Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kenapa Sih Harus ke Toko Buku?

28 Mei 2023   17:28 Diperbarui: 31 Mei 2023   11:01 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toko buku (Dok Kompas.com/Nansianus Taris)

Toko buku tutup bukan hal yang aneh lagi. Minat baca buku gak sebanding dengan minat nongkrong sambil medsos-an. Baca buku identik dengan kebiasaan jalan kaki yang langka. Memang bukan hal mudah saat ini untuk memberi 'citra menarik' pada toko buku.

Saya pernah berdiskusi mengenai hal ini. Rasanya gak apple to apple membandingkan hal-hal di atas karena itu sebuah pilihan. Belum tentu bagi yang tidak suka baca buku tidak suka membaca, namun yang perlu saya garis bawahi adalah buku tetap memiliki nilai lebih dibandingkan dengan e-book atau sejenisnya. 

Saya mencoba untuk memberikan alasan-alasan pribadi saya mengapa sih membeli buku ke toko buku menjadi sebuah keasikan tersendiri. Berikut beberapa alasan pergi ke toko buku lebih asik:

1. Buku lebih ramah terhadap kesehatan mata

Mata kita gak disiapkan untuk menerima paparan sinar biru gadget. Semakin sering terpapar sinar biru maka kerusakan pada mata yang ditimbulkan juga semakin tinggi. 

Menyikapi dengan bijak menjadi sangat penting. Tentu tidak bisa juga tidak bersinggungan dengan gadget tapi kita bisa bijak mengaturnya, dan buku jauh lebih aman.

2. Alternatif hang-out untuk anak yang sehat

Toko buku menawarkan jutaan pesona yang sehat. Kenapa? 

Mengajak anak kita untuk sejenak lepas dari gadget dan memulai eksplorasi buku memberikan sensasi dan pengalaman tersendiri bagi mereka. 

Pengalaman literasi yang baik dan sehat bisa ditemukan di toko buku yang sering memberikan aktivitas-aktivitas menyenangkan, seperti contohnya lomba mewarnai, menggambar, melukis, dan banyak lainnya.

3. Menemukan komunitas, relasi 

Bedah buku menjadi sebuah ajang pertemuan konsumen, penulis, dan pihak penyelenggara (toko buku). Ini merupakan sebuah aktivitas yang memberikan nilai lebih bagi toko buku. 

Walaupun untuk menemukan komunitas dan relasi tentu tidak hanya melalui hal ini. Bedah buku menjadi sarana menambah pengetahuan, relasi, dan hal-hal lain dan ini hanya ditemukan ketika kita terkoneksi dengan buku (toko buku).

Gempuran digitalisasi memang bukan hal mudah untuk mempertahankan eksistensi buku. Perlu upaya-upaya untuk mempertahankan kecintaan terhadap buku, misalnya:

1. Menghargai buku dengan lebih 

Sebagai contoh, buku dijadikan souvenir di event ulang tahun, peringatan anniversary lembaga, atau dijadikan doorprize sebuah event. 

2. Guru sebagai agen gerakan cinta buku 

Tak ayal, buku identik dengan citranya dalam dunia pendidikan. Guru bisa menjadi agen pembentuk kecintaan siswa terhadap buku. Bukan hanya membaca tetapi menulis buku. 

Saya pernah memberikan tugas siswa untuk menuliskan pengalamannya ke dalam sebuah buku yang kemudian itu bisa menjadi karya yang bisa dibaca oleh kawan-kawannya. Mau tidak mau mereka belajar menulis dan membacanya.

Mencoba dengan tagline satu buku satu siswa, setidaknya selama mereka sekolah mereka bisa menuliskan pengalaman mereka dan membagikannya dalam bentuk tulisan di buku.

3. Kampanye masif mengenai buku

Mengadakan gerakan-gerakan kampanye buku merupakan sebuah upaya melestarikan keberadaan buku. Dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga kita terlebih dahulu. Banyak kegiatan kemasyarakatan yang bisa kita gunakan sebagai alat untuk mengkampanyekan buku.

4. Bikin perpustakaan di rumah

Salah satu pengelolaan buku adalah membuat perpustakaan pribadi di rumah. Saya yakin hal ini setidaknya sudah membangun kecintaan buku di dalam keluarga. Lebih menularkan budaya baca melalui keluarga menjadi sebuah dasar membangun budaya baca buku dalam masyarakat. 

5. Dukung membuat taman baca 

Saya dan adik perempuan saya saat kuliah adalah peminjam buku yang setia di persewaan buku dekat dengan kampus kami saat itu. Kala itu masih banyak persewaan-persewaan buku. 

Bila koleksi buku kita sudah mulai memenuhi rak-rak buku kita, jangan khawatir untuk kemudian berbagi dan membangun budaya baca di tempat lain yang masih membutuhkannya dengan cara mendonasikannya.

Banyak cara jika kita mau membuat nilai buku menjadi bertambah. Artikel ini menjadi sebuah refleksi juga untuk saya. Kelak, kita bisa melihat rangking PISA (Programme for International Student Assessment) kita merangkak naik.... Yakini.

Referensi : satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun