Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Lentera" dari Petra

22 Maret 2024   15:33 Diperbarui: 25 Maret 2024   15:15 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Melalui Kompas.com (Dokumen Desa Gunungsari, Kebumen)

Ruas parkir mal baru itu diisi dengan beberapa kendaraan. Hanya beberapa mobil dan motor, tidak mencapai puluhan. Sangat wajar, waktu baru menunjukkan pukul 10.43. Beberapa dahan pohon angsana yang tumbuh di luar lingkungan mal menyembul di atas area parkir sisi timur. Liukan dahan pepohonan rimbun itu menari ditiup angin sepoi siang itu

Swalayan di dalam mal itu sudah dikunjungi beberapa konsumen yang rata-rata berjenis kelamin perempuan. Mereka baru usai menjemput anak-anak pulang sekolah taman kanak-kanak. Seragam kotak-kotak khas serta rompi yang dikenakan menggambarkannya. Terdengar obrolan soal makanan-makanan viral yang sedang trend baru-baru ini. Mereka mengamati beberapa produk bahan kue. Beberapa yang lain mengeluhkan anaknya yang merengek minta dibelikan tiket konser boyband asal Korea.

"Kabeh rego mundhak, yo, Nyah. Malah anakku njaluk tiket nonton konser barang."

Kalimat seorang perempuan memecah keheningan. Yang lain asyik membicarakan topik bahan kudapan dari luar negeri yang salah satu komposisinya susu. Milkbun yang sedang booming di Thailand yang mereka bahas, kelihatannya mereka akan coba membuat salah satu jenis camilan yang lagi nge-trend itu.

Perempuan yang lain asyik mengitari rak produk tepung, dan beberapa yang lain mengambil susu dalam kemasan. "Nyah, iki regone luwih murah, lho. Ono diskon telung puluh persen."  Salah seorang perempuan kisaran usia 37 tahunan itu memanggil temannya yang sedang asyik memilih susu kemasan.

Ada lima perempuan yang terlihat berbarengan janjian untuk datang ke mal setelah menjemput anak-anak mereka. "Rat, anakku yang SMA minta  beli tiket konser boyband Korea. Pusing aku."

Ratri, salah satu emak muda yang tidak membawa serta anaknya ke mal yang baru dua minggu buka itu. Lingga, anak perempuan Ratri dititipkan pada Eyangnya, karena memang hari ini jadwal belanja bulanan dan akan mampir ke beberapa tempat sebelum menjemput Lingga anaknya, maka lebih baik Lingga tidak diajak serta.

"Kapan konsernya, Na? Anakku koq gak pernah minta apa-apa ya? Ngerti mbok e bokek.." Tawa renyah Ratri dan sobatnya terdengar. Tiga perempuan yang lain ikutan bergabung setelah selesai membayar barang belanjaan mereka di kasir.

"Aku pulang duluan ya, mau jemput si Lingga dulu di tempat Eyangnya." "Hati-hati, Rat.." Elana, sobatnya membalas dan beberapa yang lain juga melambaikan tangan pada Ratri yang bergegas. Keempat sobatnya masih akan makan di kafe di sebelah barat mal.

Ratri memacu motor maticnya ke Jalan Menur, tempat hidup bersama keluarganya sebelum dia dan Arya, suaminya menikah. Ratri masuk melalui gerbang yang sudah terbuka, memarkir motor dan mengetuk pintu rumah yang bernuansa kayu itu. Ratri disambut hangat oleh Lingga dan Eyang Putrinya.

Pelukan dan kecupan didaratkan di kening Lingga. Ratri memberi salam pada Ibunya. Terjadi percakapan sesaat sebelum dia dan Lingga naik ke motornya serta memacu kendaraan berwarna putih tersebut ke rumahnya. Ibunya memberikan satu besek makanan pada Ratri. Ada tradisi Unggahan dan Udunan yang biasa dilakukan oleh Ibu dan Ayahnya. Ada nasi putih dan lauk-pauk, juga Kue Apem dan Pasung di dalam besek itu.

Motor Ratri yang berwarna putih tulang memasuki halaman rumah.  Arya dua hari ini dinas di luar kota. "Ayo, Lingga cuci kaki dan tangan, lalu kita makan, ya." Ritual bebersih dilakukan sebelum Lingga makan. Saat makan, Lingga asyik menceritakan pengalaman bermain di rumah Eyangnya pada Ratri.

"Ma, aku tadi maem Pasung, enak banget. Hali ini aku bantu Eyang juga. Besok buat Pasung dong, Ma."

Iya, Nak, besok ya kita buat."

Suara ketukan pintu menghentikan obrolan Ratri & si kecil Lingga. "Itu, Kak Petla, Ma.." Lingga menyebut nama kakak tercintanya dengan keterbatasan mengatakan huruf R dengan L.

"Iya, itu, Kak Petra. Sebentar, Mama bukain pintu dulu ya."

Rumah bercat dinding terakota itu dihuni oleh empat orang. Arya bersama istri dan dua anaknya. Lingga si bungsu dan Petra, si sulung yang menginjak jenjang SMA.

Ratri membukakan pintu, Petra menyambut dengan memberi salam kepada ibundanya.

"Halo, Kak. Gimana pengalaman hari ini?"

"Menyenangkan, Ma. Nanti aku mau cerita, Ma. Aku ganti pakaian dulu ya, Ma." Petra membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Tak lama berselang Petra bergabung bersama mama dan adiknya di meja makan.

Sejenak Petra bersenda gurau dengan sang adik kemudian Ratri pamit sebentar untuk mengantarkan Lingga ke kamar tidurnya untuk tidur siang, ritual si kecil. Setelah mengantarkan Lingga, Ratri duduk di hadapan Petra yang tengah asyik fokus pada sepiring makanan di depannya.

"Kak, gak pengen nonton konser? Tadi Tante Elana bilang pada Mama, bahwa Rian ingin dibelikan tiket nonton konser."

"Aku gak suka, Ma. Aku pengen ke tempat Eyang saja. Eyang mau ajak aku belajar nggamel. Eyang pernah bilang wong Jowo ojo ilang Jowone.. Aku aja ngerasa belom kenal negaraku dan tradisinya. Beruntung deh, Ma, aku punya Eyang yang mau ajarin aku kenal budayaku sendiri."

"Memang dengan nonton konser itu, Kakak jadi gak bisa kenal budaya sendiri?"

"Gak gitu juga keles, Ma. Mama tau gak, kalo kita aja gak kenal budaya kita sendiri itu sama aja kita gak kenal asal kita sendiri.."

Ratri memandangi wajah anaknya. Tersenyum. Hari ini menjadi sebuah peneguhan baginya, bahwa mengenalkan tradisi nusantara menjadi sebuah kewajiban. Awalnya Ratri sangat takut jangan-jangan anaknya dibilang ketinggalan jaman. Tapi dengan mendengar kalimat anak lelakinya, dia jadi paham harus seperti apa menyikapi kegalauannya.

Ratri pun akhirnya memutuskan untuk meneruskan tradisi Unggahan dan Udunan yang hampir saja dia lupakan. Sebuah tradisi harmoni yang memelihara persaudaraan...

Catatan :

Tradisi Unggahan dan Udunan, Pasung

Tradisi Unggahan & Udunan : sebuah tradisi yang dilakukan mulai malam Nisfu Syaban hingga H-1 Ramadan, tradisi ini dimulai dengan tradisi bebersih makam leluhur yang kemudian diakhiri dengan kenduri bersama. Tradisi ini merupakan sebuah cara masyarakat untuk saling berkirim makanan ke tetangga dan kerabat.

Pasung : Jenis penganan tradisional yang terbuat dari tepung beras yang dikukus di dalam wadah yang terbuat dari daun pisang.

Referensi : satu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun