Bahasa menjadi salah satu faktor paling penting dalam relasi dan interaksi antar individu. Juga demikian halnya dalam perkembangan bahasa anak  autisma dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
Dalam artikel sebelumnya juga telah dibahas, bahwa bahasa termasuk area perilaku. Hal ini berarti bahasa dalam sudut pandang anak berkebutuhan khusus - dimana bahasa tidak bisa 'tumbuh' atau terbentuk dengan sendirinya. Ini yang menjadi faktor pembeda dengan anak-anak yang lain dalam proses tumbuh kembang mereka.
Bahasa merupakan perpaduan dari interaksi individu  dengan lingkungan sekitar. Anak dengan autisma serta anak berkebutuhan khusus lainnya memiliki kelemahan dalam fungsi bahasa mereka. Ada hambatan-hambatan tertentu yang membuat bahasa harus dikondisikan sedemikian rupa dalam kerangka intervensi terapeutik.
Salah satu penanganan anak dengan autisma adalah dengan menggunakan intervensi terapeutik bernama ABA-VB yang berbasis pada teori perilaku yang dikembangkan oleh BF Skinner - Operant Conditioning. Konsep A-B-C.
Apa itu konsep A-B-C? A adalah Antecedent, ini merupakan sebuah kondisi yang mendahului terbentuknya atau munculnya perilaku. B adalah Behavior, perilaku itu sendiri. C adalah Concequence, adalah konsekwensi yang timbul setelah perilaku. Dalam tahap consequence ini ada dua hal perlakuan yaitu reinforcement dan punishment. Dimana dalam intervensi ini yang dikedepankan lebih kuat tetap reinforcement ketimbang punishment, sehingga proses terapeutik tetap fun. Konsep inilah yang menjadi dasar tata laksana terapi ABA-VB.
ABA - VB merupakan sebuah bentuk terapi perilaku yang scientific - based on evidence. Terstruktur dan sistematis. Ada evaluasi yang terukur dalam proses terapi perilaku ini. Terapi memang idealnya diberikan pada anak di bawah usia 3 tahun dengan 10 - 40 jam seminggu tergantung dari derajat ringan atau parahnya gejala atau spektrum yang diderita anak berkebutuhan khusus tersebut. Nah, dalam ABA - VB ini kita akan memulai terlebih dahulu dengan mengatasi problem behavior yang muncul pada anak.
Masih ingat mengenai 4 fungsi bahasa  : Manding, Tacting, Echoic, serta Intraverbal dari artikel yang dibahas sebelumnya? Kita akan melakukan observasi detail terhadap masing-masing tahapan ini. Dari observasi tersebut nanti muncul kira-kira problem behavior apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Mengamati pola-pola perilaku yang terungkap melalui bahasa menjadi poin penting dalam proses terapi perilaku yang dikembangkan Dr. Ivar Lovaas ini.
Sebagai contoh, apabila lapar anak hanya akan memukulkan tangan ke bagian perut, sambil menggeram serta mengeluarkan suara khas dari mulutnya yang menandakan dia lapar dan ingin segera makan. Maka kita harus mengajarkan pola bahasa dengan benar, misalnya dengan menngajarkan kata "lapar" dan "makan" dengan konsisten hingga perilaku terbentuk sesuai dengan tata laksana  yang digunakan pada metode ini.
Bahasa dalam kaitannya dengan perilaku (behavior) memiliki 4 fungsi. Keempat fungsi ini akan menjelaskan tujuan dari masing-masing perilaku yang ditampilkan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.
4 fungsi (tujuan) perilaku yang dapat tergambar dalam bahasa yang mereka keluarkan adalah sebagai berikut :
1. Perhatian (atensi)
Mereka melakukan sesuatu dengan tujuan dan fungsi mencari perhatian (atensi). Misalnya saja anak tantrum dengan menangis keras sambil berteriak karena ingin diberi perhatian oleh orang-orang di sekitarnya. Disini fungsi perilaku melalui bahasa tangis dan teriaknya ini bertujuan mencari perhatian.
2. Menginginkan sesuatu
Perilaku muncul karena mereka ingin meminta sesuatu. Misalnya saja, mereka memunculkan perilaku merengek dengan durasi lama dengan memukulkan tangan ke perut, hal ini dimaksudkan mereka ingin minta makanan karena lapar. Nah, disini bahasa bisa dikaitkan dengan fungsi perilaku yang kedua yaitu menginginkan sesuatu.
3. Menghindari tugas (avoid)
Fungsi perilaku terkait bahasa yang dimunculkan oleh anak dengan autisma dan spektrum berkebutuhan khusus lainnya adalah avoid atau menghindari tugas.Â
Misalnya saja, tiba-tiba anak berdiam diri dan ngambeg karena tidak mau makan. Pemicunya misalnya saja tidak suka dengan menu makanan hari itu atau karena masih kenyang. Jadi disini berdiam diri dan ngambeg dipakai untuk menjelaskan fungsi dan tujuan perilakunya tersebut.
4. Spontan atau automatic
Fungsi yang keempat ini memang fungsi perilaku yang spontan (otomatis) atau tidak ada penjelasan, contoh perilaku stimming, hand flapping yang tidak menggambarkan kondisi apapun dari perilaku tersebut. Hal ini merupakan perilaku khas mereka.
Okupasi terapi dan sensori integrasi biasanya dipakai untuk melakukan intervensi pada perilaku ini. Beberapa ahli menyatakan, stimming (self stimuli) ini digunakan sebagai cara menenangkan diri mereka.
Melakukan pengamatan dan melakukan pencatatan secara gradual dan terukur pada setiap proses terapi menjadi penting. Contohnya saja melakukan pencatatan pada kata yang muncul selama beberapa waktu. Kita tentu akan melihat perkembangan di dalam proses tersebut dengan mengetahui catatan-catatan yang kita buat.
Screening, observasi, evaluasi merupakan tugas bersama alias tim. Peran masing-masing sangat memengaruhi keberhasilan intervensi ini. Dokter Anak, Dokter Tumbuh Kembang, Psikiater, Psikolog, terapis perilaku (dalam hal ini behavior analyst), terapis okupasi, terapis wicara, orangtua, dan pihak sekolah harus bekerjasama demi keberhasilan proses intervensi.
Selamat berproses, semoga berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H