Dari total keseluruhan kebutuhan air baku di Jakarta, kedua sungai itu hanya bisa menyumbang 5,7%. Ditambah, kualitas kedua sungai itu kian lama kian buruk. Sisanya, 96% kebutuhan air baku justru didapatkan dari luar kota. 62,5%nya berasal dari Waduk Jatiluhur sedangkan sisanya, 31,8% dibeli dari PDAM Tangerang sebelum didistribusikan ke konsumen air di Jakarta.
Tidak bertambahnya pasokan air baku sejak 1998 dan terjadinya berbagai gangguan, seperti Kanal Tarum Barat (Kalimalang) sebagai penghubung Waduk Jatiluhur yang mampet karena sampah misalnya menjadi catatan buruk lainnya. Di titik ini saya jadi bertanya-tanya; Mampukah PALYJA mencari jalan keluar?
Melalui Teknologi
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Begitu pun dengan persoalan air di Jakarta. Lewat pemaparan Ibu Meyritha, saya baru tahu bahwa PALYJA ternyata kece abis! Dengan berani, PALYJA mengambil langkah dengan cara melakukan optimasi terhadap pasokan air bersih di Jakarta. Implementasinya dilakukan melalui beberapa teknologi keren. Apa sajakah itu?
- Teknologi Biofiltrasi
Tahukah kamu? IPA Taman Kota sempat vakum pada 2007 karena kadar amonium yang tinggi. Untuk menambah kapasitas air bersih, maka PALYJA mengembangkan teknologi biofiltrasi. Teknologi ini dikembangkan oleh PALYJA bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah supervisi dari SUEZ selaku pemegang saham terbesar PALYJA.
Biofiltrasi berbeda dengan filtrasi. Dikutip dari laman kompas.com yang pada 12 September 2012, Dr. Rudy Nugroho, perekayasa BPPT mengatakan bahwa filtrasi hanya menyaring kotoran yang melayang sedangkan bio akan memakai mikroorganisme dalam menguraikan kotoran yang terlarut. Intinya, biofilrasi bekerja dengan cara memanfaatkan mikroorganisme alami dengan tujuan agar kadar amonium dalam air tersebut berkurang. Teknologi ini pertama kali digunakan di IPA Taman Kota pada 6 September 2012. Sejak itulah IPA Taman Kota kembali aktif.
Usaha PALYJA tak sia-sia. Berkat teknologi ini, kapasitas air bersih di IPA Taman Kota berhasil diproduksi sebanyak 150 liter per detik. Luar biasa, kan?
- Moving Bed Biofilm Reactor (MBBBR)
Teknologi ini mirip dengan biofiltrasi, intinya sama-sama memanfaatkan mikroorganisme untuk mereduksi kadar amonium yang ada di dalam air. Bedanya, MBBR menggunakan media bernama METEOR. "MBBR mampu menghilangkan 87% amoniak", jelas Meyritha.
Teknologi ini pertama kali diterapkan pada Mei 2015 di Instalasi Pengambilan Air Baku Kanal Banjir Barat dan berhasil memproduksi air baku sebanyak 550 liter per detik. Hebatnya, teknologi ini pertama di Asia Tenggara dan Indonesia di bidang pengolahan air dalam pemanfaatan mikroorganisme alami loh!
- Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer
IPA Taman Kota berjarak kurang lebih 5 km dari air laut. Jarak yang cukup dekat dengan air laut membuat PALYJA harus was-was jika suatu waktu air laut masuk ke daratan, terutama pada musim kemarau. Masalahnya, mikroorganisme yang digunakan dalam biofiltrasi hanya dapat hidup di air tawar. Jika terkena air laut, mereka bisa mati.
Nah, agar air laut tidak masuk dan mengacaukan teknologi biofiltrasi, maka PALYJA melakukan upaya preventif dengan cara memasang  sebuah alat bernama TDS Online Analizer, alat pendeteksi air laut di pintu masuk air (intake) yang menuju instalasi. Jadi, jika air laut mengenai intake, pihak PALYJA dapat melakukan upaya pencegahan. Sssstt... teknologi ini usianya masih muda loh. Baru diterapkan pada akhir 2015!