Mohon tunggu...
ꦤꦶꦠ_ꦭꦺꦴꦒ꧀
ꦤꦶꦠ_ꦭꦺꦴꦒ꧀ Mohon Tunggu... Freelancer - 🐇🦖🗝️🔥🧀

🐇🦖🗝️🔥🧀

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Demi Si Gendut "Hadangan", Saya Rela ke Kalimantan Selatan

23 Maret 2016   13:44 Diperbarui: 6 Oktober 2017   08:40 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika ditanya, apa yang menarik dari Kalimantan Selatan?
Jawabannya kemungkinan besar : 

Pasar terapung?
Belanting bambu?
Bukit-bukit hijau ala Sumba?
Suku Dayak?
Air terjun?


Tidak... tidak, bukan itu semua, walaupun yang saya sebutkan di atas benar.
Ada satu yang istimewa, yang membuat saya dan wisatawan asing rela jauh-jauh datang ke tempat ini hingga tidur di kantor polisi. Melihat Si Gendut yang pandai berenang.


Saya perkenalkan, siapa Si Gendut ini. Nama latinnya adalah Bubalus Bubalis Carabauesis atau nama lokal dalam bahasa Banjar disebut Hadangan atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut Kerbau Rawa. Ya, Si Gendut adalah kerbau yang hidup di tengah rawa-rawa di Kalimatan Selatan. 

Menurut seorang sahabat, kerbau rawa ini hidup di dua tempat di kawasan rawa-rawa di Kalimantan Selatan, yaitu di Danau Bangkau Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan di Danau Panggang Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dan saat itu saya memilih Negara sebagai tempat untuk melihat Si Gendut, kerbau rawa. 

*Sedikit tambahan pengetahuan, kerbau rawa juga ada di Sumatera Selatan tepatnya di Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.*

Dengan menggunakan kapal kalutok atau klotok yang saya sewa, saya beserta seorang teman menyusuri sungai kecokelatan bagaikan kopi cappuccino, yang entah apa namanya, saya lupa bertanya, dari dermaga kecil kota Negara. Seperti sungai-sungai di Kalimantan pada umumnya, di kanan dan di kiri tepi sungai banyak berdiri rumah warga. Sungai ini tidak hanya sebagai tempat tinggal, tapi juga sebagai tempat berbagai macam aktivitas warga sehari-hari, dari mandi, mencuci, memasak bahkan hanya duduk bercengkerama dengan para tetangga atau bisa saja sebagai ajang mencari jodoh.

 [caption caption="Rumah-rumah di sungai - Dokumen Pribadi"]

[/caption]Saya memulai perjalanan sore hari sekitar pukul 4 dengan lama perjalanan menuju areal kerbau rawa kurang dari satu jam. Bisa lebih cepat bila menggunakan speedboat, yang diperkirakan sekitar 20 menit. Sebenarnya untuk bisa melihat kerbau rawa, bisa dilakukan pagi hari sebelum pukul 6. Karena pada pagi hari, saatnya para penggembala melepaskan kerbau rawa keluar mencari makan. Sebaliknya jika sore hari, para penggembala menggiring kerbau rawa kembali memasuki kandang-kandang yang dibangun di tengah-tengah rawa.

[caption caption="Bersiap-siap Mencari Makan - Foto oleh Adi Chandra"]

[/caption]

[caption caption="Sang Penggembala Menggiring Kerbau Rawa - Foto oleh Adi Chandra"]

[/caption]Kenapa saya memilih sore hari? Selain tujuan utama pastinya melihat kerbau rawa, alasan lainnya karena saya mendapat bisikan dari bapak-bapak polisi (yang membantu saya selama di Negara, bisa dibaca disini) bahwa jika sore hari, apalagi cuaca cerah ceria, maka pemandangan yang didapat sangat indah sekali. Hhmm… mendekati saat-saat matahari tenggelam mungkin lebih indah lagi yaa! Dan sampailah saya di tengah rawa-rawa yang dipenuhi ilalang dan enceng gondok. Sesekali ada burung air terbang berkelompok di rawa-rawa. Beberapa kandang mulai terlihat dari jauh.

[caption caption="Pemandangan yang Memanjakan Mata - Dokumen Pribadi"]

[/caption]Kandang dalam bahasa Banjar disebut Kalang. Jadi, sempurna sudah menyebut tempat ini dengan Kalang Hadangan atau Kandang Kerbau. Kalang hadangan terbuat dari kayu-kayu gelondongan yang dijalin menjadi satu kemudian dibagi menjadi dua ruang. Yang luas tanpa atap, tempat berkumpulnya kerbau rawa berbagai jenis kelamin dan ruang yang lain dengan atap, khusus kerbau betina yang sedang menyusui atau melahirkan anaknya. Ada tangga kayu untuk naik dan turun saat mereka keluar dan pulang sehabis mencari makan. Sepertinya kayu yang digunakan untuk membuat kalang-kalang ini berasal dari kayu ulin. Kayu endemik dari Kalimantan, bila terkena air, maka semakin kokoh dan kuat kayu itu.

[caption caption="Kalang Hadangan - Dokumen Pribadi"]

[/caption]Di sinilah letak keunikan kerbau rawa. Mereka mencari makan dengan berenang. Mereka akan mencari rumput-rumput di kedalaman rawa. Entah bagaimana cara mereka ini bisa berenang. Apakah memang ada jenis kerbau rawa dalam spesies biologi kerbau? Ataukah akibat kondisi lingkungan yang membuat mereka menjadi mahir berenang?

Jika musim kemarau tiba, mereka tidak bisa pulang ke kalang. Air rawa yang menyusut membuat mereka kesulitan untuk naik ke kalang, berat badan mereka tidak memungkinkan untuk menaiki tangga kalang. Bisa Anda bayangkan bukan, betapa sangat lucunya mereka! Dan itu bisa berbulan-bulan mereka berada di luar dari kalangnya. Tetapi jangan khawatir, para pemilik kerbau rawa sudah membuat kalang sendiri di rawa yang dangkal. Sehingga, mereka tidak akan berenang sepanjang hari. Sebaliknya, bila musim hujan, maka setiap sore, mereka akan pulang dan mudah menaiki tangga. Karena posisi air rawa yang meninggi hingga batas lantai kalang.

[caption caption="Berkumpul di kubangan saat air rawa surut - Dokumen Pribadi"]

[/caption]Saya sempat bertanya kepada bapak pemilik kapal klotok yang saya sewa tentang asal-usul mengapa kalang hadangan ada di tengah rawa jauh dari pemukiman penduduk. Jawaban yang cukup masuk akal bagi saya adalah agar tidak mengganggu lingkungan rumah dengan polusi udara dan kotoran kerbau. Juga karena lahan area wilayah tersebut memang sebagian besar berupa rawa. Saya jadi berpikir, siapa orang pertama kali yang memiliki ide secermelang ini, membangun kalang di tengah rawa nun jauh? Pertanyaan yang sekali lagi juga lupa saya tanyakan pada saat itu.

Walaupun melihat kerbau sudah biasa di desa tempat leluhur saya, melihat kerbau yang benar-benar nyata hidup di tengah-tengah rawa yang luas, mencari makan dengan berenang seharian, itu suatu hal yang membuat saya terkesan dan membuat saya senang hari itu. Saya anggap itulah kearifan masyarakat lokal, pada akhirnya menjadi daya tarik sendiri. Berbeda dengan peternakan kerbau lain di darat. 

[caption caption="Foto oleh Adi Chandra"]

[/caption]Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun