Tetapi apakah hal ini benar menyentuh esensi pendidikan itu sendiri? Esensi pendidikan yang katanya HARUS menyentuh semua lapisan, tanpa batas dan sekat!
Adalah hal mudah menerima siswa pintar dengan segala keberadaannya, adalah wajar menerima tingkah laku siswa yang seturut dengan perintah guru, adalah biasa lebih memberikan perhatian pada siswa atau siswi yang memiliki sejuta pesona yang 'telah nampak melekat pada mereka' namun manakala hal sebaliknya yang terjadi apakah kita siap menerima dan memberikan layanan yang bebas DISKRIMINASI, tanpa batas, dan sekat itu?
Ada 3 (tiga) upaya yang bisa ditempuh sebenarnya sebagai jalan pembuka meniadakan diskriminasi tersebut atau setidaknya (dengan realistis) mengurangi tindakan diskriminatif:
1. Mengubah pola pikir
Mengubah pola pikir merupakan starting poin yang bisa menjadi jalan pembuka mengurangi diskriminasi dalam praktik-praktik pendidikan di sekolah. Mengubah pola pikir bahwa tiap indivdu itu berbeda sungguh penting. Hal ini akan menyelaraskan pendekatan dan teknik pengajaran pada siswa-siswi kita.
Tentu tidak bijak bila kita melatih ikan untuk terbang dan sebaliknya burung untuk berenang. Perenungan ini menjadi sebuah gambaran mengenai cara kita memberikan treatment sebagai pendidik kepada siswa-siswi kita.
Mendidik sejatinya kembali berpusat kepada kebutuhan yang dididik, dalam hal ini siswa-siswi kita, sehingga proses transformasi dapat terjadi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa-siswi kita. Pola pikir demikian yang seharusnya dikedepankan dan terus menerus digaungkan.
2. Sinergi pemerintah dan masyarakat
Ini merupakan pe er besar bersama. Pemerintah tidak boleh arogan dengan mengagungkan kuasa yang dimiliki, tetapi dengan kuasa tersebut bisa merangkul warga masyarakat untuk aktif berperan dalam mewarnai pendidikan terutama pe er di dalam mewujudkan pendidikan tanpa diskriminasi, terkhusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Masyarakat pun bisa berperan aktif dalam memberikan input, sumbang saran terkait hal ini. Sinergi sehat bisa terbentuk dengan baik sehingga dapat mewujudkan Pendidikan tanpa diskriminasi terkhusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
3. Mau belajar
Pola pikir mau belajar adalah hal penting dalam menegakkan pendidikan yang bebas diskriminasi. Belajar merupakan kunci penting dalam memahami tiap individu. Kebutuhan setiap individu terkait pendidikan tentu akan berbeda.Â
Keinginan dan tekad mau belajar dalam memahami kebutuhan tiap individu akan memberikan paradigma baru dalam menyikapi dan memfasilitasi kebutuhan pendidikan tiap siswa-siswi.
Selamat berproses untuk menyediakan ruang pendidikan yang bebas diskriminasi.