Dan itu persis dengan apa yang mbak Pram ucapkan dengan sangat frontal:
"Jangan tuan percaya pada pendidikan sekolah, seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip, apalagi kalau guru itu sama banditnya pula pada dasarnya."
Tapi, kenapa itu tetap saja terawat dan subur? Tidak mudah untuk menjawab itu. Akan ada beberapa generasi yang harus dibentuk untuk menghapuskan Narasi kolonial 300 tahun silam dan menguburnya dalam-dalam.
Dalam hal ini, saya akan lebih condong pada salah satu tokoh sosiolog Peter L. Berger (1967) yang berujar, bahwa manusia adalah produk dari ciptaannya sendiri.Â
Maksudnya apa? Begini cara sederhana memahaminya. Meskipun ini agak mirip dengan konsepsinya Marx tentang manusia, tapi saya tidak ingin membahasnya disini.Â
Bagi Berger, manusia adalah bentukan dari masyarakat yang di mana ia menjalankan aktivitas sosialnya sehari-hari. Sedangkan masyarakat adalah hasil ciptaan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, manusia adalah hasil produksi dari ciptaannya sendiri.
Jadi, narasi kolonial 300 tahun silam yang terawat dan subur itu bukanlah rentetan peristiwa yang kebetulan. Ia adalah bentukan umat manusia di mana satu generasi berdiri di atas pundak generasi yang satunya, yang kemudian oleh Habermas menyebutnya dengan istilah "kegiatan transendental".
Tapi, apakah itu menjawab pertanyaan? Saya tidak yakin.Â
Sekiranya, sebagai mahasiswa semester banyak yang dibuat menganggur oleh coronavirus, untuk sekarang itu yang dapat saya lakukan. Mengamati dan memberikan tanggapan semaunya.Â
Anda kurang puas? Maaf, saya bukan pemuas.Wahahaha
#stayethome