Mohon tunggu...
Khanif Fauzan
Khanif Fauzan Mohon Tunggu... Penulis - Pustakawan

Terima kasih telah berkunjung, semoga barakah manfaat! :) https://linktr.ee/fauzankhanief

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Who's Behind?

26 Maret 2018   20:00 Diperbarui: 26 Maret 2018   20:02 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://claudyalee.blogspot.co.id

Scene 1 : Marbles

Seutas benang putih melayang di udara malam, tertiup angin lalu menempel di bahu seorang lelaki yang berjalan menggandeng istrinya. Lampu temaram menerangi mereka berdua melewati gang demi gang dalam perjalanan menuju rumah. Derik jengkerik, cicit tikus yang lewat, mereka abaikan dengan tawa membahana.

"Film tadi bagus sekali Harry, jarang kita punya kesempatan berdua seperti ini" ujar Reyna, istri sang lelaki.

"Yeah" alis sang lelaki terangkat. "Semenjak lahir si kecil Robin, belakangan ini kita sibuk mengasuhnya. Kerjaan di kantor juga menumpuk kemarin, sekarang tak seperti dulu waktu kuliah"

"Dulu, kau gigih sekali mempersiapkan pernikahan kita. Meski waktu tak selonggar dulu, tapi kini kubisa menikmati waktu bersamamu dan si kecil Robin setiap hari, ini saat terindah dalam hidupku sayang"

"Kau selalu manis, sayang" Harry sang lelaki, mencubit pipi Reyna. "Pipi tembem si kecil Robin mungkin darimu"

"Apaan sih kau.." Reyna balas mencubit lengan Harry. Mereka tertawa.

Sepatu Harry menginjak sesuatu. Puluhan kelereng ada di bawah kakinya. Ia perhatikan mulai dari sini, ada butir kelereng tiap selangkah ia berjalan. Ia tengok belakang, tak ada kelereng yang tersebar. "Apa ini?" Harry dan istrinya lalu mengikuti alur butiran kelereng yang mengular. Setiap butirnya terdapat bercak merah yang menggumpal hitam.

Dari belakang mereka, mendekat dua lelaki berseragam dengan langkah tergesa. Harry berhenti. "Ada apa pak?"

"Malam sir, maaf mengganggu waktu anda. Apa kalian melihat seseorang lewat sini? Kami dari kepolisian sedang mengejar seorang penjahat yang kabur setelah ketahuan mencuri di Golden Rose, Avenue Street"

Harry menggeleng. "Kami tak melihat siapapun sekitar sini, namun kami menemukan hal yang mencurigakan sir" dia menunjuk butiran kelereng yang mengular sepanjang jalan. Salah satu polisi mengambil satu kelereng. Setelah mengamatinya seksama, dia mengangguk. "Oke, kita ikuti kelereng ini sampai kemana"

Belum sempat mereka berjalan, tiba-tiba Harry mendapat telepon dari pembantunya di rumah. Ada sesuatu yang terjadi.

***

Scene 2 : Clown

Seorang wanita paruh baya sibuk mengganti popok si kecil Robin yang tak mau diam. Setelah ganti popok, si kecil yang berusia 3 tahun itu berlarian kesana kemari berceloteh ria sepanjang ruang tamu. Anak pro aktif itu berhasil di tangkap Amy, si wanita yang gemas melihat tingkahnya. Dalam gendongan si anak menggelinjang tak mau diam, baru setelah sampai di atas kasur dengan di beri dot, ia mau diam. Perlahan, matanya mengatup.

"Huh, sedikit merepotkan menangani si kecil Robin" ujar Amy, sembari mengusap lembut dahi si kecil Robin yang tertidur.

Jarum panjang menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh menit, sudah tiga jam ayah dan ibu si kecil Robin keluar berbulan madu. Selama setahun menjadi pembantu mereka, Amy tahu kalau mereka berdua tak banyak punya waktu bersama seperti ini. Mereka ingin merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ketiga, sekaligus merayakan kepindahan tempat tinggal mereka hari ini.

Rumah yang baru ini menempati sebidang tanah cukup luas, yang memiliki kebun di belakang rumah. Kamar si kecil berada di lantai dua, berhadapan dengan kamar orang tuanya. Ruang tamu berada di lantai satu, menghadap ke arah pintu keluar. Sementara dapur dan toilet berada di bagian belakang rumah. Kamar Amy dekat dengan dapur, sehingga bila pagi menjelang ia bisa segera menyiapkan sarapan.

Amy merasa haus, ia lalu turun menuju ke dapur.

Ketika di persimpangan tangga, ia lihat ada yang aneh. Di ruang tamu, hanya ada sofa panjang, meja, rak buku, dan tempat piala. Tapi mengapa ada patung? Seingatnya saat mengejar si kecil Robin, ia tak melihat benda itu.

Amy mendekati patung itu. Ia tertegun melihat sosok tinggi besar berkulit putih pualam mengenakan pakaian aneh. Pakaiannya kuning longgar menutupi mata kaki, memakai rompi berenda setangan leher lengkap kaus tangan tebal. Sepatunya besar kemerahan. Patung itu kepala tengahnya botak, rambut keriting kemerahan menutupi hingga tengkuknya. Lucu memang bila untuk menghibur anak-anak. Namun, Amy menahan nafas melihat wajahnya. Wajah tersenyum lebar memperlihatkan gigi taring semua, bibirnya di poles warna merah cerah. Hidung bulatnya tak kalah merah. Matanya hitam, seperti sabit terbalik.

Ia ingin meraba sejenak sosok kaku itu, desir halus menyelinap di tengkuknya.

Amy sedikit takut, urung ia menyentuh patung itu. Segera ia pergi ke dapur dan menemukan pintu belakang yang setengah terbuka. Harusnya pintu belakang telah tertutup rapat. Ia mulai curiga, ada sesuatu yang terjadi. Amy tak jadi minum, segera ia berlari ke kamar si kecil Robin. Saat melewati ruang tamu...

Patung itu menghilang.

Kecurigaan itu bertambah kuat. Sampai di kamar, si kecil Robin ternyata bangun sambil tertawa-tawa. Mata lecinya berbinar entah mengapa. Langsung Amy menelpon tuannya. Ia ceritakan hal aneh di rumah itu, dan bertanya tentang patung badut yang ia lihat barusan. Harry si tuan rumah menyuruh Amy membawa si kecil Robin secepatnya keluar menuju pintu depan.

Seketika ia gendong si kecil keluar rumah. Saat membuka pintu keluar, sekilas bayangan hitam melintas di belakangnya.

***

Scene 3 : Behind

Dua polisi berhasil menangkap seorang pencuri yang kabur dalam rumah baru Harry dan Reyna. Pencuri yang mengenakan pakaian hitam itu ditangkap tanpa perlawanan, malahan menyerahkan diri waktu polisi menemukannya bersembunyi di kolong kasur kamar Amy. Matanya sayu, ketakutan.

"Terima kasih telah membantu kami menangkap si pencuri ini sir, maaf mengganggu waktu anda. Lain waktu bila ada hal-hal mencurigakan, segera hubungi kami di pos polisi terdekat. Itu akan sangat membantu pekerjaan kami sir" kata si polisi, sambil menjabat tangan Harry.

Harry mengangguk, mengusap dahi si kecil Robin yang di peluk Amy. "Sayalah yang harus berterima kasih sir, sebab secara kebetulan kami bertemu kalian di jalan. Jika tidak, kami akan sangat kerepotan sebab seorang pencuri masuk ke rumah baru kami"

"Saya ingin tanya sir" sahut Amy. "Apa si pencuri ini mengenakan pakaian badut waktu kalian kejar?"

Si pencuri menahan nafas, matanya makin sayu. Si polisi tertawa. "Kau ini bicara apa lady, kau lihat kan dia hanya mengenakan kaus kumal dengan celana hitam selutut. Untung saja dia tak kabur terlalu jauh. Kalau tidak.." si polisi menunjukkan puluhan perhiasan dalam tas si pencuri. "Dia membawa puluhan juta dollar"

"Bagaimana dengan kelereng yang kita temukan sepanjang jalan sir?" ujar Harry.

Si polisi menggeleng. "Kami tak tahu mengapa ada kelereng sepanjang jalan, mungkin ada anak kecil iseng menyebarkan kelereng sampai belakang rumah kalian. Yang jelas, kami telah menyisir seluruh bagian rumah, dan kami pastikan kalian aman malam ini"

Reyna mengangguk senang. "Terima kasih sir"

Si polisi melambaikan tangan. "Kalau begitu, sampai jumpa sir. Kami harus segera membawa si pencuri ke kantor polisi" kemudian mereka pergi hingga hilang ditelan malam.

Harry menghela nafas, lega akan kekhawatiran yang tak terjadi. Kecemasan Reyna mereda, sementara Amy masih bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka masih duduk teras membelakangi rumah.

Si kecil Robin sejak tadi tertawa berseri-seri. Mata lecinya membulat, tanda ia sedang terhibur. Harry mengambilnya dari Amy, membelai si kecil Robin, lalu mencium pipinya. Si kecil Robin menarik-narik kerah ayahnya. "Aya-aya.. tadi Obin liat ada a..dut ucu ayah.."

Dahi Harry mengkerut. "Dimana Robin tadi lihat badut?"

Sebutir kelereng menggelinding dalam kelebat bayangan ujung pisau. Utas benang di bahu Harry melayang tertiup desir halus.

Si kecil Robin tertawa menunjuk bahu ayahnya.

"I..tu di belakang ayah!"

Semarang, 22 Februari 2018

https://gramrix.com/#picture
https://gramrix.com/#picture

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun