Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

iJakarta, Antara Kebanggaan dan Tantangan

8 September 2016   23:15 Diperbarui: 9 September 2016   00:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Digital iJakarta (sumber: ijakarta.id)

Penasaran akan bagaimana Buqulib, saya pun mencoba aplikasi ini pada 29 Agustus 2016. Saya ingin tahu bagaimana perbandingan buqulib dengan ijakarta. Saat itulah saya merasa ada beberapa perbedaan.

Jika untuk masuk ke iJakarta bisa melalui facebook atau akun e-mail, buqulib hanya bisa diakses lewat e-mail. Fitur yang tersedia pun terbatas. Buqulib tidak menyediakan fasilitas donasi buku dan tidak seperti ijakarta yang juga merupakan kombinasi dengan media sosial. Dengan begitu, buqulib murni hanya sebatas tempat minjam atau menyewa buku, tidak ada interaksi antar pengguna buqulib di dalamnya.

Perbedaan lainnya adalah buqulib merupakan perpustakaan digital berbayar dengan sistem bayar menggunakan token.  1 token bernilai Rp 3.000. Token ini bisa dibeli di alfamart atau dipotong dari pulsa. Untuk peminjaman satu buku akan bervariasi. Bisa satu atau lebih dari satu token, tergantung buku yang hendak kita pinjam dengan waktu peminjaman hanya berkisar 7 hari. Namun untuk kamu yang baru saja registrasi tidak usah khawatir. 2 buah token akan langsung tersedia di akun kamu. Sebagai langkah awal, setidaknya kamu bisa meminjam 1 hingga dua buku. Promosi yang baik. Sama seperti ijakarta, setiap buku yang kita pinjam akan masuk ke fitur rak buku.

Salah satu buku yang dapat dibaca dengan gratis
Salah satu buku yang dapat dibaca dengan gratis
Meski berbayar, buqulib juga menyediakan beberapa buku yang bisa dipinjam dan dibaca secara gratis. Namun ada harga, ada rupa. Ketersediaan buku yang gratis ini terbatas. Untuk buku berbayar pun juga judul bukunya masih terbatas. Kekurangan buqulib ini dapat dimaklumi karena ketiadaannya peran pemerintah daerah di dalamnya. Di titik inilah iJakarta memiliki keunggulan tersendiri.

Sebuah Tantangan

Masih ingat soal hasil survey di atas?

Hasil survey terhadap 70 orang Jakarta secara acak di atas mungkin belum bisa mewakili keseluruhan warga Jakarta yang berjumlah 10 juta lebih, namun setidaknya dapat diambil kesimpulan. Di balik tahu atau tidak tahu warga tentang iJakarta, pernah atau belum pernah meminjam buku di iJakarta terdapat suatu prestasi namun juga PR besar untuk iJakarta dalam berkarya ke depannya.

Hasil survey dengan Fauzier Rahman
Hasil survey dengan Fauzier Rahman
Orang yang tahu iJakarta namun belum pernah mengunduh atau membuka ijakarta memiliki berbagai alasan. Fauzier Rahman, pemuda 25 tahun yang berdomisili di Jakarta Pusat menuturkan bahwa ia mengetahui ijakarta dari review di internet. Namun begitu ditanya kenapa belum unduh dan menggunakannya ia menjawab, “Belum merasa butuh, Val. Karena lebih terbiasa ama perpustakaan yang pada umumnya.” Hampir mirip dengan Fauzier, Yaumil Phasa, pemuda 22 tahun yang berdomisili di Jakarta Utara ini juga mengaku belum tertarik untuk menggunakan ijakarta. Ia mengaku bahwa ia kurang suka baca buku di gawai terlebih adanya keterbatasan daya baterai. Adapun Tyas Gusti Harta, seperti yang ia jawab di status facebook saya menjawab bahwa ia belum tertarik untuk mengunduh karena kapasitas memori yang agak besar.

screenshot-2016-08-30-11-20-54-57d18e2fd49373f7525b5589.png
screenshot-2016-08-30-11-20-54-57d18e2fd49373f7525b5589.png
Sama halnya dengan mereka yang belum pernah meminjam buku terlebih mengunduh, orang yang pernah meminjam buku di ijakarta juga memiliki tanggapan yang berbeda. Zainal Irfan, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Syarif Hidayatullah yang berKTPkan Jakarta Selatan menjelaskan bahwa ia pernah meminjam 2 buku. Meski beranggapan bahwa iJakarta itu merupakan suatu terobosan dunia baca, ia mengaku bahwa masih terdapat kekurangan di dalamnya. Menurutnya, stok pinjaman buku di iJakarta masih terbatas dan belum semua buku terdigitalisasi. Juga sering ngelag  dan kurang promosi untuk pelajar dan masyarakat umum.

Tak jauh berbeda dengan Irfan, Dian Maria Ulfa, dosen jurusan farmasi UI ini juga pernah meminjam buku di iJakarta. Bahkan anaknya, Syafiq yang masih duduk di kelas 2 SD juga suka meminjam buku di ijakarta. Namun sayang, Dian mengeluhkan beberapa kekurangan di ijakarta. Seperti yang ditanyakan oleh Linda Erlina, kawan baik saya kepadanya melalui whatssapp, Dian menuturkan bahwa iJakarta memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. “Kekurangannya bukunya ya belum terlalu banyak. Kadang suka antre pinjamnya kalau bukunya bagus. Kelebihannya, kita enggak perlu ke perpustakaan (konvensional) untuk minjam buku. Ada sosial media gitu jadi kita bisa lihat pinjaman orang-orang.” Tuturnya di whatssap.

Apa yang dialami oleh Irfan, Phasa, Tyas, Fauzier dan Dian merupakan suatu gambaran tentang bagaimana masyarakat menilai iJakarta. Terlepas dari berapa banyak orang yang telah tahu iJakarta dan berapa banyak yang telah menggunakannya, iJakarta merupakan suatu kebanggan bagi warga Jakarta. Tidak semua kota di Indonesia memiliki perpustakaan digital sendiri. Namun di sisi lain, berkaca dari berbagai keluhan yang disampaikan juga merupakan tantangan besar. Harapannya, iJakarta terus memperbaiki diri menjadi perpustakaan digital yang lebih baik dan makin dicintai warganya.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun