Apa arti Natal 2021 bagi Anda?
Natal tahun ini masih diwarnai ‘semarak’ suasana keprihatinan pandemi maupun ragam bencana alam. Ronanya masih diselipi aura yang sama seperti saat Natal tahun lalu. Perjuangan dan semangat solidaritas masih didengungkan sebagai upaya pemulihan kondisi di semua lini kehidupan akibat pandemi.
Natal tahun ini masih berlangsung dalam suasana kewaspadaan, bahkan mungkin (masih terus) diiringi rasa sedih, karena kesepian, kekosongan akibat kehilangan kesempatan bertemu dengan orang-orang yang dikasihi karena pembatasan ruang gerak dampak pandemi. Natal tahun ini masih erat dengan tema ‘bela rasa’.
Bukan hanya itu, bahkan Natal tahun ini mungkin saja masih menyisakan kenangan pahit dan getir dalam keluarga-keluarga yang mengalami kehilangan sanak-saudara, kerabat, kawan, atau sahabat mereka. Kehilangan yang menyelipkan suasana duka-lara di kesempatan Natal 2021.
Banyak kemungkinan juga justru semakin banyak bermunculan orang-orang yang mengalami Festive Depression, sebuah kondisi yang dirasakan orang karena alami rasa sepi dan ‘kosong’, hampa di momen-momen hari raya.
Pengalaman yang saya dapatkan saat menghadapi Natal, (nyaris hampir seumur hidup) selalu indah dalam konsep mainstream. Natal selalu dibalut dengan sebuah perayaan pesta yang menampilkan ‘keramaian’ karena persekutuan, perkumpulan setiap anggota keluarga yang lengkap dengan selebrasi-selebrasi ala-ala kemeriahan pesta di dalamnya. Ada hadiah, ada makanan-makanan khas Natal yang muncul sebagai penanda Natal yang khas.
Faktanya, kondisi Festive Depression bisa saja terjadi pada momen Natal 2021 ini. Kondisi riil, tidak semua dari kita punya keluarga yang bisa menemani saat momen hari raya, atau ada yang berjuang sendiri karena memang kondisi yang memaksa demikian.
Ada juga yang sebatang kara karena telah lama ditinggalkan oleh orang-orang yang dikasihi, atau bahkan tidak semua keluarga dapat mengalami kumpul bersama saat Natal karena kondisi toxic yang menggerogoti, sedang dalam kondisi tidak damai satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain, atau mungkin sedang dilanda krisis finansial akut, bahkan ada juga saudara-saudara kita yang sedang berjuang di daerah-daerah konflik serta daerah-daerah dengan kondisi bencana.
Ternyata memang tidak semua kondisi bisa disetting ideal, kawan. Lalu muncul pertanyaan, apakah dengan kondisi tidak ideal ini masih bisa menikmati Natal 2021 yang diharapkan mampu membawa kedamaian?
Mengutip perkataan seorang sahabat penulis, bahwa kedamaian itu bisa ‘diciptakan’! Melalui pernyataan tersebut, tentu pertanyaan di atas masih bisa dijawab dengan tegas. Natal masih bisa membawa damai walau di tengah ‘kerapuhan’, seperti tema besar Natal di gereja saya.
Bayi Yesus pun lahir dalam kondisi-kondisi tidak ideal. Tidak ada kasur hangat, empuk, dan rumah sakit mewah saat dilahirkan. Kondisi sosial yang tidak ramah, bahkan saat itu Dia mengalami kondisi tidak aman karena ancaman penguasa. Palungan menjadi saksi 'rapuhnya' kondisi dunia, namun kemudian kelahiranNya menjadi pembawa damai. Menjadi sukacita bagi para majus dan gembala yang menjenguknya. Sebuah perenungan yang mengajak lebih mendalami makna Natal sesungguhnya.
Saat ini, pilihan ada pada kita, untuk menerima kondisi dan berdamai dengan keadaan atau sebaliknya. Damai di kondisi ideal mudah didapatkan, mudah dialami, lain halnya menjadi luar biasa ketika menciptakan kedamaian, sukacita, dan sejumlah hal positif lain dalam kondisi yang ‘rapuh’.
Selamat menciptakan kedamaian Natal 2021 di tengah kondisi kerapuhan sekalipun. Damai Natal beserta kita.
Selamat Natal 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H