Mengatur pola makan Anak Berkebutuhan/Bertalenta Khusus (ABK) menjadi sebuah isu esensial dalam sebuah proses terapeutik.
Suatu hari, saya dan salah satu rekan volunteer Special Olympic Indonesia 2022 berbincang seputar proses terapeutik ABK (Anak Berkebutuhan/Bertalenta Khusus). Ada salah satu pokok bahasan yang menarik dalam perbincangan itu.Â
Beliau menyatakan bahwa sebelum terjadi proses terapeutik, selayaknya permasalahan seputar tubuh/fisik anak tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu.
Semisal, anak dengan diagnosis Cerebral Palsy ringan dengan gejala kejang, maka sebagai orangtua, guru, terapis, dokter, psikolog yang tergabung dalam tim terapinya harus bersatu hati untuk membenahi gejala dalam tubuhnya terlebih dahulu, yaitu mengatasi permasalahan kejangnya.
Contoh lain, anak dengan spektrum (rumpun perfasif disorder) autisma harus diberlakukan diet CFGF (Casein Free Gluten Free) dengan terstruktur, dimana menghindari susu sapi (kasein) dan tepung yang mengandung gluten.
Sebuah tindakan yang tentu tidak mudah untuk dilakukan. Saya ingat di pertengahan bulan Agustus sekitar tahun 2003-2005 dimana saya terlibat aktif dalam sebuah lembaga terapi saat itu, problem utama orangtua adalah memulai diet yang tidak mudah untuk anak-anaknya. Sebuah treatment holistik yang harus dilakukan, baik secara fisik maupun psikisnya.
Saya ingat betul saat itu beberapa orangtua harus bolak-balik ke Jakarta untuk konsultasi dengan dr. Melly Budhiman, salah satu 'sokoguru' yang telah berkecimpung dalam dunia autisma saat itu.
Bukan hanya itu saja, orangtua harus menyiapkan sejumlah menu rotasi makanan yang beragam untuk membenahi tubuh dan menghindari kondisi leaky gut pada anak-anak mereka. Kondisi ini adalah kondisi terkait proses pencernaan anak-anak tersebut.
Rotasi makanan menjadi sebuah keharusan saat itu. Penambahan gula dan garam sesuai takaran, menyusun menu setiap hari, memilih tepung dan susu pengganti. Mengganti minyak yang lebih sehat, rutin memberikan vitamin, serta menyiapkan alat-alat masak yang terbuat dari kaca pyrex merupakan sebuah rangkaian ritual perjuangan mereka yang panjang.
Selain itu, ada juga identifikasi unsur-unsur kimia dalam tubuh sebagai bahan pertimbangan untuk diet. Identifikasi dan pengetesan itu berupa tes rambut. Dimana rambut dalam anak-anak tersebut diteliti kandungan kimianya. Ditelaah lebih dalam untuk mengurangi atau menambah unsur kimia sehingga ada keseimbangan dalam tubuh mereka yang akan memberi dampak pada proses terapeutiknya.
Sebagai contoh bila kandungan merkuri, zinc (seng), besi (ferum), potasium ditemukan terlalu banyak, maka akan disusun menu yang menyeimbangkan agar kandungan unsur-unsur tersebut menjadi seimbang dan memberikan efek baik kepada proses metabolisme tubuh mereka.Â
Saat itu laboratorium uji tes rambut hanya ada di Amerika Serikat dan Singapura. Saya ingat betul harga 500 dolar US termasuk jasa pengiriman hasil. Bukan harga yang murah dan terjangkau untuk semua kalangan di tahun-tahun itu
Pengalaman-pengalaman tersebut tidak bisa dibilang pengalaman mudah. Orangtua tentu harus terus didampingi. Mereka butuh support system yang memadai.Â
Air mata, rasa rendah diri, rasa putus asa dan berbagai hal yang kurang menyenangkan pasti pernah dialami mereka. Menjadi teman seperjalanan mereka adalah hal penting. Orangtua satu dengan orangtua lainnya bisa saling berbagi serta menyemangati, karena mereka memiliki pengalaman yang tentu saja sama.
Kondisi tak mudah ini akan terasa ringan ketika saling bergandeng tangan. Saat itu ada mekanisme kelompok bernama Parents Supporting Group (PSG) yang dibentuk dan juga bertemu secara rutin, dimana orangtua saling berbagi pengalaman, menerima dan memberi masukan. Sungguh, sekali lagi proses panjang yang tidak mudah.
Edukasi mengenai rotasi makanan, diet CFGF, lalu mengetahui alergen pada anak merupakan makanan sehari-hari itu. Perilaku mereka tampak sangat nyata berubah ketika dipicu oleh makanan yang mengandung alergen, terlihat lebih aktif geraknya, melakukan perilaku stereotype seperti menggerakan tangan berulang-ulang (salah satu gejala self stimuli), tinbul perilaku menggigit yang berlebihan , dan sebagainya.
Memang bukan hal mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Upaya-upaya semacam ini perlu segera dilakukan untuk semata-mata mendukung proses tumbuh kembang mereka dengan optimal.
Berikut adalah alternatif beberapa bahan makanan pengganti casein dan gluten yang bisa diberikan sesuai dengan kondisi tubuh mereka:
Pengganti Susu Sapi:
1. Susu tepung beras merah
2. Susu kedelai
3. Susu kacang hijau
4. Susu tepung beras dan masih banyak tepung lainnya.
Pengganti Gluten:
1. Tepung beras
2. Tepung jagung
3. Tepung kacang hijau
4. Tepung singkong dan lain sebagainya
Catatan: tetap penting melakukan cek dan ricek pada dokter anak atau ahli gizi yang concern terhadap isu-isu ini.
Alergen: pemicu alergi
Semoga bermanfaat.
Referensi: satu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI