Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Berbasis Komunitas: Sebuah Jawaban atas Konsep Pendidikan yang Merdeka?

13 Mei 2022   07:06 Diperbarui: 13 Mei 2022   22:22 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendidikan berbasis komunitas | Sumber: Tanoto Foudation via Kompas.com

Pendidikan dari waktu ke waktu menemukan pola-pola yang baru. Banyak dinamika yang memang terjadi dalam kehidupan dari waktu ke waktu.

Pendidikan yang kemudian mengejawantah dalam diri sekolah formal, dulu menjadi satu-satunya tujuan orangtua untuk membekali masa depan anak-anaknya.

Salah satu layanan pendampingan ABK di Ringinsari | Sumber: dok pribadi
Salah satu layanan pendampingan ABK di Ringinsari | Sumber: dok pribadi

Kini memang dinamika lain banyak bermunculan. Memang tidak ada konsep pendidikan yang paling benar dan sempurna. Ada banyak juga hal di lapangan yang tidak ideal yang kemudian melahirkan gagasan-gagasan kebaruan dan akhirnya bermuara pada gagasan baru yang lebih inovati di dalam dunia pendidikan.

Hari-hari ini banyak bermunculan sekolah-sekolah non formal yang memiliki konsep pendidikan berbasis komunitas. Pendiri dan pegiat pendidikan berbasis komunitas ini menangkap sejumlah keresahan-keresahan yang muncul serta dirasakan orangtua akan esensi pendidikan yang sesungguhnya.

Di tahun 2005-2006 saya ingat betul, mulai berdiskusi dengan seorang kawan di Sidokepung-Sidoarjo, Jawa Timur bernama Pratiwi Anjarsari yang saat ini bekerja di Universitas Petra, Surabaya. Jawa Timur mengenai gagasan-gagasan baru model pendidikan yang berbasis komunitas ini.

Saat itu dia meminjamkan sebuah buku yang berisi kesaksian sekolah dengan konsep ideal yang kami kerap diskusikan. Sekolah itu berada di Kota Yogyakarta. Sekolah Dasar Eksperimental Mangunan. Senada dengan itu, Sanggar Anak Alam bentukan Ibu Wahyaningsih dan suaminya, juga mengusung konsep pendidikan yang core-nya kurang lebih mirip, berbasis komunitas.

Saya dan beberapa kawan di komunitas menangkap sejumlah fenomena yang sama juga terhadap orangtua-orangtua Anak Berkebutuhan Khusus yang kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam hal pendidikan.

Salah satu layanan perpustakaan pendampingan ABK kerjasama Hope - Inspirasiana | Dok Inspirasiana
Salah satu layanan perpustakaan pendampingan ABK kerjasama Hope - Inspirasiana | Dok Inspirasiana

Pendidikan yang tidak rasis, pendidikan yang mengakomodir kebutuhan inidvidu, pendidikan yang memerdekakan dan bukan mengekang, pendidikan yang bukan hanya sekadar tradisi menjadi sebuah impian beberapa kawan pendidik, orangtua, dan beberapa pelayan masyarakat di pemerintahan yang memiliki hati besar untuk isu-isu pendidikan semacam ini.

Berawal dari hal ini, layanan pendampingan ABK lahir di daerah Ringinsari-Desa Sampetan, Kecamatan Gladagsari.

Penggagas kegiatan ini bernama Ibu Yulis Haryani dan Ibu Haryati Sungkawaningsih yang biasa kami sapa Ibu Anik. Beliau dan Kepala Sekolah Dasar Negeri Ringinsari, Bapak Sugito menghubungi saya dan beberapa kawan komunitas HomeOfPsychE (HOPE) untuk menggagas layanan pendidikan untuk mereka yang memiliki akses terbatas.

Gayung bersambut, unit-unit pendidikan yang mengalami kesulitan menangani ABK bersinergi untuk membuka hati mereka terhadap layanan ini.

Bukan hal mudah untuk mewujudkan layanan ini. Sangat tidak mungkin memaksakan untuk orang yang tidak mau peduli untuk terlibat dengan layanan ini.

Perjuangan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Air mata, kelelahan menghadapi stigma, perjuangan untuk memberdayakan para orangtua, pendidik selalu ada. Jika tidak ada perjuangan, tentu layanan ini tidak akan teruji kemurniannya, akan mudah goyah dan tumbang. Memurnikan setiap waktu menjadi sebuah kemutlakan sehingga layanan ini akan tumbuh tanpa kepentingan-kepentingan pribadi yang akan merusak.

Cinta akan selalu menemukan jalannya. Layanan ini mendapat dukungan penuh dari pihak desa setempat. Kepala Desa Sampetan, Bapak Kadar Wardoyo menerima layanan ini dengan sepenuh hati bahkan akan mendukung dengan penuh. Beliau menegaskan, bahwa untuk sebuah misi kemanusiaan, beliau akan memberi support dan berjuang.

Beberapa buku donasi dari rekan Kompasianer di Salatiga untuk perpustakaan Hope-Inspirasiana Kompasiana | Sumber : Dok Pribadi
Beberapa buku donasi dari rekan Kompasianer di Salatiga untuk perpustakaan Hope-Inspirasiana Kompasiana | Sumber : Dok Pribadi

Layanan ini lambat laun mendapat dukungan dari banyak pihak. Tentu saja layanan pendampingan ABK ini masih membutuhkan pengembangan-pengembangan yang cukup banyak. Tetapi geliatnya sudah mulai bisa dirasakan, setidaknya oleh masyarakat desa sekitar.

Ibu Ajeng Ayu Widiastuti menjadi salah satu kepanjangan tangan Tuhan untuk layanan kami ini. Beliau adalah Dosen Fakultas Pendidikan Guru Paud di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Melalui program Pengabdian Masyarakat beliau mendukung gerakan ini.

Setiap Kamis, layanan ini diselenggarakan. Ada program one on one therapy untuk anak-anak ini. Materi layanan pendampingan disusun dengan acuan program pembelajaran individual. Materi layanan pendampingan juga harus dikuasai oleh orangtua sehingga orangtua bisa mengulangi materi di rumah setelah usai pendampingan dan dilaporkan seminggu sekali sehingga perkembangan bisa terukur.

Mengapa orangtua harus terlibat? Karena mereka yang akan bersama anak-anak ini. Mereka yang harus mendampingi anak-anak ini. Mereka harus hadir dan bertangungjawab pada anak-anak mereka juga. Selain itu tentu kerjasama sekolah dan terapis menjadi mutlak.

Pertemuan awal bersama orangtua layanan pendampingan di SD Ringinsari | Dok pribadi
Pertemuan awal bersama orangtua layanan pendampingan di SD Ringinsari | Dok pribadi

Ada layanan literasi melalui perpustakaan yang digagas oleh Komunitas Hope dan Komunitas Penulis Inspirasiana - Kompasiana. Walaupun masih embrio tetapi dengan semangat dan ketekunan menyebarkan 'virus' membaca di kalangan anak-anak hingga dewasa, niscaya embrio ini akan tumbuh besar dan sehat.

Kembali lagi, bahwa semua layanan ini dikembalikan sepenuhnya untuk kemajuan anak-anak tersebut. Desa yang ramah anak, menjadi impian. Masa depan mereka juga tanggung jawab kita bersama. Empati dan kepedulian menjadi oase bagi anak-anak itu.

Cinta akan selalu menemukan jalannya, semoga..

Semangaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun