Mengulik keunikan anak-anak Gifted tidak akan pernah habis. Selalu ada yang menarik untuk dikupas. Paradigma keberbakatan (Gifted), tidak melulu menyoal mengenai IQ (Intelligence Quotiens) yang tinggi saja.
Kecerdasan istimewa telah ditelaah sejak abad ke-4 SM. Plato telah mengklasifikasikan individu ke dalam tiga kategori, yaitu tipe Emas, Perak, dan Perunggu, dimana tipe Emas merupakan individu unggul yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan dua tipe lainnya.
Sir Francis Galton di tahun 1869, menyebutkan keberbakatan istimewa (Gifted) merupakan trait yang diwariskan (genetically herediter). Pada perkembangan berikutnya, Renzulli menemukan konsep The Three Rings untuk memberikan batasan teoritis pada anak-anak Gifted.
Sebenarnya apa sih yang menjadi karakteristik spesifik anak-anak dengan keberbakatan istimewa (Gifted) ini?
Renzulli menjelaskan salah satu trait paling spesifik yang dimiliki anak Gifted yaitu IQ di atas rata-rata (very superior: dengan menggunakan skala Weschler > 130 dan dengan menggunakan Tes Binet > 140).
Dengan kapasitas intelektual yang tinggi tersebut, kaum awam berpikir bahwa anak-anak Gifted pasti sempurna tanpa noda. Kita akan cenderung berpikir bahwa mereka tidak memiliki kelemahan. Apakah memang demikian?
Seorang psikolog Polandia yang terkenal dengan teorinya Positive Disintegration, Kazimierz Dabrowski menjadi ‘sebuah jembatan’ untuk memahami anak-anak Gifted ini dari sudut pandang sosial emosional dan kepribadian mereka.
Perkembangan sosial emosional mereka menjadi fokus penting. Individu Gifted rentan mengalami masalah-masalah emosional. Sangat idealis, rigid, memiliki ekspektasi di luar kewajaran sehingga sering kali banyak disalahartikan oleh lingkungan sekitar.
Individu Gifted terlihat kacau dalam arti sering berbenturan dengan 'mayoritas', cenderung tidak sejalan dengan orang kebanyakan, nyentrik-eksentrik, sulit nge-blend dalam lingkungan sosial walaupun sebetulnya hal ini normal – khas karakternya sebagai individu Gifted.
Masyarakat awam akan cenderung memberi penilaian yang apriori memang dalam hal ini. Misalnya, “IQ tinggi koq seperti itu, percuma..” atau ".... sayang anak pintar tapi gak sopan .. ", dan sebagainya.