusikan ke konsumen air di Jakarta.

Tidak bertambahnya pasokan air baku sejak 1998 dan terjadinya berbagai gangguan, seperti Kanal Tarum Barat (Kalimalang) sebagai penghubung Waduk Jatiluhur yang mampet karena sampah misalnya menjadi catatan buruk lainnya. Di titik ini saya jadi bertanya-tanya; Mampukah PALYJA mencari jalan keluar?

Melalui Teknologi

Setiap penyakit pasti ada obatnya. Begitu pun dengan persoalan air di Jakarta. Lewat pemaparan Ibu Meyritha, saya baru tahu bahwa PALYJA ternyata kece abis! Dengan berani, PALYJA mengambil langkah dengan cara melakukan optimasi terhadap pasokan air bersih di Jakarta. Implementasinya dilakukan melalui beberapa teknologi keren. Apa sajakah itu?

  1. Teknologi Biofiltrasi

Tahukah kamu? IPA Taman Kota sempat vakum pada 2007 karena kadar amonium yang tinggi. Untuk menambah kapasitas air bersih, maka PALYJA mengembangkan teknologi biofiltrasi. Teknologi ini dikembangkan oleh PALYJA bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah supervisi dari SUEZ selaku pemegang saham terbesar PALYJA.

Biofiltrasi berbeda dengan filtrasi. Dikutip dari laman kompas.com yang pada 12 September 2012, Dr. Rudy Nugroho, perekayasa BPPT mengatakan bahwa filtrasi hanya menyaring kotoran yang melayang sedangkan bio akan memakai mikroorganisme dalam menguraikan kotoran yang terlarut. Intinya, biofilrasi bekerja dengan cara memanfaatkan mikroorganisme alami dengan tujuan agar kadar amonium dalam air tersebut berkurang. Teknologi ini pertama kali digunakan di IPA Taman Kota pada 6 September 2012. Sejak itulah IPA Taman Kota kembali aktif.

Usaha PALYJA tak sia-sia. Berkat teknologi ini, kapasitas air bersih di IPA Taman Kota berhasil diproduksi sebanyak 150 liter per detik. Luar biasa, kan?

  1. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBBR)

Teknologi ini mirip dengan biofiltrasi, intinya sama-sama memanfaatkan mikroorganisme untuk mereduksi kadar amonium yang ada di dalam air. Bedanya, MBBR menggunakan media bernama METEOR. "MBBR mampu menghilangkan 87% amoniak", jelas Meyritha.

Teknologi ini pertama kali diterapkan pada Mei 2015 di Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat dan berhasil memproduksi air baku sebanyak 550 liter per detik. Hebatnya, teknologi ini pertama di Asia Tenggara dan Indonesia di bidang pengolahan air dalam pemanfaatan mikroorganisme alami loh!

  1. Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer

IPA Taman Kota berjarak kurang lebih 5 km dari air laut. Jarak yang cukup dekat dengan air laut membuat PALYJA harus was-was jika suatu waktu air laut masuk ke daratan, terutama pada musim kemarau. Masalahnya, mikroorganisme yang digunakan dalam biofiltrasi hanya dapat hidup di air tawar. Jika terkena air laut, mereka bisa mati.

Nah, agar air laut tidak masuk dan mengacaukan teknologi biofiltrasi, maka PALYJA melakukan upaya preventif dengan cara memasang  sebuah alat bernama TDS Online Analizer, alat pendeteksi air laut di pintu masuk air (intake) yang menuju instalasi. Jadi, jika air laut mengenai intake, pihak PALYJA dapat melakukan upaya pencegahan. Sssstt... teknologi ini usianya masih muda loh. Baru diterapkan pada akhir 2015!

 Lebih Dekat di Taman Kota 

Suasana di IPA Taman Kota (dok. pribadi)
Suasana di IPA Taman Kota (dok. pribadi)
Banyak orang mengatakan bahwa praktek itu lebih mudah dipahami daripada teori. Selama berada di IPA Pejompongan dan dijelaskan soal proses pengolahan air, saya belum ada bayangan mengenai bagaimana rupanya.

Jangan-jangan bayangan saya salah! Beruntung kegiatan kali ini tidak hanya berupa kompasiana nangkring, tapi juga kompasiana visit. Kunjungan tim kompasianer ke IPA Taman Kota memberi saya kesempatan untuk mengenal lebih dekat tentang proses pengolahan air. Saya termasuk salah satu yang beruntung menjadi salah satu bagian dari kunjungan kompasiana beberapa waktu lalu.

Kunjungan ini dilaksanakan setelah pemaparan materi di IPA Pejompongan. Tak usah khawatir soal bagaimana kami bisa tiba di IPA Taman Kota. Kompasiana telah menyediakansebuah bus untuk menuju ke sana.

Setibanya di IPA Taman Kota, ternyata kami tidak bisa langsung berkeliling begitu saja. Kami harus menggunakan helm sebagai salah satu SOP dan juga harus dipandu oleh seorang karyawan PALYJA. Seharusnya kami semua kompasianer dapat berkeliling secara langsung. Namun karena keadaan IPA Taman Kota yang tidak lebih besar daripada IPA Pejompongan, kami pun dibagi menjadi dua sesi. Saya, termasuk salah seorang kompasianer yang kebagian di sesi pertama.

IPA Taman Kota (dok. pribadi)
IPA Taman Kota (dok. pribadi)
Melakukan 'study tour' di IPA Taman Kota membuat saya dapat memberikan kesempatan untuk diri sendiri dalam memperkaya wawasan. Nyatanya, banyak hal baru yang saya dapatkan di sana. Tidak hanya sekadar teori yang hanya bisa dibayang-bayang di otak, melainkan teori yang bisa dilihat secara nyata. Saya jadi tahu, "Ooooh, begini toh prosesnya". Atau.. "Oooh begini toh bentuknya.".

Selain melihat berbagai alat atau benda yang tidak biasa saya temukan dalam kehidupan sehari-hari, saya juga melihat secara langsung bagaimana proses pengolahan air di IPA Taman Kota. Tahapannya sebagai berikut; 1) Penerimaan air baku, 2) Proses koagulasi dan flokulasi, 3) Sedimentasi dan pengendapan, 4) Biofiltrasi, 5) filtrasi dan 6) Desinfeksi.

Turbidimeter, untuk mengecek PH dan jumlah klorin (dok. pribadi)
Turbidimeter, untuk mengecek PH dan jumlah klorin (dok. pribadi)
Pada tahap pertama proses yang terjadi adalah masuknya air baku ke IPA Taman Kota dari Sungai Cengkareng Drain. Jarak intake atau pintu masuk air pada IPA Taman Kota adalah berjarak kurang lebih 1,5 km. Kemudian setelah airnya masuk, berlanjutlah ke tahap kedua, yakni koagulasi dan flokulasi. Pada tahap ini terjadi proses pengadukan cepat dengan menggunakan koagulan (zat kimia tertentu) dengan tujuan agar partikel-partikel padat dalam air saling bertemu dan membentuk flok-flok (gumpalan halus).

Di saat terbentuk flok, maka terjadilah flokulasi. Pengadukan berlangsung secara lambat agar flok yang ada dapat lebih gampang mengendap. Kemudian hasil dari flokulasi harus dipisahkan antara lumpur dan air bersih dengan bantuan plate settler, lalu berlanjut biofiltrasi seperti yang dijelaskan di atas. Agar penyaringannya lebih sempurna, dilakukan proses filtrasi, yakni penyaringan sisa partikel padat yang bisa saja masih terbawa dengan menggunakan media pasir silika. Terakhir, penghapusan bakteri di dalam air dengan menggunakan zat kimia Klorin. Setelah semua tahapan itu selesai, baru deh air menjadi lebih bersih dan siap didistribusikan ke para pelanggan.  

Komitmen PALYJA

Sebenarnya saya berharap kunjungan ke IPA Taman Kota berlangsung lebih lama. Namun apa daya, waktu tidak mengizinkan. Terlepas dari berbagai masalah yang terjadi dalam air Jakarta, saya mengapresiasi kinerja PALYJA. PALYJA ternyata tidak hanya fokus pada teknologi pengolahan air saja namun juga layanan kepada masyarakat. Sejauh ini, PALYJA telah membangun 58 kios air dan master meter untuk melayani 70.000 warga. PALYJA juga telah membuat 245 public hydrants untuk melayani 73.500 warga Jakarta dan bahkan bekerja sama dengan Bank Dunia lewat GPOBA (Global Partnership on Output Based Aid).

Sampai di sini saja? Tentu saja tidak! PALYJA juga memanjakan pelanggan dengan layanan call center 24 jam yang bisa dihubungi lewat 2997 9999. Sms: 0816 725 952. . Menurut Ibu Meyritha, layanan 24 jam bahkan  tidak ditemukan di Eropa loh. PALYJA menjadi salah satu pelopornya. PALYJA juga memiliki 23 partner yang memiliki ribuan loket untuk mempermudah pembayaran tagihan air. Online meter reading dan bill on spot menjadi layanan lainnya. Dari berbagai layanan yang tersedia menjadi bukti bahwa inilah komitmen PALYJA untuk air Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun