Bayangkan jika di dunia ini tidak ada gadget. Bisakah kita bertahan hidup?
Sekarang bayangkan jika di dunia ini tidak ada air. Bisakah kita bertahan hidup?
Tanpa gadget atau gawai manusia bisa bertahan hidup. Sehari, seminggu atau bahkan setahun. Buktinya, orang-orang zaman dulu tidak punya gadget. Namun mereka bisa bertahan hidup sehingga dapat melahirkan generasi-generasi seperti sekarang. Begitu pun dengan orang-orang yang tinggal di pelosok atau orang dengan taraf ekonomi rendah yang tak memiliki gadget.
Namun tidak dengan air. Seminggu tanpa gadget, manusia manapun bisa bertahan hidup. Namun beberapa hari saja tanpa air, jangankan manusia, hewan dan tumbuhan pun tidak ada yang bisa bertahan hidup. Air adalah elemen penting dalam kehidupan. Tanpanya, kematian adalah ancaman utama.
Mengingat pentingnya air untuk kehidupan, PALYJA (PT PAM Lyonnaise Jaya) sebagai salah satu perusahaan air milik negara tidak hanya berkontribusi dalam penyediaan pasokan air saja. Akan tetapi juga berkontribusi dalam penyebaran informasi tentang apa yang terjadi pada pasokan air di Jakarta kepada masyarakat. Salah satunya melalui kompasiana nangkring bersama palyja season 2. Sebanyak 25 kompasianer dari berbagai daerah di Jakarta dan sekitarnya dilibatkan di sini.Mengambil tema "Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta", PALYJA dan kompasiana  mengajak para kompasianer untuk berpetualang ke dunia air lewat dua Instalasi Pengolahan Air milik PALYJA pada Kamis, 3 November 2016.
Pertama adalah IPA (Instalasi Pengolahan Air) Pejompongan 1 dan kedua adalah IPA Taman Kota. Bedanya, jika di IPA Pejompongan para kompasianer akan diajak berpetualang ke dunia air lewat pemaparan materi tentang kondisi pasokan air di Jakarta, di IPA Taman Kota para kompasianer diajak berpetualang dengan melihat secara langsung bagaimana PALYJA memroses air dari awal hingga bisa sampai di rumah kita.Â
Jakarta Defisit Air?
Sebagai konsumen, kita mungkin beranggapan bahwa kebutuhan air di Jakarta sudah tercukupi berkat layanan dari PALYJA. Hal itu seakan-akan membuat ibukota nihil masalah air. Benarkah kenyataannya demikian?
Mulanya saya tidak percaya. Masa sih ibukota sebesar Jakarta kekurangan air? Beruntung kompasiana nangkring bersama PALYJA membuka pikiran saya. Dari Ibu Emma Nedi selaku Manajer Produksi IPA Pejompongan dan Ibu Meyritha Maryanie selaku Kepala Divisi Corporate Communication and Social Responsibility, didapatkan fakta bahwa ternyata Jakarta kekurangan pasokan air dan bahkan presentase ketahanan airnya hanya berjumlah 3%. Bagaimana bisa?
Di Jakarta ada dua operator air, yakni Palyja dan Aetra. Palyja bertanggung jawab pada pelayanan air di bagian barat Jakarta (bulan Jakarta Barat) sedangkan Aetra bertanggung jawab pada pelayanan air di bagian Timur Jakarta (bukan Jakarta Timur).
Sayangnya, baik Palyja maupun Aetra baru dapat memproduksi air bersih di Jakarta sebanyak 17.000 liter per detik. Nah, jumlah kebutuhan yang lebih tinggi daripada total produksi air bersih yang dihasilkan mengakibatkan Jakarta defisit air sebanyak 9.100 liter per detik.
Dari total keseluruhan kebutuhan air baku di Jakarta, kedua sungai itu hanya bisa menyumbang 5,7%. Ditambah, kualitas kedua sungai itu kian lama kian buruk. Sisanya, 96% kebutuhan air baku justru didapatkan dari luar kota. 62,5%nya berasal dari Waduk Jatiluhur sedangkan sisanya, 31,8% dibeli dari PDAM Tangerang sebelum didistribusikan ke konsumen air di Jakarta.
Tidak bertambahnya pasokan air baku sejak 1998 dan terjadinya berbagai gangguan, seperti Kanal Tarum Barat (Kalimalang) sebagai penghubung Waduk Jatiluhur yang mampet karena sampah misalnya menjadi catatan buruk lainnya. Di titik ini saya jadi bertanya-tanya; Mampukah PALYJA mencari jalan keluar?
Melalui Teknologi
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Begitu pun dengan persoalan air di Jakarta. Lewat pemaparan Ibu Meyritha, saya baru tahu bahwa PALYJA ternyata kece abis! Dengan berani, PALYJA mengambil langkah dengan cara melakukan optimasi terhadap pasokan air bersih di Jakarta. Implementasinya dilakukan melalui beberapa teknologi keren. Apa sajakah itu?
- Teknologi Biofiltrasi
Tahukah kamu? IPA Taman Kota sempat vakum pada 2007 karena kadar amonium yang tinggi. Untuk menambah kapasitas air bersih, maka PALYJA mengembangkan teknologi biofiltrasi. Teknologi ini dikembangkan oleh PALYJA bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah supervisi dari SUEZ selaku pemegang saham terbesar PALYJA.
Biofiltrasi berbeda dengan filtrasi. Dikutip dari laman kompas.com yang pada 12 September 2012, Dr. Rudy Nugroho, perekayasa BPPT mengatakan bahwa filtrasi hanya menyaring kotoran yang melayang sedangkan bio akan memakai mikroorganisme dalam menguraikan kotoran yang terlarut. Intinya, biofilrasi bekerja dengan cara memanfaatkan mikroorganisme alami dengan tujuan agar kadar amonium dalam air tersebut berkurang. Teknologi ini pertama kali digunakan di IPA Taman Kota pada 6 September 2012. Sejak itulah IPA Taman Kota kembali aktif.
Usaha PALYJA tak sia-sia. Berkat teknologi ini, kapasitas air bersih di IPA Taman Kota berhasil diproduksi sebanyak 150 liter per detik. Luar biasa, kan?
- Moving Bed Biofilm Reactor (MBBBR)
Teknologi ini mirip dengan biofiltrasi, intinya sama-sama memanfaatkan mikroorganisme untuk mereduksi kadar amonium yang ada di dalam air. Bedanya, MBBR menggunakan media bernama METEOR. "MBBR mampu menghilangkan 87% amoniak", jelas Meyritha.
Teknologi ini pertama kali diterapkan pada Mei 2015 di Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat dan berhasil memproduksi air baku sebanyak 550 liter per detik. Hebatnya, teknologi ini pertama di Asia Tenggara dan Indonesia di bidang pengolahan air dalam pemanfaatan mikroorganisme alami loh!
- Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer
IPA Taman Kota berjarak kurang lebih 5 km dari air laut. Jarak yang cukup dekat dengan air laut membuat PALYJA harus was-was jika suatu waktu air laut masuk ke daratan, terutama pada musim kemarau. Masalahnya, mikroorganisme yang digunakan dalam biofiltrasi hanya dapat hidup di air tawar. Jika terkena air laut, mereka bisa mati.
Nah, agar air laut tidak masuk dan mengacaukan teknologi biofiltrasi, maka PALYJA melakukan upaya preventif dengan cara memasang  sebuah alat bernama TDS Online Analizer, alat pendeteksi air laut di pintu masuk air (intake) yang menuju instalasi. Jadi, jika air laut mengenai intake, pihak PALYJA dapat melakukan upaya pencegahan. Sssstt... teknologi ini usianya masih muda loh. Baru diterapkan pada akhir 2015!
 Lebih Dekat di Taman KotaÂ
Jangan-jangan bayangan saya salah! Beruntung kegiatan kali ini tidak hanya berupa kompasiana nangkring, tapi juga kompasiana visit. Kunjungan tim kompasianer ke IPA Taman Kota memberi saya kesempatan untuk mengenal lebih dekat tentang proses pengolahan air. Saya termasuk salah satu yang beruntung menjadi salah satu bagian dari kunjungan kompasiana beberapa waktu lalu.
Kunjungan ini dilaksanakan setelah pemaparan materi di IPA Pejompongan. Tak usah khawatir soal bagaimana kami bisa tiba di IPA Taman Kota. Kompasiana telah menyediakansebuah bus untuk menuju ke sana.
Setibanya di IPA Taman Kota, ternyata kami tidak bisa langsung berkeliling begitu saja. Kami harus menggunakan helm sebagai salah satu SOP dan juga harus dipandu oleh seorang karyawan PALYJA. Seharusnya kami semua kompasianer dapat berkeliling secara langsung. Namun karena keadaan IPA Taman Kota yang tidak lebih besar daripada IPA Pejompongan, kami pun dibagi menjadi dua sesi. Saya, termasuk salah seorang kompasianer yang kebagian di sesi pertama.
Selain melihat berbagai alat atau benda yang tidak biasa saya temukan dalam kehidupan sehari-hari, saya juga melihat secara langsung bagaimana proses pengolahan air di IPA Taman Kota. Tahapannya sebagai berikut; 1) Penerimaan air baku, 2) Proses koagulasi dan flokulasi, 3) Sedimentasi dan pengendapan, 4) Biofiltrasi, 5) filtrasi dan 6) Desinfeksi.
Di saat terbentuk flok, maka terjadilah flokulasi. Pengadukan berlangsung secara lambat agar flok yang ada dapat lebih gampang mengendap. Kemudian hasil dari flokulasi harus dipisahkan antara lumpur dan air bersih dengan bantuan plate settler, lalu berlanjut biofiltrasi seperti yang dijelaskan di atas. Agar penyaringannya lebih sempurna, dilakukan proses filtrasi, yakni penyaringan sisa partikel padat yang bisa saja masih terbawa dengan menggunakan media pasir silika. Terakhir, penghapusan bakteri di dalam air dengan menggunakan zat kimia Klorin. Setelah semua tahapan itu selesai, baru deh air menjadi lebih bersih dan siap didistribusikan ke para pelanggan. Â
Komitmen PALYJA
Sebenarnya saya berharap kunjungan ke IPA Taman Kota berlangsung lebih lama. Namun apa daya, waktu tidak mengizinkan. Terlepas dari berbagai masalah yang terjadi dalam air Jakarta, saya mengapresiasi kinerja PALYJA. PALYJA ternyata tidak hanya fokus pada teknologi pengolahan air saja namun juga layanan kepada masyarakat. Sejauh ini, PALYJA telah membangun 58 kios air dan master meter untuk melayani 70.000 warga. PALYJA juga telah membuat 245 public hydrants untuk melayani 73.500 warga Jakarta dan bahkan bekerja sama dengan Bank Dunia lewat GPOBA (Global Partnership on Output Based Aid).
Sampai di sini saja? Tentu saja tidak! PALYJA juga memanjakan pelanggan dengan layanan call center 24 jam yang bisa dihubungi lewat 2997 9999. Sms: 0816 725 952. . Menurut Ibu Meyritha, layanan 24 jam bahkan  tidak ditemukan di Eropa loh. PALYJA menjadi salah satu pelopornya. PALYJA juga memiliki 23 partner yang memiliki ribuan loket untuk mempermudah pembayaran tagihan air. Online meter reading dan bill on spot menjadi layanan lainnya. Dari berbagai layanan yang tersedia menjadi bukti bahwa inilah komitmen PALYJA untuk air Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H