Mohon tunggu...
Najihah Qoonita
Najihah Qoonita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

2021: Resolusi Pengurangan Pengangguran?

9 Januari 2021   16:34 Diperbarui: 9 Januari 2021   16:38 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: InvestorDaily

Oleh: Najihah Qoonita

Mahasiswi Ekonomi Pembangunan (Transfer) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Berbeda dengan tahun 2020 terjadi lonjakan jumlah pengangguran yang diakibatkan pandemi, akankan tahun 2021 pemerintah berhasil mengurangi pengangguran dan mencapai perbaikan ekonomi nasional dengan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat?

Satu tahun berlalu dimana seluruh dunia mengalami masa sulit karena pandemi Covid-19. Indonesia menjadi salah satu dari berbagai banyak Negara yang terdampak pandemi dan masih harus berjuang melawan Covid-19 karena angka terkonfirmasi masih terus bertambah setiap harinya semenjak pertama di konfirmasi pada Maret 2020.

Dampak Covid-19 sangat terasa pada setiap aspek kehidupan khususnya sosial dan ekonomi. Dampak ini terasa karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga menyebabkan kegiatan masyarakat sangat dibatasi untuk mengurangi terjadinya penularan.

Pembatasan ini juga menjadikan masyarakat melakukan panic buying pada awal konfirmasi kasus di Jakarta sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan pada beberapa barang kebutuhan sehingga mengalami kelonjakan harga yang drastis.

Di sisi lain, angkatan kerja baru juga mengalami kesulitan karena berpotensi tidak terserap mengingat jumlahnya akan terus bertambah setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah lowongan kerja terus menyusut hingga 62 persen per Mei 2020 jika dibandingkan Februari 2020 sehingga dapat dikatakan apabila penerimaan tenaga kerja hanya berkesempatan kecil.

Disamping itu pemerintah diharapkan dapat memberikan jalan keluar bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaannya karena pandemi saat ini. Namun kembali lagi dimana kebijakan pemerintah tersebut juga diharapkan tidak mengurangi adanya Pembatasan Sosisal Berskala Besar (PSBB) dimana agar tidak menyebabkan lonjakan kasus baru yang dapat berdampak lebih buruk pada tingkat pengangguran.

Pemerintah dapat mengupayakan atau memfokuskan terlebih dahulu pengurangan jumlah pengangguran dengan cara memulihkan kembali sektor manufaktur untuk kembali membuka peluang kerja. Progam lain yang terkait yaitu meningkatkan kembali keterampilan kewirausahaan bagi masyarakat dengan melihat peluang yang ada.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam sidang paripurna kamis (18/6/2020) mengatakan akan berfokus pada pemulihan ekonomi nasional di 2021 dan dapat ditunjukkan salah satunya melalui penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Progam ini direncanakan akan menghabiskan dana sebesar Rp589,65 triliun.

Menyikapi dana anggaran yang telah direncanakan tersebut pemerintah telah menyiapkan dana pada APBN tahun 2021 sekitar Rp110 triliun yang digunakan untuk memberikan bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19 terutama pengangguran agar tetap mampu memenuhi kebutuhannya.

Kebijakan pemerintah dalam upaya pemberian bantuan sosial yang dimaksud di atas berupa, Progam Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Sosial Tunai (BST), Kartu Pre Kerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa dan Diskon Listrik Gratis. Bantuan ini diharapkan pemerintah dapat teralokasikan tepat sasaran pada masyarakat yang memang membutuhkan.

Dikutip dari laman Setkab.go.id, Presiden Joko Widodo menekankan agar bantuan sosial tersebut dapat segera disalurkan bulan Januari. Dengan harapan bantuan tersebut menjadi pemacu untuk percepatan pertumbuhan ekonomi. Presiden juga menegaskan agar dana yang disalurkan pada masyarakat tersebut tidak ada potongan bentuk apapun sehingga langsung diterima oleh rekening penerima bantuan.

Beberapa kebijakan pemberian bantuan yang dilakukan pemerintah seperti Progam Keluarga Harapan (PKH), disiapkan dana Rp28,7 triliun untuk 10 juta KPM selama 4 triwulan. Progam ini sebelumnya memang sudah dilaksanakan oleh kementrian sosial untuk penanggulangan kemiskinan sejak tahun 2007 dan bersyarat.

PKH membuka akses bagi keluarga miskin terutama ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, penyandang disabilitas dan lanjut usia untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan.

Sama seperti PKH bantuan dalam bentuk kartu sembako juga diperuntukkan untuk keluarga miskin namun lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar pangan. Progam ini juga bersyarat dimana penerima harus terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Bantuan ini diterima Rp 200.000 perbulan/keluarga dan disalurkan ke 18,8 juta keluarga di Indonesia selama satu tahun.

Sedangkan untuk Bantuan Sosial Tunai (BST) pemerintah telah menyiapkan Rp 12 triliun yang akan disalurkan kepada 10 juta KPM, masing-masing Rp 300.000 selama 4 bulan. Progam ini diberikan kepada KPM yang belum menerima bansos lain, seperti Kartu Sembako, Bansos non PKH, BLT UMKM, BLT Subsidi Gaji, Kartu Prakerja dan progam pemerintah lainnya.

Bantuan Langsung Tunai (BLT) telah dianggarkan pemerintah sebesar Rp 14,4 triliun. BLT dapat berupa pemberian uang tunai, atau beragam bantuan lainnya baik bersyarat maupun tanpa syarat. Besaran dana yang diberikan dan mekanisme yang dijalankan dalam progam BLT berbeda-beda tergantung pada kebijakan pemerintah di setiap negara.

Progam BLT dijalankan di Indonesia pertama kali pada tahun 2005 hingga saat ini. Progam ini sempat menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai alat pendongkrak popularitas jelang pemilu, pembodohan bangsa dan penambah beban dengan hutang.

Tidak berhenti disitu BLT dinilai memiliki banyak kelemahan diantaranya, pertama  pembagian tidak merata disebabkan data yang digunakan adalah data lama. Kedua, progam ini kerap menciptakan peluang korupsi dengan cara pemotongan dana bantuan. Ketiga, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pengurus daerah. Keempat, jumlah nominal insentif BLT sama sekali tidak memiliki pengaruh secara signifikan bagi kesulitan yang dihadapi warga miskin. Kelima, BLT disinyalir memicu konflik sosial di tengah masyarakat.

Namun atas penilaian berbagai kelemahan tersebut BLT dinilai sukses oleh beberapa tokoh terutama Bank Dunia yang menyebutkan apabila Indonesia menjadi Negara yang paling sukses menyelenggarakan bantuan ini kepada masyarakat miskin dibuktikan dengan Indonesia berhasil menyalurkannya kepada sepertiga rumah tangga hanya dalam kurun waktu 5 bulan.

Menyikapi beberapa bantuan yang telah diberikan di atas, pemerintah juga kembali  merencanakan pemberian keringanan biaya pembayaran listrik yang sebelumnya telah diberikan pada tahun 2020 dan pada 2021 ini akan diperpanjang hingga bulan maret. Subsidi keringanan ini mulai bisa dinikmati pada 7 Januari 2021.

Pemerintah juga telah menyiapkan dana sekitar Rp3,78 triliun untuk subsidi ini. Dimana  bantuan ini ditunjukkan pada pelanggan listrik 450 VA yang mencapai 24 juta pelanggan. sedangkan untuk pelanggan 900 VA diberikan diskon sebesar 50 persen kepada 7 juta pelanggan.

Bantuan terakhir yang direncanakan pemerintah sejak 2019 yaitu kartu pra kerja dimana dianggap memiliki peran besar dalam peningkatan kebutuhan angkatan pekerja. Pemerintah telah menyiapkan anggaran yang semula sekitar Rp10 triliun lalu dilipatgandakan menjadi Rp20 triliun untuk progam ini dengan target penerimaan sebesar 5,6 juta orang terutama untuk yang terkena PHK, pekerja informal dan bagi yang belum mendapatkan pekerjaan.

Kartu pra kerja merupakan bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilannya untuk kebutuhan mencari kerja. Adapun manfaat yang diberikan kartu ini diantaranya, mendapatkan biaya bantuan pelatihan Rp 1.000.000, insentif penuntasan pelatihan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan, dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp 150.000. Dana tersebut akan ditransfer ke peserta progam secara bertahap melalui dompet digital.

Progam ini menimbulkan banyak kontroversi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menganggap kartu ini hanya permainan kata yang dimana dianggap menggaji pengangguran. Namun, isu ini telah dijawab oleh Presiden Joko Widodo dimana tujuan pengeluaran kartu ini yaitu untuk mendukung anak-anak muda Indonesia agar memiliki peluang masuk dunia industri dan dunia kerja.

Meskipun mengalami banyak pertentangan selama pelaksanaannya pada pertengahan tahun 2020 kemarin, progam ini tetap berjalan hingga gelombang pendaftaran ke-11 yang telah di tutup 4 november 2020. Sekitar 36 juta orang telah mendaftar selama periode gelombang 1-10 namun hanya 5.597.179 orang yang dinyatakan lolos sebagai penerima kartu pra kerja.

Progam kartu prakerja juga dianggap mendorong akselerasi inklusi keuangan Indonesia. Hal ini terjadi karena pemerintah menjalin kemitraan dengan beberapa platform mitra pembayaran progam kartu prakerja, diantaranya LinkAja, BNI, OVO, Gopay dan DANA. Dengan menggandeng platform keuangan digital pelaksanaan progam ini mengakselerasi inklusi keuangan masyarakat Indonesia, terbukti dengan peningkatan jumlah kepemilikan rekening bank dan e-wallet para peserta kartu prakerja. Dari total 5,6 peserta, sebanyak 76 persen memiliki rekening e-wallet dan 24 persen memiliki rekening bank.

Presiden Joko Widodo juga menetapkan pencapaian target inklusi keuangan pada tahun 2024 sebesar 90 persen saat Rapat Terbatas Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) Januari 2020. Hal ini dilakukan karena Indonesia masih tergolong rendah tingkat inklusi serta indeks literasi keuangan masyarakatnya dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.

Dikutip dari Kompas.com, Jum'at (30/10/2020), Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyampaikan, inklusi keuangan memiliki tiga peran krusial dalam pencapaian tujuan makro ekonomi Indonesia.

Pertama, inklusi keuangan dapat meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Kedua, berperan dalamproses pemulihan ekonomi di masa krisis. Terakhir, inklusi keuangan berperan menjaga stabilitas ekonomi.

Sayangnya, tidak semua peserta kartu pra kerja menjalankan progam sesuai ketentuan. Meskipun terjadi kenaikan penggguna dompet digital untuk mempermudah dan menpercepat transaksi, namun sebanyak 382.868 orang dari gelombang 1 hingga 10 terpaksa dicabut kepesertaannya karena tidak membeli pelatihan pertama dalam waktu 30 hari setelah dinyatakan lolos. Sehingga dialokasikan pada gelombang tambahan yakni gelombang 11.

Presiden menyampaikan apabila adanya keterlibatan antara pemerintah daerah dan pusat sangat dibutuhkan. Keterlibatan ini selanjutnya dapat membantu penerimaan manfaat kepada masyarakat agar tepat  sasaran.

Lebih lanjut Menko Muhadjir menerangkan, kunci keberhasilan sebaran bantuan sosial adalah data tepat sasaran. Kemensos akan memutahirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) secara besar-besaran pada tahun 2021, Menko PMK juga mengarahkan untuk perluasan DTKS agar mencakup seluruh aspek pembangunan manusia dan kebudayaan. Hingga saat ini Mensos telah memastikan data penerima bantuan sosial hampir rampung sehingga percepatan penyaluran mulai dilaksanakan minggu awal Januari 2021.

Serapan bantuan sosial (bansos) yang telah dilakukan pemerintah sampai dengan akhir tahun 2020 telah lebih dari 90 persen (Kontan.co.id). Untuk progam yang telah tersalurkan hingga 100 persen, Menko Muhadjir menyampaikan antara lain Progam Keluarga Harapan (PKH) dan Progam Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Kartu Sembako.

Menyikapi banyaknya bentuk bantuan sosial yang diberikan pemerintah serta penyaluran yang telah mendekati rampung, pemerintah juga mengantisipasi adanya penyelewengan bansos. Menteri Sosial Tri Risma Maharini mengungkapkan pihaknya tengah menyiapkan mekanisme pelaporan yang lebih detail dari penerima bantuan. Hal ini diharapkan dapat menghindari adanya pemotongan atau penyelewengan bantuan.

Mekanisme tersebut akan dimulai bulan Februari sementara penerimaan bantuan sudah dilaksanakan pada bulan Januari. Mekanisme ini dilakukan dengan pembuatan edaran dan pemantauan penggunaan bansos dengan menyediakan tools atau alat untuk mengetahui pembelanjaan uang yang dilakukan penerima. 

Dampak pandemi juga terjadi pada bidang ekonomi dimana kenaikan harga karena kelangkaan barang kebutuhan pokok masyarakat seperti bahan makanan dan masker, sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat yang semakin berkurang.

Melemahnya daya beli serta kegiatan konsumsi masyarakat juga disebabkan karena pendapatan yang menurun, karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan karyawan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan karena kegiatan produksi perusahaan tidak sebanding dengan permintaan pasar sehingga mengakibatkan perusahaan melakukan penghematan biaya dan meminimalisir terjadinya gulung tikar.

Data BPS mengatakan apabila tingkat pengangguran Indonesia pada periode Agustus 2020 mengalami kenaikan 5,23 persen menjadi 7,07 persen atau terjadi kenaikan sebesar 2,67 juta. Dengan demikian, jumlah angakatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi 9,77 juta orang (Kompas.com).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun