"Sayang, tenang ya, ada harapan baik di depan sana. Peluk sayangku selalu..."
Sepenggal kalimat yang mungkin dinilai sebagian besar orang bermuatan alay atau lebay, bisa jadi memberi harapan baik dan memunculkan semangat pantang menyerah pada orang-orang yang mengalami kecemasan berlebihan, terutama di saat-saat pandemi seperti ini.
Sebuah pengalaman pribadi memberi pendampingan pada seorang siswa yang memiliki intensi bunuh diri beberapa hari lalu, semakin menyadarkanku tentang sebuah makna dukungan baik melalui kata-kata sarat cinta yang lumer-lumer (baca:alay atau lebay according to milenial people, katanya)
Pengalaman itu telah kutulis dalam sebuah artikel yang telah tayang di K beberapa waktu lalu. Â Artikel itu berjudul 4 Upaya Menjaga Kesehatan Keluarga.Â
Insiatif untuk menghubungi siswaku sesaat setelah  peristiwa itu terjadi begitu kuat. Setelah tersambung melalui sambungan telepon. Ada kata-kata yang meluncur langsung dari mulut ini, kira-kira begini, "Sayang, kamu, sangat berharga, kami, menyayangimu. Jangan lakukan hal seperti itu, ya."
Pecah tangisan di ujung sana, walau hanya berupa isakan saja. Dimaklumi, karena kultur patriarki yang kental padanya, lelaki tidak menangis! 10 menit kemudian, kata-kata terima kasihnya menghiasi pesan singkat yang ditujukan padaku.
Begitu besar makna kata-kata sarat cinta untuk mereka yang sedang membutuhkan support system dan harapan. Tentu ketulusan harus mendampingi, sehingga tidak hanya sekedar kata-kata hampa tanpa 'mantra'. Kata-kata begitu berpengaruh. Pilihan untuk menggunakan kata-kata bermuatan cinta kasih sangat besar untuk membangun kembali harapan-harapan baik. Terutama di saat-saat seperti ini.
Kecemasan saat dihantam dengan berbagai berita-berita obituari akhir-akhir ini tentu sangat mungkin meluluhlantakkan pertahanan mental kita. Wajarlah, manusiawi juga, masih manusia, kan?
Begitu hebat gempuran media, pemberitaan, dan aliran informasi mengenai berita duka karena Covid19 yang sudah selalu hadir membombardir pertahanan jiwa.
Cemas merupakan salah satu trait emosi yang wajar saja. Menjadi tidak wajar dan mengganggu manakala kecemasan itu sudah menjadi berlebihan dan menguasai semua lini kehidupan. Kecemasan banyak macam, dari mulai jenis-jenis Phobia hingga GAD (Generalized Anxiety Disorder), yang artinya adalah sebuah kondisi kecemasan kronis yang ditandai dengan rasa khawatir serta tegang yang berlebihan.
Bagaimana kecemasan sudah terlihat sebagai sebuah gejala mental yang berlebihan? Beberapa tanda ini harus diwaspadai :
- timbul gejala fisik seperti gelisah serta gejala psikosomatis lain,
- insomnia,
- curiga berlebihan pada orang lain atau situasi yang tidak memiliki intensi apa-apa terhadap kita.
- tidak berbuat apa-apa, pasrah pada keadaan, dll
Situasi 'genting' seperti saat ini bisa membuat 'imun' jiwa kita rusak, yang pada akhirnya secara simultan bisa memengaruhi kondisi tubuh. Hal ini tentu saja kontraproduktif dengan misi kita mengusir penjajahan Covid19.
Bagaimana untuk tetap tenang dalam situasi yang seperti ini? Bagaimana untuk tidak terintimidasi dengan hal itu? Bagaimana menaklukan situasi dan kondisi dengan mindset kita sehingga kita tidak kalah dengan kondisi lingkungan?
Cara simpelku adalah :
1. Berdoa dan yakin atas kedaulatan Tuhan. Berserah penuh atas otoritasNya pada kehidupan kita. Mendekatkan  diri Tuhan merupakan cara yang paling ampuh mengusir kekhawatiran, ketakutan, kecemasan kita.
2. Mendengarkan, menyanyikan, dan memainkan alat musik serta lagu yang membangkitkan semangat serta optimisme, walau situasi seperti ini.
3. Filter informasi-informasi yang berpotensi mengintimidasi diri untuk takluk pada situasi dan kondisi 'menyeramkan' yang sedang terjadi.
4. Selalu produktif melakukan hal-hal berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Hal ini sebagai reward juga bagi kita, sehingga dopamine-cs senang dekati kita.
5. Hidup sehat itu mutlak, teman. Sehat jasmani, rohani, juga jiwa. Boleh lah, ikutan latihan pilates daripada rebahan melulu. Asupan sayur, buah, dan gizi seimbang lain juga harus diperhatikan. Banyak hal yang bisa dilakukan  untuk mempertinggi derajat sehat kita.
Kelima hal tersebut merupakan cara berjarak dengan kecemasan. Lalu bagimana memberi kontribusi untuk sesama sehingga mereka bisa lebih ringan jalani hari-hari berat karena menjadi salah satu pasien Covid19 misalnya, atau saat mereka harus mengalami isoman?
Seperti yang sudah saya tulis dan tekankan berulang di atas. Memberi perhatian tulus melalui kata-kata yang membangun harapan baik orang lain adalah salah satu kunci.
Mengirimkan kata-kata penyemangat sarat cinta yang "tumpeh-tumpeh" tetapi tetap tulus merupakan cara sederhana yang efektif menenangkan mereka yang sedang butuh semangat dari kita.
Kata-kata penuh perhatian, cinta yang besar itu akan menjadi sebuah sugesti bagi yang mendengarkan dan membutuhkan tentunya.
Polly Campbell dalam situs PsychologyToday menyebutkan bahwa sugesti akan selalu berhasil 'menolong' individu untuk melewati situasi tertentu yang bisa jadi menekan.
Kekuatan kata-kata 'alay atau lebay' bisa dibuktikan kedigdayaannya ketika seorang lelaki memuji kekasihnya, dijamin deh akan langsung berbunga-bunga. Kata-kata penyemangat menjadi obat manjur yang memiliki daya sembuh yang besar.
Membatasi diri dan memilih hal yang membantu kita untuk tetap positif tentu tidak salah. Di sisi lain memberikan yang terbaik untuk membantu meringankan beban fisik maupun mental mereka yang membutuhkan uluran tangan dan perhatian kita juga sangat penting.
Tetap sehat dan tetap menjadi berkat untuk sesama kita.
Indonesia (pasti) bisa!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI