Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Duh, Siswaku Belum Lancar Calistung...

9 Agustus 2023   14:00 Diperbarui: 12 Agustus 2023   23:05 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memberikan pengalaman merupakan bagian bahkan intisari dari belajar itu sendiri. 

Anak dibiarkan mengalami pengalaman yang akan menajamkan sendi dan otot kehidupannya kelak. Belajar di sini bukan hanya berarti belajar secara formal seperti yang dilakukan di sekolah. Belajar juga berarti mengalami dan menghidupi pengalaman di luar gedung sekolah yang justru porsinya jauuuh lebih besar.

Seorang guru di sebuah sekolah negeri membagikan pengalamannya. Beliau menceritakan begitu banyak anak-anak yang tidak bisa membaca dengan lancar di kelas empat ini. Ini menjadi sebuah persoalan. Kelas empat ini adalah kelas yang harus dipegangnya tahun ini. Calistung (membaca, menulis, dan berhitung) merupakan kebutuhan dasar bagi siswa. Ini menjadi sebuah tool bagi siswa untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilannya.

Tentu jika kita hanya berkubang pada masalah, hal itu akan tetap menjadi sebuah masalah. Bagaimana mengubah itu menjadi sebuah peluang maju bagi siswa. Ada kawan lain juga menyajikan data yang sama. Banyak juga siswa di daerahnya yang mengalami kesulitan dalam calistung.

Saya bisa membayangkan keresahan para guru mengetahui siswa-siswi yang sudah ada di kisaran usia 9 hingga 10 tahun ini belum bisa membaca dengan lancar. Memang saat itu kami berdiskusi juga, bahwa pandemi beberapa tahun lalu menjadi salah satu indikator penyebab persoalan ini muncul.

Kemudian kami juga berpikir, ranah ini tetap bisa diselesaikan langkah demi langkah. Tidaklah menjadi soal yang terlalu besar karena kompetensi membaca masih bisa dikejar. Justru kemudian kami berpikir di ranah lain yang menjadi persoalan berikutnya.  Budi pekerti, karakter dan sebagainya, gimana jika anak-anak ini kurang diolah sisi budi pekerti (rasa).

Kemampuan mengatur emosi menjadi sebuah hal penting. Budi pekerti menjadi sisi lain yang harus dikedepankan juga tentunya, walau kompetensi akademik menjadi persoalan yang gak bisa diabaikan. Lalu bagaimana menjembataninya?

Budi pekerti bisa diajarkan melalui kebiasaan lalu kompetensi seiring kesiapan usia bisa diberikan sesuai kebutuhan anak tentunya. Memaksakan sesuatu yang belum matang tentu akan menjadi persoalan baru. Pengetahuan, keilmuan akan bisa dicapai ketika kesiapan itu sudah ada.

Terkadang kita sebagai orangtua dan guru lebih mengapresiasi ketika anak berprestasi dalam hal akademis. Tetapi ketika anak kita melakukan kebaikan itu bukan hal penting yang patut diapresiasi. Ini fakta yang harus diakui terjadi.

Budi pekerti mengenai kebiasaan yang harus dimulai sejak dini. Dengan kemampuan alamiah yang sudah dibawa sejak dini dalam tiap anak, akan menjadi cerita lain. Proses mendidik dan mengajar menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun