Pemerintah juga telah menyiapkan dana sekitar Rp3,78 triliun untuk subsidi ini. Dimana  bantuan ini ditunjukkan pada pelanggan listrik 450 VA yang mencapai 24 juta pelanggan. sedangkan untuk pelanggan 900 VA diberikan diskon sebesar 50 persen kepada 7 juta pelanggan.
Bantuan terakhir yang direncanakan pemerintah sejak 2019 yaitu kartu pra kerja dimana dianggap memiliki peran besar dalam peningkatan kebutuhan angkatan pekerja. Pemerintah telah menyiapkan anggaran yang semula sekitar Rp10 triliun lalu dilipatgandakan menjadi Rp20 triliun untuk progam ini dengan target penerimaan sebesar 5,6 juta orang terutama untuk yang terkena PHK, pekerja informal dan bagi yang belum mendapatkan pekerjaan.
Kartu pra kerja merupakan bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilannya untuk kebutuhan mencari kerja. Adapun manfaat yang diberikan kartu ini diantaranya, mendapatkan biaya bantuan pelatihan Rp 1.000.000, insentif penuntasan pelatihan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan, dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp 150.000. Dana tersebut akan ditransfer ke peserta progam secara bertahap melalui dompet digital.
Progam ini menimbulkan banyak kontroversi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menganggap kartu ini hanya permainan kata yang dimana dianggap menggaji pengangguran. Namun, isu ini telah dijawab oleh Presiden Joko Widodo dimana tujuan pengeluaran kartu ini yaitu untuk mendukung anak-anak muda Indonesia agar memiliki peluang masuk dunia industri dan dunia kerja.
Meskipun mengalami banyak pertentangan selama pelaksanaannya pada pertengahan tahun 2020 kemarin, progam ini tetap berjalan hingga gelombang pendaftaran ke-11 yang telah di tutup 4 november 2020. Sekitar 36 juta orang telah mendaftar selama periode gelombang 1-10 namun hanya 5.597.179 orang yang dinyatakan lolos sebagai penerima kartu pra kerja.
Progam kartu prakerja juga dianggap mendorong akselerasi inklusi keuangan Indonesia. Hal ini terjadi karena pemerintah menjalin kemitraan dengan beberapa platform mitra pembayaran progam kartu prakerja, diantaranya LinkAja, BNI, OVO, Gopay dan DANA. Dengan menggandeng platform keuangan digital pelaksanaan progam ini mengakselerasi inklusi keuangan masyarakat Indonesia, terbukti dengan peningkatan jumlah kepemilikan rekening bank dan e-wallet para peserta kartu prakerja. Dari total 5,6 peserta, sebanyak 76 persen memiliki rekening e-wallet dan 24 persen memiliki rekening bank.
Presiden Joko Widodo juga menetapkan pencapaian target inklusi keuangan pada tahun 2024 sebesar 90 persen saat Rapat Terbatas Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) Januari 2020. Hal ini dilakukan karena Indonesia masih tergolong rendah tingkat inklusi serta indeks literasi keuangan masyarakatnya dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.
Dikutip dari Kompas.com, Jum'at (30/10/2020), Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyampaikan, inklusi keuangan memiliki tiga peran krusial dalam pencapaian tujuan makro ekonomi Indonesia.
Pertama, inklusi keuangan dapat meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Kedua, berperan dalamproses pemulihan ekonomi di masa krisis. Terakhir, inklusi keuangan berperan menjaga stabilitas ekonomi.
Sayangnya, tidak semua peserta kartu pra kerja menjalankan progam sesuai ketentuan. Meskipun terjadi kenaikan penggguna dompet digital untuk mempermudah dan menpercepat transaksi, namun sebanyak 382.868 orang dari gelombang 1 hingga 10 terpaksa dicabut kepesertaannya karena tidak membeli pelatihan pertama dalam waktu 30 hari setelah dinyatakan lolos. Sehingga dialokasikan pada gelombang tambahan yakni gelombang 11.
Presiden menyampaikan apabila adanya keterlibatan antara pemerintah daerah dan pusat sangat dibutuhkan. Keterlibatan ini selanjutnya dapat membantu penerimaan manfaat kepada masyarakat agar tepat  sasaran.